Penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) terus berkembang.
Kejaksaan Agung (Kejagung) kini memperluas jangkauan pengusutan dengan menyoroti potensi keterlibatan sejumlah perusahaan swasta, termasuk yang bergerak di sektor pertambangan.
Salah satu perusahaan yang tengah menjadi sorotan adalah PT Pamapersada Nusantara (PAMA), anak usaha Astra yang bergerak di bidang jasa kontraktor pertambangan.
Dugaan sementara mengarah pada kemungkinan pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) hasil tata kelola bermasalah tersebut dalam mendukung operasional pertambangan mereka di berbagai lokasi, termasuk di wilayah Sumatera Selatan.
Pekan lalu, penyidik Kejagung memeriksa dua pejabat dari perusahaan swasta, yakni AW, Assistant Manager Procurement Department PT Pamapersada Nusantara Group, dan GI, Advisor to CPO PT Berau Coal.
Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya menelusuri aliran distribusi BBM dan kemungkinan keterlibatan perusahaan dalam skema yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Selain itu, Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Indonesia, HG, juga turut diperiksa sebagai saksi bersama sepuluh orang lainnya oleh Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Senin (28/4).
"Untuk GI dan AW dimintai keterangan pada Selasa (22/4). Sementara HG diperiksa pada Senin (28/4) kemarin. Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan (para tersangka) dalam perkara dimaksud," ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.
Menurut Kejagung, keterlibatan pihak swasta dalam kasus ini penting untuk diusut secara tuntas guna mengetahui seberapa jauh peran mereka dalam praktik penyimpangan distribusi maupun penggunaan BBM, yang semestinya dikelola dengan prinsip tata kelola yang transparan dan akuntabel.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dari unsur Pertamina dan mitra usahanya terkait kasus ini.
Mereka berasal dari berbagai subholding dan perusahaan rekanan, termasuk PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, yang disebut turut terlibat dalam manipulasi distribusi dan perdagangan produk kilang Pertamina periode 2018–2023.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Project Manager (PM) PAMA SSBA, Victorinus Setyawan Catur Atmojo beserta PM PAMA MTBU Yudhi Mustari belum memberikan jawaban terkait dugaan tersebut.
Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, M Yansuri, menilai persoalan ini tak bisa dilepaskan dari lemahnya pengawasan terhadap aktivitas tambang swasta yang beroperasi di wilayah tersebut.
Menurutnya temuan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penyidikan kasus korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina, memunculkan dugaan lebih dalam terkait penyalahgunaan bahan bakar bersubsidi untuk operasional tambang ilegal di daerah.
"Banyak perusahaan yang izinnya diduga bermasalah. Bisa jadi perusahaan ini memanfaatkan BBM hasil distribusi bermasalah juga guna mendukung aktivitas tambang di berbagai daerah yang bermasalah," katanya.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan, dugaan pelanggaran ini sulit ditindak jika tidak didukung oleh payung hukum yang kuat. Ia menyebutkan banyak pihak swasta berani melanggar aturan karena merasa memiliki “beking”.
Ia juga menyoroti perbedaan perlakuan antara BUMN dan perusahaan swasta dalam aktivitas pertambangan. Menurutnya, BUMN cenderung lebih patuh terhadap regulasi nasional, sementara pihak swasta kerap terlibat dalam pelanggaran.
"Untuk swasta ini harus betul-betul dipertimbangkan karena sering tabrakan (melanggar aturan). Kalau tidak kuat secara payung hukum, kita di lapangan bisa celaka. Biasanya, yang berani itu karena ada beking-nya," pungkasnya. (*TIM)
- Pansus DPRD Sumsel Desak Pemprov Validasi Data Perkebunan Sawit
- DPRD Sumsel Desak Gubernur Kaji Ulang Kegiatan di Buffalo Center Rambutan
- Ribuan Buruh Sumsel Kepung DPRD, Tuntut Penetapan UMSP dan Evaluasi Pengawas Tenaga Kerja