Ini Penjelasan BPOM Seputar Penggunaan Ivermectin pada Pasien Covid-19

Ivermax 12 (Ivermectin merek dagang PT Harsen Laboratories). (Net/rmolsumsel.id)
Ivermax 12 (Ivermectin merek dagang PT Harsen Laboratories). (Net/rmolsumsel.id)

Belakangan ramai beredar kabar di media sosial mengenai Ivermectin yang dikonsumsi untuk mengatasi Covid-19 dengan berbagai narasi. Untuk itu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan RI merasa perlu meluruskan informasi yang beredar luas.


BPOM dan Kemenkes RI memang telah memberikan lampu hijau untuk pelaksanaan uji klinis atas Ivermectin untuk pengobatan pada pasien Covid-19. Meski begitu, penggunaan Ivermectin pada pasien Covid-19 tidak bisa dilakukan sembarangan.

Kepala BPOM, Penny Lukito menjelaskan, bahwa saat ini, izin edar yang diberikan bagi Ivermectin adalah sebagai obat cacing dan tergolong obat keras.

Namun Penny menekankan, terkait penggunaan Ivermectin dalam kasus Covid-19 harus dilakukan melalui uji klinis. Sedangkan penggunaan Ivermectin di luar skema uji klinis bisa saja dilakukan, namun harus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan diagnosa oleh dokter.

“Dan jika dokter bermaksud memberikan Ivermectin kepada pasien, maka penggunaannya harus menggunaan protokol uji klinis yang disetujui. Dokter harus informasikan kepada pasien risikonya dan bagaimana penggunaan dari Ivermectin,” ujar Penny dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat sore (2/7).

Penny juga menggarisbawahi komitmen BPOM untuk menjaga agar industri farmasi yang memproduksi dan mengedarkan Ivermectin memenuhi regulasi dan ketentuan yang berlaku. Tujuannya tidak lain adalah agar obat yang diproduksi bisa terjamin mutu, keamanan dan khasiatnya.

Terkait dengan hal tersebut, Penny meluruskan sejumlah kabar yang tengah berkembang terkait salah satu produsen Ivermectin, yakni PT Harsen Laboratories.

Menurut Penny, pihaknya melakukan pemblokiran pabrik pembuat Ivermectin yakni PT Harsen tersebut karena ditemukan sejumlah pelanggaran.

“Untuk meluruskan berita, perlu kami sampaikan bahwa kami sudah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan pembuatan Ivermectin produksi PT Harsen dengan nama dagang Ivermax 12. Tahap-tahap pembinaan kami lakukan melalui inspeksi, komunikasi, BAP, berita acara sudah disampaikan, juga tahapan-tahapan perbaikan yang harus dilakukan serta pemanggilan,” jelasnya.

“Namun sampai saat ini belum juga ada niat baik dari PT Harsen untuk memperbaiki pelanggaran-pelanggaran tersebut,” imbuhnya.

Dia menjelaskan setidaknya ada sejumlah aspek yang gagal dipenuhi oleh PT Harsen terkait produksi dan distribusi Ivermectin yang mereka buat. Berikut adalah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan PT Harsen, menurut penjelasan Penny:

  1. Penggunaan bahan baku Ivermectin dengan pemasukan yang tidak melalui jalur resmi. Jadi kategorinya tidak memenuhi ketentuan atau ilegal.
  2. Mendistribusikan obat Ivermax 12 (Ivermectin merek dagang PT Harsen) tidak dalam kemasan siap edar. Ada dus kemasan yang sudah disetujui dalam pemberian izin edar dan ketentuan itu harus diikuti.
  3. Distribusi obat Ivermax 12 tidak melalui jalur distribusi resmi.
  4. Mencantumkan masa kedaluwarsa Ivermax 12 tidak sesuai dengan yang sudah disetujui oleh BPOM, yaitu seharusnya dengan data stabilitas yang diterim BPOM, akan bisa diberikan 12 bulan setelah tanggal produksi, namun justru dicantumkan oleh PT Harsen untuk 2 tahun setelah tanggal produksi.
  5. Mengedarkan obat yang belum dilakukan pemastian dari mutu produknya.
  6. Promosi obat keras hanya boleh dilakukan di forum tenaga kesehatan dan tidak boleh promosi ke mayarakat umum oleh industri farmasi tersebut. Itu adalah suatu pelanggaran.

Dengan temuan sederet pelanggaran tersebut, BPOM pun mengambil langkah tegas demi melindungi masyarakat dan memastikan obat yang sudah diberikan izin edar oleh BPOM didistribusikan di jalur distribusi yang sesuai dengan ketentuan.

“Temuan-temuan tersebut bisa menyebabkan mutu obat menurun atau tidak bisa dipertanggungjawabkan dan ini sangat membahayakan masyarakat,” tegas Penny.