Menyelami Dugaan Korupsi PNBP Sektor Pertambangan di Sumsel, Ada Keterlibatan Inspektur Tambang?

Salah satu areal pertambangan yang ada di Sumsel. (ist/rmolsumsel.id)
Salah satu areal pertambangan yang ada di Sumsel. (ist/rmolsumsel.id)

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menyoroti keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mendadak memutasi Koordinator Pengawas Operasi Produksi dan Pemasaran Batubara Direktorat Jenderal Minerba Dodik Aryanto, untuk ditempatkan di Dewan Energi Nasional (DEN).


Pasalnya, pemindahan Dodik Aryanto dilakukan saat Direktorat Jenderal Minerba (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM tengah disorot soal dugaan korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 9,3 Triliun dari manipulasi pengapalan hasil penjualan ilegal batubara untuk tujuan ekspor di Kalimantan Timur atas nama PT MHU.

"Ada apa dengan mutasi ini?," kata Yusri belum lama ini. Menurut Yusri, nama Dodik Aryanto mirip dengan inisial DA yang disebut oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman di sejumlah media.

Inisial DA yang disebut Boyamin merupakan orang yang diduga sebagai operator untuk memanipulasi realisasi ekspor batubara PT MHU tersebut. Dugaan manipulasi tersebut membuat perbedaan data ekspor batubara sekitar 8 juta metrik ton dari Rencana Kerja Anggaran Biaya yang telah disetujui Direktorat Pengusahaan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba, yang saat itu Ir Sujatmiko masih menjabat sebagai direkturnya. Ir Sujatmiko sendiri telah dimutasi terlebih dahulu pada Januari lalu.

"Berdasarkan laporan MAKI, modus operandinya itu seolah jenis transaksi dari penjualan yang tidak dilaporkan pada sistem MOMI masih dalam status provisional atau belum final," katanya.

Lebih lanjut, Yusri memberikan rincian dari penelusuran MAKI mengenai dugaan persekongkolan antara PT MHU dengan DA yang merupakan pejabat di lingkungan Ditjen Minerba. Caranya yakni dengan menghapus dan atau merubah dan atau memakai kembali kuota RKAB, LHV, NTPN dan COA yang terdapat dalam Modul Verifikasi Penjualan (MVP) milik Ditjen Minerba yang sudah terpakai dengan jumlah sesuai yang dikehendaki.

Praktik tersebut bisa dilakukan lantaran DA sendiri merupakan penanggungjawab pengelola admin MOMS (Minerba Online Monitoring System) dan IT pada Ditjen Minerba. Sedangkan untuk modus operandi realisasi ekspor batubara, yaitu dengan melakukan penghapusan data di SIMPONI, yaitu sistem online terkait kewajiban setor PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sesuai kualitas dan harga jual batubara saat itu.

Menurutnya, penelusuran alat bukti bisa dilakukan dengan meminta klarifikasi keterangan pejabat terkait, termasuk menelisik data di Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) dan data di Bea Cukai setempat. “Adapun pejabat yang harus diminta keterangannya selain Dirjen Ridwan Djamaludin dan Sesditjen Minerba tahun 2021 Herry Nurjaman,” kata Yusri.

Selain itu, keterangan dari sejumlah pejabat di lingkungan Ditjen Minerba juga diperlukan. Seperti Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara yang saat itu masih dijabat oleh Muhammad A Wafid. Kemudian, Koordinator Pengawasan Penerimaan PNBP Dr Ing Tri Winarno yang sejak 9 Agustus 2022 telah dilantik Menteri ESDM untuk menjabat sebagai Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba.

 “Proses penyelidikan ini sangat diperlukan untuk menghidari kesan mutasi pejabat Ditjen Minerba ke DEN itu hanya untuk menepis isu dengan mengorbankan bawahan saja, sekaligus menepis isu adanya irisan jaringan Satgasus bermain dengan oknum penegak hukum dan elit politik terkait dugaan korupsi PNBP dari hasil ekspor ilegal batubara PT MHU di Ditjen Minerba,” kata Yusri.

Deputi K-MAKI Sumsel, Fery Kurniawan. (dok/rmolsumsel.id) 

Korupsi PNBP Juga Terjadi di Sumsel

Praktik perubahan RKAB yang diungkap Ketua MAKI tersebut terindikasi juga terjadi di beberapa IUP yang ada di Sumsel. Dimana rencana produksi dalam RKAB melampaui rencana FS yang telah disetujui.

Seperti yang telah diberitakan Kantor Berita RMOLSumsel beberapa waktu lalu. Aktivis lingkungan Kawali Sumsel bersama tim telah mengungkap modus penggelembungan jumlah lapisan tanah penutup batubara, Overburden (OB). Jumlah OB yang tinggi ini, mempengaruhi biaya produksi perusahaan serta bagi hasil penjualan batubara pada negara (korupsi PNBP).

Terdapat perbedaan signifikan dalam jumlahnya, antara dokumen FS, dokumen RKAB, sampai laporan realisasi perusahaan yang pada kenyataannya diketahui oleh pihak terkait, yakni Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Kawali Sumsel menduga ada kongkalikong dalam proses ini.

"Kami mencurigai adanya permainan, ketika revisi dilakukan pada 2018, sementara operasi dimulai sekitar 2010-2011. Lalu, seperti apa persetujuan awal, kemudian bagaimana bisa revisi disetujui, tapi kemudian masih terdapat perbedaan realisasi," kata Ketua Kawali Sumsel Chandra Anugerah kepada RMOLSumsel saat itu. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/bongkar-mega-skandal-musi-prima-coal-dan-lematang-coal-lestari-gelembungkan-jumlah-overburden-dan-timbun-faba-bernilai-ratusan-miliar).

Menanggapi hal ini, Deputi K-MAKI Sumsel Fery Kurniawan mengatakan, modus persekongkolan antara pejabat pemerintah dan perusahaan menjadi sesuatu yang lumrah terjadi di Indonesia. Sebab, perusahaan tidak bisa berdiri sendiri melakukan perubahan laporan ataupun upaya curang lainnya tanpa bekerja sama dengan pejabat pengawas di lingkungan pemerintahan.

Seperti modus perubahan dokumen RKAB, FS maupun laporan realisasi perusahaan pemegang IUP. Menurutnya, hal itu turut melibatkan pejabat pengawas kegiatan pertambangan yang ada di daerah. Dalam hal ini Inspektur Tambang Penempatan Sumsel.

"Sebab, untuk mengetahui laporan yang dibuat perusahaan itu benar atau hanya manipulasi sangat mudah. Tinggal dilihat biayanya wajar atau tidak. Kalau memang laporan itu diperiksa secara serius, tentu akan ditemukan masalahnya. Namun, karena sudah ada permainan, laporan yang dibuat bisa lolos begitu saja," kata Fery saat dibincangi, Rabu (5/10).

Dia mengatakan, dalam kegiatan pertambangan, dokumen RKAB, FS dan laporan realisasi perusahaan pemegang IUP menjadi instrumen yang penting untuk menentukan besaran royalti serta pajak yang akan disetorkan ke negara. Penggelembungan biaya operasi membuat keuntungan perusahaan akan berkurang. Sehingga, setoran ke negara menjadi lebih kecil.

"Modus seperti ini sudah banyak ditemukan. Kalau memang mau dan ada niat dari pemerintah, lakukan audit investigatif secara menyeluruh untuk melihat kewajaran dari biaya operasionalnya. Nanti akan terlihat kalau ada penggelembungan," ucapnya.

Menurutnya, praktik perubahan dokumen sebenarnya sudah menjadi modus lama yang dilakukan oleh pemegang IUP di Sumsel. Baik oleh perusahaan yang berlabel Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ataupun yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hanya saja, praktik seperti ini sedikit yang mengetahuinya.

"Tidak seluruh masyarakat paham mengenai hal itu. Akses mereka untuk mendapat dokumen laporan itu juga tidak terlalu bebas. Sehingga hanya sedikit aduan mengenai masalah ini," terangnya.

Fery mendorong aparat penegak hukum (APH) untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap seluruh pihak yang terlibat dalam sistem pelaporan tersebut. Dia menyarankan APH masuk melalui permintaan audit investigatif kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dari hasil audit investigatif BPKP inilah nantinya dapat terlihat perbedaan antara dokumen RKAB, FS dan realisasi perusahaan tersebut.

"Kalau dari modus yang sering kami temui, ada upaya penggelembungan biaya produksi yang bisa mengurangi setoran ke negara hingga 30 persen dari yang harusnya ditetapkan," ucapnya.

Dari penelusuran itu, APH bisa menangkap orang-orang yang terlibat. Mulai dari oknum perusahaan hingga pejabat pengawas di lingkungan pemerintahan. Dalam hal ini Koordinator Inspektur Tambang (KorIT) Penempatan Sumsel yang diduga telah menyalahgunakan kewenangannya karena meloloskan pemeriksaan dokumen yang bermasalah tersebut.

"Perannya selaku pengawas tidak dijalankan karena diduga telah jadi persekongkolan dan ini harus diselidiki," tandasnya.