Penolakan Terhadap HNU di Muara Enim Disinyalir Berimbas pada Gerindra?

Ketua DPD Gerindra Kartika Sandra Desi memberikan KTA kepada Nasrun Umar/Foto: Dudi Okskandar
Ketua DPD Gerindra Kartika Sandra Desi memberikan KTA kepada Nasrun Umar/Foto: Dudi Okskandar

Kepindahan H Nasrun Umar, mantan Sekda Sumsel dan Pj Bupati Muara Enim dari Partai Amanat Nasional (PAN) ke Partai Gerindra dinilai bakal berimbas terhadap partai besutan Prabowo Subianto tersebut. 


Langkah politik HNU dinilai hanya mementingkan ambisi pribadinya agar diusung partai politik untuk bertarung demi mendapatkan kursi kepala daerah. 

Pengamat Politik Bagindo Togar mengatakan, HNU hanya mementingkan kepentingan pribadi dengan cara instan. Sikap itulah yang kemungkinan berdampak kerugian pada partai Gerindra yang dengan mudah menerima bergabungnya HNU sebagai kader.

"Terkesan sangat pragmatis dan opurtunis. HNU dengan mudahnya pindah ke lain hati dari PAN ke Gerindra demi ambisi untuk diusung menjadi bakal calon kepala daerah. Sikap tersebut secara tidak langsung menunjukkan tidak ada fungsi tanggung jawab organisatorisnya yang tidak dijalankan secara konsekuen," jelasnya.

Lebih lanjut Bagindo menilai, HNU berpotensi menambah deretan kekecewaan parpol, baik prestasi maupun reputasi. "Secara etik dan non etik sikap kepindahan itu tidak bisa dibenarkan. Imbasnya juga bisa ke parpol, bagaimana jika dirinya tidak terpilih di Pilkada Muara Enim nanti. Apakah Gerindra juga bakal diperlakukan sama seperti PAN," tanya Bagindo.

Mantan Ketua IKA FISIP Universitas Sriwijaya (unsri) itu juga menilai trek rekor HNU saat menjabat PJ Bupati Muara Enim juga tidak terlalu mentereng. Hal itu juga diyakini mempengaruhi elektabilitas HNU saat bertarung di Pilkada Muara Enim pada November mendatang.

"Pastinya masyarakat atau arus bawah itu akan melihat kinerja yang dibuat HNU sebelumnya. Yang jadi pertanyaan sekarang ini prestasinya apa?," tegasnya.

Meskipun HNU memiliki pengalaman memimpin Muara Enim, Bagindo menilai elektabilitas mantan Pj Bupati Muara Enim itu masih kalah dengan calon putra daerah yang saat ini bermunculan. 

"Masih jauh dibanding Shinta, Ramlan Holdan, Edison, Riswandar dan putra daerah lainnya yang sudah lama membangun komunikasi politik dari arus bawah," pungkasnya.