Skema Pungli Tongkang Batu Bara di Sungai Musi Bermodus Kapal Pandu, Diduga Libatkan Oknum Pelindo dan Pemerintah

Ilustrasi/ist
Ilustrasi/ist

Ramainya lalu lalang tongkang batubara di Sungai Musi dimanfaatkan sejumlah oknum untuk menarik keuntungan. 


Belakangan, muncul dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) raksasa yang sistematis dan telah berlangsung selama belasan tahun dari lalu lalang tongkang batu bara di Sungai Musi tersebut. 

Modusnya lewat pengawalan resmi yang melibatkan kapal pandu atau speedboat bertuliskan 'PILOT' milik PT Pelindo Regional 2 Palembang. Temuan tersebut diungkap organisasi masyarakat (Ormas) Garda Prabowo Sumsel. 

Ketua DKD Satgasus Garda Prabowo, Feriyandi mengatakan, layanan kapal pandu tersebut seharusnya digunakan otoritas pengelola pelabuhan untuk melakukan pengawalan kapal yang akan masuk maupun keluar pelabuhan di areal Sungai Musi. 

Namun, keberadaan kapal pandu justru dimanfaatkan untuk mengawal perjalanan kapal tugboat penarik tongkang batu bara yang melintasi Sungai Musi, mulai dari Jembatan Musi 6 hingga Jembatan Ampera.

“Speedboat ‘PILOT’ ini semestinya digunakan untuk pemanduan navigasi oleh otoritas pelabuhan, tapi dalam praktiknya justru menjadi kedok untuk memuluskan perjalanan setiap tongkang batubara yang melintas,” ungkap Ketua DKD Satgasus Garda Prabowo, Feriyandi, Jumat (9/5/2025).

Dari jasa kapal pandu tersebut, setiap tongkang wajib menyetor sejumlah uang kepada oknum pejabat di Pelindo 2 Palembang. Nilainya mencapai sekitar Rp80 juta. Jika dihitung dengan lalu lintas harian tongkang batu bara yang mencapai 20-25 trip per hari, potensi kebocoran mencapai Rp2,4 miliar. 

“Ini kejahatan ekonomi yang sangat sistemik. Kami duga uang itu mengalir tidak hanya ke oknum Pelindo, tapi juga ke jaringan pejabat yang lebih luas,” tegasnya.

Menurut Feriyandi, kapal pandu atau pilot boat secara hukum bertugas membantu navigasi kapal besar agar aman saat masuk dan keluar pelabuhan. Namun, dia menduga fungsi ini dibelokkan menjadi sarana untuk ‘mengawal’ kapal tongkang batu bara. 

"Ini modus legal yang disalahgunakan. Pengawalan dilakukan seolah-olah bagian dari prosedur pemanduan resmi, padahal ada pungutan besar yang tidak tercatat dalam sistem negara," ujar Feriyandi.

Dia mengatakan, terhadap pejabat lainnya di luar Pelindo mencuat lantaran serangkaian insiden tabrakan tongkang yang telah merusak infrastrktur hingga merenggut nyawa di Sungai Musi tak pernah diusut secara terbuka. 

"Pernah tidak diumumkan pembekuan usaha ataupun sanksi lainnya terhadap tongkang yang terlibat insiden? Yang ada hanya proses hukum terhadap nahkoda atau ABK-nya saja. Kami menduga setoran itu juga mengalir ke institusi lainnya untuk memberikan perlindungan," tegasnya. 

Garda Prabowo menyatakan akan segera melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka juga memberikan ultimatum kepada Pelindo Regional 2 Palembang untuk menyampaikan klarifikasi resmi ke publik.

“Kami akan bergerak. Dalam waktu dekat, aksi akan digelar di Palembang dan Jakarta. Kami juga siap menyerahkan dokumen investigasi kepada KPK,” tandas Feriyandi.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pelindo belum memberikan tanggapan atas tudingan tersebut. (*TIM)