Soal Proper Biru Bagi Perusak Lingkungan, K-MAKI: Manipulasi Data Bagian dari Korupsi

Sungai Penimur di Kabupaten Muara Enim yang tercemar akibat limbah batubara. (dok/rmolsumsel.id)
Sungai Penimur di Kabupaten Muara Enim yang tercemar akibat limbah batubara. (dok/rmolsumsel.id)

Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Independen (K-MAKI) Sumsel turut bicara terkait pemberian proper biru terhadap perusahaan tambang yang diduga kuat melanggar lingkungan, PT Bara Alam Utama (PT BAU) dan PT Sriwijaya Bara Priharum (PT SBP).


Kepada Kantor Berita RMOLSumsel, Deputi K-MAKI Feri Kurniawan menyebut ada dugaan manipulasi data dalam proses pemberian penilaian terhadap perusahaan ini. Bukan tidak mungkin, manipulasi data juga terjadi dalam penilaian perusahaan lain yang mendapat proper hijau ataupun emas.

"Ini ada akal-akalan dengan memberikan mereka rapor (proper) biru, seharusnya hitam. (Sebab) Ada dugaan gratifikasi dan manipulasi data yang bisa dikatakan penyalahgunakan kewenangan dan korupsi," kata Feri.

Menurut Feri, pengalihan alur sungai tanpa izin secara nyata masuk dalam kategori perusakan lingkungan. Oleh sebab itu, tidak hanya dicabut, Feri juga mendesak perusahaan untuk ditutup operasionalnya sampai permasalahan lingkungan ini diatasi.

"Wajib disetop, perbaiki lingkungan, kalau memang tidak mengikuti aturan jangan ragu untuk ditutup. Sebab lingkungan ini juga berkaitan dengan pemanasan global dan keberlanjutan. Keberlanjutan masyarakat Sumsel, sementara mereka ini perusahaan asing," tambahnya.

Apalagi di sisi lain, perusahaan tambang ini berlomba-lomba mengejar dan mencari cara untuk dapat masuk dalam penilaian proper dari Kementerian LHK yang disinyalir bertujuan untuk bisa menutupi perusakan yang dilakukan terhadap lingkungan di Sumsel.

Seperti misalnya Feri mencontohkan apa yang terjadi di Kabupaten Lahat saat ini. "Coba lihat, produksi kopi menurun, sayuran dan perkebunan masyarakat terus menurun produksi dan kualitasnya, karena operasional perusahaan batubara ini," ungkapnya.

Koordinator dan Deputi K-MAKI Sumsel, Boni Belitong dan Feri Kurniawan

Sedangkan dari sisi pemasukan yang diterima oleh Sumsel yang kemudian seharusnya pula dinikmati oleh masyarakat, seperti jauh panggang dari api. Feri menegaskan bahwa pihaknya mempertanyakan tanggung jawab pihak terkait, Dinas LHP Sumsel, Dinas ESDM, bahkan Kementerian LHK dalam kasus pencemaran lingkungan ini.

Berkaitan dengan apa yang disampaikan Feri, informasi yang dihimpun, pengajuan pemindahan alur sungai yang dilakukan oleh PT BAU berlangsung pada 2021 yang kemudian disetujui dalam pengesahan RKAB oleh Dirjen Minerba Ridwan Jamaluddin persis sehari sebelum pergantian tahun 2022 lalu.

Didalamnya termuat pula rencana produksi sebesar Rp4,9 juta ton dengan pembagian 3,7 juta ton ekspor dan 1,2 ton untuk mencukupi kebutuhan domestik. Yang apabila dikalkulasikan dengan asumsi kurs Rp14.200 untuk USD 1, maka apa yang didapat perusahaan adalah sebesar sebesar Rp5,05 Triliun.

Di sisi lain, dalam dokumen yang sama, PT BAU melampirkan rencana biaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan sebesar USD 1,7 juta, yang apabila dikalkulasikan sebesar Rp 24,5 Miliar, sehingga memunculkan asumsi bahwa aspek lingkungan hanya mengambil bagian dari perusahaan PMA ini sebesar kurang dari satu persen.

Sedangkan polemik terkait Sungai Kungkilan dan PT BAU sendiri, berdasarkan catatan Kantor Berita RMOLSumsel, telah dimulai sejak 2009 silam. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/ada-dugaan-pt-bara-alam-utama-alihkan-fungsi-sungai-kungkilan-tanpa-izin-bbwss).

Hal ini kemudian tidak ditepis oleh perusahaan yang dikonfirmasi Kantor berita RMOLSumsel pada November 2021 lalu. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/bara-alam-utama-akui-perubahan-alur-sungai-kungkilan-tinggal-tunggu-rekomendasi-begini-kata-walhi)

Oleh sebab itulah, K-MAKI Sumsel meminta pengusutan kasus lingkungan ini secara tuntas, berkaitan dengan rusaknya ekosistem di kawasan operasional perusahaan. Sekaligus kompensasi masyarakat dan lingkungan Sumsel kepada perusahaan asing ini.

"Kita bicara tentang hak masyarakat, hilangnya ikan, air bersih, dan tentunya kemungkinan adanya permainan atau penyalahgunaan wewenang dari instansi ataupun oknum dalam kasus ini. Kami akan terus memantau kasus ini," jelas Ferry.

Sebelumnya, Walhi Sumsel kepada Kantor Berita RMOLSumsel juga telah mengungkapkan keraguannya atas penilaian proper biru yang diterima oleh PT BAU dan PT SBP. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/aktivis-lingkungan-ragukan-kinerja-dinas-lhp-sumsel-perusahaan-pelanggar-lingkungan-dapat-proper-biru-kementerian-lhk).

Terbaru, Ketua Komisi IV DPRD Sumsel MF Ridho dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait fatality tambang pada Senin (18/4) kemarin juga sempat menegaskan kepada dinas terkait untuk tidak main-main dalam permasalahan lingkungan dan tambang di Sumsel.