Outstanding Pembiayaan Pinjol Tumbuh Hingga 87 Persen

ilustrasi/net
ilustrasi/net

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perkembangan sektor keuangan di Indonesia tetap stabil terjaga dengan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan yang terus meningkat. Meski di tengah meningkatnya ketidakpastian global.


Salah satunya yakni outstanding pembiayaan Fintech P2P Lending atau Pinjaman Online (Pinjol) per Apil yang tumbuh sebesar 87,7 persen.

Dikutip dari keterangan resmi OJK, Data per April menunjukkan kredit perbankan tumbuh sebesar 9,10 persen yoy atau 3,69 persen ytd meningkat signifikan dari bulan Maret yang tumbuh 6,67 persen yoy. Secara sektoral, kredit sektor pertambangan dan manufaktur mencatatkan kenaikan terbesar secara mtm masing-masing sebesar Rp21,5 triliun dan Rp20,8 triliun. Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 10,11 persen yoy atau 0,08 persen ytd.

Industri asuransi mencatatkan penghimpunan premi asuransi pada April 2022 sebesar Rp21,8 triliun dengan rincian Asuransi Jiwa sebesar Rp8,6 triliun, Asuransi Umum dan Reasuransi sebesar Rp13,2 triliun. Fintech P2P lending pada April 2022 mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp38,68 triliun atau tumbuh sebesar 87,7 persen yoy. Piutang perusahaan pembiayaan pada April 2022 tumbuh sebesar 4,51 persen yoy.

Di pasar modal, hingga 24 Mei 2022, jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten mencapai 79 dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp100,1 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 23 diantaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 105 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp68,67 triliun.

Peningkatan kinerja intermediasi tersebut terjadi di tengah perekonomian global yang masih menghadapi tekanan inflasi yang persisten tinggi dan telah mendorong pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif oleh mayoritas bank sentral dunia.

Konflik Rusia-Ukraina serta terganggunya global supply chain akibat lockdown di Tiongkok terus mendorong kenaikan harga komoditas terutama energi dan pangan. Kenaikan inflasi yang diikuti oleh pengetatan kebijakan moneter global telah meningkatkan potensi terjadinya hard landing sehingga meningkatkan volatilitas di pasar keuangan global dan terjadinya outflow dari pasar keuangan emerging markets.

Namun demikian, kinerja perekonomian domestik masih terjaga terlihat dari rilis PDB triwulan I-2022 yang terpantau sebesar 5,01 persen yoy diikuti dengan peningkatan kinerja mayoritas perusahaan publik di periode yang sama.

Indikator ekonomi high frequency juga terpantau masih positif, mengindikasikan berlanjutnya pemulihan ekonomi. Selain itu, Pemerintah juga telah menaikkan anggaran subsidi energi menjadi Rp443,6 triliun, terbesar sepanjang sejarah. Namun demikian, perlu dicermati tren kenaikan inflasi domestik dan dampak pelarangan ekspor CPO terhadap kinerja neraca perdagangan di bulan Mei 2022.

Di tengah perkembangan tersebut, pasar keuangan domestik secara umum bergerak volatile sejalan dengan pelemahan pasar keuangan global seiring aksi risk off investor. Hingga 20 Mei 2022, IHSG tercatat melemah sebesar 4,3 persen mtd ke level 6.918, sejalan dengan aliran dana nonresiden yang tercatat outflow sebesar Rp9,23 triliun mtd.

Pasar SBN secara mtd juga terpantau melemah dengan rerata yield SBN naik 42,5 bps di seluruh tenor sejalan dengan outflow SBN investor nonresiden sebesar Rp37,81 triliun mtd. Sepanjang bulan Mei 2022, total net outflow nonresiden di IHSG dan pasar SBN adalah sebesar Rp47,04 triliun.