Trimata Benua dan Inspektur Tambang Terkesan Salahkan Korban, Upaya Menghindari Sanksi?

Kepala Inspektur Tambang, Kepala Dinas ESDM Sumsel dan Perwakilan PT Trimata Benua dalam RDP dengan Komisi IV DPRD Sumsel, Jumat (4/3) lalu. (rmolsumsel)
Kepala Inspektur Tambang, Kepala Dinas ESDM Sumsel dan Perwakilan PT Trimata Benua dalam RDP dengan Komisi IV DPRD Sumsel, Jumat (4/3) lalu. (rmolsumsel)

Sebelum ini, DPRD Sumsel menyesalkan pemberian rekomendasi tanpa sanksi atas fatality di areal tambang PT Trimata Benua. Apalagi ditegaskan Ketua Komisi IV, MF Ridho, kelalaian perusahaan sangat terlihat dalam hasil investigasi Kepala Inspektur Tambang (KaIT) Perwakilan Sumsel, Oktarina Anggreyni. 


Berdasarkan fakta yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat pada Jumat (4/3) lalu, sambung Ridho, diketahui korban tewas terlindas dump truk saat bekerja pada malam hari dalam kondisi minim penerangan. 

Apabila berkaca pada rekomendasi diberikan oleh KAIT, yakni poin pertama, perusahaan diminta melakukan sosialisasi mengenai aturan perusahaan terhadap seluruh pekerja tambang; Kedua, PT Trimata Benua dan PT GMT diminta untuk melakukan analisis kebutuhan tower lamp (lampu penerangan) untuk pekerjaan di malam hari serta memenuhi kebutuhannya, maka menurut Ridho selama ini perusahaan tidak memenuhi standar dalam operasionalnya, sehingga wajib disanksi.

Namun, dalam rapat tersebut diungkapkan jika korban tewas karena memakai headset saat bekerja, yang menurut Ridho hal ini terkesan menutupi sebab-akibat kecelakaan, sehingga terkesan menyalahkan korban karena kelalaiannya sendiri.

Hal ini bertentangan dengan fakta berikutnya yang menjadi rekomendasi KAIT yakni pada poin Keenam, PT Trimata Benua, kontraktor dan subkontraktor yang bekerja di IUP PT Trimata Benua diminta untuk merevisi dan mengevaluasi kembali form pengecekan dan perawatan harian (P2H) serta form commissioning yang ada di perusahaan agar kondisi peralatan perusahaan layak beroperasi dan; Ketujuh, PT Trimata Benua serta seluruh kontraktor dan subkontraktor di IUP Produksi diminta untuk melengkapi kebutuhan peralatan serta mengevaluasi dokumen hasil commissioning;

"Jika dianalogikan, buldozer dengan kecepatan dibawah 15 km/jam, tentu ada kesempatan bagi korban untuk menghindar. Atau bagi pengemudi buldozer itu untuk melakukan pengereman sebelum melindas," ujarnya. Sehingga jika didasarkan fakta dari rekomendasi tersebut, kemudian muncul asumsi jika buldozer yang melindas korban Beni, warga Tungkal Ilir itu tidak layak beroperasi atau tidak memiliki pengereman yang cukup. Di sisi lain, kecakapan pengendara buldozer, lanjutnya juga harus dipertanyakan. Hanya saja, baik perusahaan maupun KAIT sampai saat ini menyimpulkan fatality tersebut terjadi karena korban memakai headset. 

"Tentu harus diselidiki lebih lanjut, namun kami mungkin lebih menyarankan operasional ini dibenahi dulu. Takutnya nasib jahat, selama memenuhi rekomendasi ini jika dibiarkan beroperasi akan menambah korban lagi. Sekarang siapa yang bisa memastikan kalau tidak ada kejadian berulang,” terangnya. (*/bersambung).