Simak, Ini Beda Krisis Ekonomi Sekarang dari Tahun-tahun Lalu

Krisis ekonomi yang mengancam Indonesia belakangan ini diperkirakan akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan krisis ekonomi pada periode sebelumnya.


Begitu dikatakan Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Budi Gunadi Sadikin, yang mengaku pernah mengalami krisis ekonomi besar di Indonesia selama dua dekade. Sehingga, dia mengaku paham bagaimana cara mengatasi dampak krisis yang ditimbulkan.

“Saat krisis ekonomi tahun 1998 krisis, ekonomi tahun 2008 dan krisis ekonomi tahun 2013. Pengalaman saya, untuk krisis ekonomi yang tiga tersebut, penyebabnya adalah krisis keuangan,” ujar Budi dalam acara webinar Forum Merdeka Barat 9 Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan tema ‘Bantuan UMKM, Efektifkah?’, Jumat (4/9/2020).

Budi merinci pada krisis ekonomi tahun 1998 penyebab Indonesia mengalami resesi dikarenakan utang luar negeri yang terlalu besar.

Kemudian, tahun 2008 yang dianggapnya sebagai krisis ekonomi lebih besar dibandingkan 1998 secara global. Namun, di Indonesia dampaknya dirasakan cukup kecil yang disebabkan adanya masalah di Amerika Serikat. Sehingga, berdampak pada likuditas dolar secara global.

“Kemudian di 2013, juga itu terjadi karena dampak likuiditas dolar AS secara global. Oleh karena penarikan mata uang dolar AS oleh Bank Sentral Amerika,” katanya.

Untuk krisis 2020 yang dialaminya sekarang, dirasa sangat berbeda dari krisis sebelumnya. Menurutnya, krisis yang ditimbulkan saat ini akibat dari krisis kesehatan yang mewabah hampir di seluruh negara.

“Kenapa kok krisis kesehatan bisa berdampak sangat besar menjadi krisis ekonomi? Karena krisis kesehatan ini mengharuskan kita di lockdown, lockdown itu mengurangi secara signifikan kontak fisik, padahal kontak fisik itu adalah pilar utama ekonomi di Indonesia,” jelasnya.

“Sehebat apapun kita mencoba mengganti dengan kontak digital atau kontak virtual tetap masih belum seefektif kontak fisik,” imbuhnya.

Menurut dia, ekonomi Indonesia ambruk dikarenakan belum siap menghadapi era digital yang seluruh aktivitas dilakukan secara virtual. Hal itu disebabkan, karena tidak seluruh rakyat Indonesia paham menggunakan layanan digital.

“Sehebat apapun, yang namanya mantri-mantrinya Pak Supari itu secara virtual atau digital, atau zoom-zooman sama kliennya tetap saja harus melakukan kontak fisik. Kalau enggak belum tentu yang namanya mantrinya itu comfortable untuk menyalurkan kredit. Sehebat apapun kita bikin e-commerce tetap saja orang-orang di pelosok Indonesia kalau mau belanja mesti ke pasar,” bebernya.

“Jadi memang belum kita sampai ke sana. Itu akibatnya kenapa terjadi krisis ekonomi,” tandasnya.[ida]