Petani kelapa sawit Abdul Manan (64) dari Dusun I, Desa Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, melaporkan pencemaran limbah yang diakibatkan oleh PT Truba Bara Banyu Enim (TBBE) ke pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, dan Pemerintah Kabupaten Muara Enim. Pencemaran ini diduga menyebabkan kerusakan parah pada kebun kelapa sawit miliknya
- Warga Kembali Jadi Korban Anak Usaha RMK Energy, Kebun Sawit Terendam Limbah Disposal Tambang
- Pencemaran Limbah PT TBBE Anak Usaha RMK Energy (RMKE), Pemkab Muara Enim Desak Inspektur Tambang Bertindak
- Putusan Sidang Anak Usaha RMK Energy Dinilai Tak Tuntas, Pegiat Anti Korupsi: Persekongkolan Jahat!
Baca Juga
Kuasa hukum Abdul Manan, Makmur Maryanto mengatakan pihak perusahaan telah menawarkan kompensasi namun hal itu dinilai tidak sesuai dengan kerugian yang dialami oleh kliennya.
"Kami sudah mengalami kerugian besar sejak kebun sawit kami tercemar. Produksi buah sawit turun drastis dan kami kesulitan memanennya," ungkap Makmur dalam pernyataannya, Kamis (12/9).
Lebih lanjut dia mengatakan, kasus ini berawal dari limbah disposal yang diduga berasal dari kegiatan PT TBBE, sebuah perusahaan tambang batu bara, yang merusak kebun kelapa sawit Abdul Manan.
Dalam laporan yang dikirimkan ke berbagai instansi pada 28 Juni dan 25 Juli 2024, Makmur meminta perlindungan sesuai dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta hukum terkait pencemaran lingkungan.
Pihaknya menuntut perusahaan untuk memberikan kompensasi yang layak, mengembalikan fungsi lahan, serta mengatasi pencemaran. Selain itu, ada dugaan pencemaran Sungai Benaki yang dapat berakibat pada menurunnya kualitas air bersih, serta indikasi bahwa tindakan pencemaran ini mungkin sengaja dilakukan oleh perusahaan.
"Kami menuntut perusahaan memberikan konpensasi atas kerugian serta pengembalian fungsi lahan dan penanggulangan agar tidak terjadi lagi limbah di Kebun tersebut," tegas mantan anggota DPRD Muara Enim ini.
Pihak Abdul Manan juga mengklaim bahwa jarak antara limbah disposal dan kebun mereka lebih dekat dari yang dilaporkan perusahaan. Fakta di lapangan menunjukkan jarak sebenarnya sekitar 13 meter, berbeda dari pernyataan perusahaan yang menyebutkan 50 meter.
Laporan itu juga telah dikirim ke berbagai instansi termasuk Ketua DPR RI, LHK RI, ESDM RI, Kapolri, KPK RI, dan pemerintah daerah. Selain itu pihaknya juga meminta agar inspektur tambang melakukan audit terhadap kegiatan pertambangan PT TBBE, mengingat ada indikasi pelanggaran terhadap UU No 32 Tahun 2009 dan polusi debu yang mempengaruhi pemukiman warga.
"Masalah ini, sudah kami laporkan pada bulan Juni 2024 ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kabupaten Muara Enim dan telah dilakukan verifikasi di lapangan. Namun sampai saat ini belum ada penyelesaian yang berkeadilan dari pihak perusahaan," jelasnya.
Dari pantauan dilapangan, tampak kebun Sawit milik Abdul Manan yang seluas 2 hektar dipenuhi oleh lumpur disposal yang sudah mengering diperkirakan ketebalannya sekitar 15 cm. Ratusan pohon sawit berumur sekitar 7 tahun terlihat daunnya mulai mengering dan akan mati akibat tertimbun disposal tersebut.
- Menuju Kabupaten Layak Anak, Muara Enim Andalkan Kolaborasi Lintas Sektor
- Edane Tampil Memukau di Muara Enim, Terpesona oleh Pindang Baung dan Semangat Musisi Muda
- Muara Enim Kucurkan Rp32,5 Miliar, Bangun Oprit Jembatan di Empat Petulai Dangku