Opini WTP 12 Kali Berturut Jadi Kamuflase Sistem Penganggaran yang Kusut [Bagian Kesepuluh]

Demonstrasi Geemaki di Kejati Sumsel beberapa waktu lalu/ist
Demonstrasi Geemaki di Kejati Sumsel beberapa waktu lalu/ist

Sejumlah temuan BPK RI Perwakilan Sumsel yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2021 seharusnya dapat diartikan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dalam bahasa hukum. 


Hal ini disampaikan oleh Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumsel, Feri Kurniawan kepada Kantor Berita RMOLSumsel beberapa waktu lalu. 

Sebab, Feri menilai penggunaan anggaran negara oleh Pemkot Palembang harus bisa dipertanggungjawabkan dengan cara dikembalikan dan atau apabila Pemkot Palembang tidak mampu, maka bisa ditindaklanjuti dari sisi hukum. 

Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumsel, Feri Kurniawan/ist

"Setiap temuan ini tentunya ada rekomendasi, bahwasanya terjadi kelebihan bayar, tidak dapat dipertanggungjawabkan, volume kurang, dan tidak ada data pendukung. Rekomendasi BPK ini sudah inkrah dan tidak boleh diubah," tegas Feri.

"Jadi, jika memang tidak ada pertanggungjawabannya maka jangan diada-adakan pertanggungjawabannya dan lain sebagainya. Jika memang diminta dikembalikan maka harus dikembalikan," tambahnya.

Aparat Penegak Hukum Diam, Masyarakat Jadi Korban

Temuan berulang dan modus-modus yang muncul dalam penggunaan anggaran negara ini menurut Feri jelas merupakan bagian dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang tentunya akan merugikan rakyat. 

“Seharusnya temuan ini dapat diartikan Aparat Penegak Hukum (APH) secara bahasa hukum,” lanjut Feri, agar masyarakat mendapatkan kepastian mengenai tanggung jawab pemerintah atas penggunaan uang rakyat. 

Namun sampai sejauh ini, Feri mengungkapkan kalau pihaknya belum melihat komitmen serius dari pihak terkait, khususnya aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti laporan-laporan yang muncul dari masyarakat atas kinerja Pemkot Palembang. 

Misalnya dengan pemanggilan, meminta keterangan ataupun meminta data. Sebab, ini semua bisa ditindaklanjuti misalnya saja dari sini bisa mendapat temuan yang lebih besar lagi," kata Feri. 

Rehab ruangan gedung Pemkot Palembang/ist

Kejati Sumsel Bakal Jadikan Laporan BPK Sebagai Langkah Awal Penyelidikan

Secara terpisah, Kasi Penkum Kejati Sumsel, Mohammad Radyan kepada Kantor Berita RMOLSumsel menjelaskan bahwa pihaknya membutuhkan audit insvestigatif sebelum melangkah lebih jauh dalam kasus Pemkot Palembang. 

Hal ini diperlukan guna mengetahui secara mendalam seperti apa dan sebesar apa kerugian negara. “Bisa saja laporan BPK itu jadi langkah awal kita untuk penyelidikan. Namun temuan itu harus dilihat menyeluruh. Dimana letak ketidakwajarannya yang menjadi permasalahan tersebut,” ucap Radyan beberapa waktu lalu. 

Permasalahan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran ini terbuka dan bisa diakses oleh masyarakat, namun sorotan tetap tidak pernah usai.

Seperti diantaranya yang disampaikan pula oleh Kordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumsel, Nunik Handayani. Menurutnya, persoalan ini merupakan persoalan klasik yang cenderung meningkat. 

Baik dari sisi jumlah kerugian negara, maupun modus yang digunakan oleh pejabat dalam dugaan penyelewengan uang rakyat. Hal ini pula menjadi bukti dari lemahnya kontrol, transparansi, perencanaan dan pengelolaan dari si pengguna anggaran. '

Selain itu, kejadian ini terus berulang akibat tidak adanya sanksi yang tegas dari aparatur penegak hukum, kepada para pihak yang telah melanggar kesepakatan kontrak kerjasama proyek pembangunan, yang diduga bermain. 

Padahal apa yang mereka kerjakan (permainkan) sebetulnya bersumber dari dana APBD ataupun yang mengambil keuntungan dari anggaran APBD, sehingga mengakibatkan kerugian pada keuangan negara.

“Jadi tidak ada efek jera bagi yang terlibat didalamnya. Jika ini terus terjadi maka korupsi pasti akan terjadi dan berulang,” tutupnya.

Lemahnya Kepemimpinan, Menciptakan Pengelolaan Amburadul

Mengutip apa yang disampaikan oleh pengamat Bagindo Togar saat dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel, lemahnya kepemimpinan saat ini di Pemkot Palembang membuat pengelolaan terkesan amburadul.

"Diluar permasalahan anggaran ini, Palembang sudah punya banyak masalah yang sampai saat ini juga belum diselesaikan, misalnya banjir, kemiskinan dan lain sebagainya," ujarnya.

Namun, bukannya mengatasi permasalahan yang muncul secara substansial, Bagindo menilai para pejabat justru cenderung melakukan pencitraan untuk mengesankan telah bekerja dengan maksimal. 

Seharusnya, pejabat mulai dari Wali Kota, Wakil Wali Kota dan Sekda yang kata Bagindo kerap melakukan pencitraan ini mendengar masukan masukan yang muncul dalam setiap permasalahan yang dihadapi Palembang. 

"Sekali lagi, maksimalkan kemampuan pegawai yang dimiliki, dengarkan suara masyarakat, dengarkan masukan ahli untuk bisa menjadikan Palembang lebih baik lagi," jelasnya. 

Berbicara mengenai kepemimpinan, Pemkot Palembang harus bisa lebih proaktif dan serius dalam mengurus masyarakat. Tujuannya, agar wajah Palembang yang merupakan ibu kota Provinsi tidak terlihat carut marut.

"Jadi ketika mereka ini turun (habis masa jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota), ada warisan yang dirasakan oleh masyarakat," katanya. (*tim/bersambung).