Berebut Popularitas di Palembang, Membalut Kampanye dalam Reklame

Baliho Ratu Dewa yang menghiasi sudut kota Palembang/ist
Baliho Ratu Dewa yang menghiasi sudut kota Palembang/ist

Baliho yang menampilkan wajah sejumlah tokoh yang akan maju di Pilwako Palembang mulai bermunculan.


Sebut saja baliho yang menampilkan wajah anggota DPRD Palembang Akbar Alfaro, mantan Wakil Wali Kota Fitrianti Agustinda, Ketua DPC Demokrat Sumsel Yudha Pratomo Mahyuddin sampai yang terbaru, Ketua DPC Gerindra Kota Palembang Prima Salam.

Namun ada pula yang tampak begitu masif terlihat belakangan ini, yakni baliho yang menampilkan wajah Pj Wali Kota Ratu Dewa yang disebut sebagai kandidat paling potensial untuk menjadi definitif. Bukan tanpa alasan, sebab apabila melansir hasil sejumlah survey yang telah dimulai sejak Januari sampai awal Maret 2024 lalu, Ratu Dewa berada di urutan teratas.

Ratu Dewa makin sering tampil di kegiatan yang melibatkan banyak orang. Meskipun dalam beberapa kesempatan, Ketua ISNU Kota Palembang ini masih malu-malu, tapi secara gestur keinginannya untuk maju tak bisa ditutupi. Belum lagi dukungan yang diterimanya dari partai maupun tokoh partai di Sumsel, Ratu Dewa seakan tak terbendung.

Walaupun demikian, Ratu Dewa sebetulnya harus mengundurkan diri sebagai Pj Wali Kota dan Sekda Kota Palembang jika betul-betul ingin maju di Pilwako mendatang. Di sisi lain, masifnya baliho berwajah Ratu Dewa di berbagai sudut kota ini justru dipertanyakan oleh Deputi K-MAKI Sumsel Feri Kurniawan.

Menurutnya, jika Ratu Dewa mengungkapkan akan fokus terhadap jabatannya sebagai Pj Wali Kota dan tidak akan maju dalam Pilwako mendatang, maka tidak ada urgensinya untuk menebar baliho di berbagai sudut kota. Sebab setidaknya menurut Feri ada tiga hal yang harus menjadi perhatian oleh masyarakat.

Pertama, seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah mengenai urgensi dan konten dalam baliho tersebut. Menurut Feri tidak ada kaitan signifikan antara narasi yang muncul dalam baliho tersebut dengan programnya sebagai Pj Wali Kota dan justru terkesan ada muatan politis (kampanye) di dalamnya.

Kedua, sambung Feri adalah mengenai penganggaran dalam pemasangan baliho tersebut, yang dinilai menggerus APBD untuk publikasi atau dianggapnya sebagai hal yang tidak langsung menyentuh masyarakat. Ketiga, adalah hal yang lebih parah, ketika pemasangan baliho itu ternyata tidak dilakukan oleh dinas terkait, atau menggunakan APBD.

"Maka akan muncul berbagai asumsi misalnya Ratu Dewa bisa dianggap sudah menerima gratifikasi, atau bahkan menekan pemilik reklame untuk menjadi bagian dari setting kampanye ini," kata Feri.

Hal inipun mengindikasikan perilaku koruptif yang dilakukan oleh pejabat negara, sehingga menurut Feri pemasangan baliho ini harus dijelaskan kepada masyarakat. Menjawab hal ini, Ratu Dewa enggan berkomentar secara spesifik mengenai rencananya maju sebagai Wali Kota Palembang.

Dia menegaskan, jika reklame baik banner maupun bilboard tersebut sebagai bentuk sosialisasi Pemkot Palembang. "Sengaja dibuat lucu dan unik karena menyesuaikan materinya dengan kondisi kekinian sehingga pesan-pesan pembangunan dan pemerintahan lebih mudah dicerna," singkatnya.

Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Ir Feri Kurniawan/ist

Butuh Miliaran Rupiah Setiap Bulan Untuk Muncul di Setiap Sudut Kota

Untuk mengetahui berapa anggaran yang dikeluarkan untuk memasang baliho, tim Kantor Berita RMOLSumsel mengambil sampek pada beberapa titik reklame di kota Palembang.

Mulai dari kawasan Jl Kol H Burlian, sepanjang Jl Basuki Rahmat - Jl R Soekamto, juga videotron yang berada di kawasan Jl Sudirman (Pasar Cinde). Di Jl Basuki Rahmat terdapat satu titik reklame yang berada di depan klinik Prodia memiliki publish rate seharga Rp40 juta untuk kontrak satu bulan.

Sementara dua titik reklame yang berada di depan RM Pagi Sore memiliki publish rate seharga Rp30 juta untuk kontrak satu bulan. Begitu juga di Jl R Soekamto di depan Harper Hotel memiliki publish rate seharga Rp30 juta untuk kontrak satu bulan untuk satu sisi.

Sedangkan empat unit neonbox di perputaran patal yang berada di depan warung Pempek Candy, dihargai Rp22 juta untuk satu bulan. Secara kebetulan, hampir semua titik reklame yang dimiliki oleh perusahaan swasta di lokasi tempat dilakukan penelusuran ini, menampilkan wajah Ratu Dewa dengan berbagai narasi yang unik, bersifat himbauan kepada masyarakat.

Bahkan di luar titik tersebut, masih banyak lagi baliho yang menampilkan wajah Ratu Dewa yang ditaksir memiliki nilai kontrak puluhan juta perbulan, seperti di simpang empat Charitas dan Jl Letkol Iskandar, juga beberapa titik lain di kota Palembang.

Bagi pengamat Bagindo Togar, apa yang dilakukan oleh Ratu Dewa meskipun tidak diakui sebagai upaya pribadi, merupakan bagian dari komunikasi politik.

Secara spesifik, apa yang diharapkan dengan menebar baliho yang berisi wajah Ratu Dewa di berbagai sudut kota palembang ini merupakan upaya menjadikannya sebagai top of mind di tengah masyarakat. "Sebelum ini ada HNU, yang (balihonya) tiba-tiba muncul di berbagai tempat, sekarang giliran Ratu Dewa. Kalau soal pencitraan memang dia (Ratu Dewa) paling jago, bahkan nomor satu di Sumsel," ungkap Bagindo.

Walaupun menurutnya, apa yang sudah dilakukan dan akan dilakukan kedepan belum sebanding dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat.

Sebab selama ini, sosok Ratu Dewa masih tak bisa dilepaskan dari rezim Harnojoyo - Fitrianti Agustinda yang dinilai tidak meninggalkan warisan yang cukup baik bagi warga kota Palembang. Bahkan setelah menjabat sebagai Pj Wali Kota, Bagindo menilai belum ada perubahan signidikan yang dilakukan oleh Ratu Dewa untuk kota Palembang.

"Setelah pasangan itu lengser, banjir masih terjadi di Palembang. Masyarakat masih mengeluh. Hari ini, perbaikan itu masih belum tampak. Apa yang dia tawarkan untuk menyelesaikan permasalahan di kota Palembang?"sambung Bagindo.

Pengamat Politik Bagindo Togar/ist

Palembang Butuh Pemimpin yang Punya Gagasan

Meskipun belum ada pernyataan resmi namun keseriusan Ratu Dewa untuk maju dalam Pilkada sangat nampak banyaknya baliho di berbagai sudut kota Palembang. Hal ini menurut Bagindo merupakan fenomena yang lumrah sebagai salah satu strategi untuk mengenalkan diri kepada masyarakat, membalut kampanye dalam reklame.

Selain Ratu Dewa, ada pula Fitrianti Agustinda, Akbar Alfaro, Yudha Pratomo, Prima Salam, bahkan Charma Afrianto yang akan maju di Pilkada kota Palembang. Hanya saja, dari sederet nama yang muncul ini, menurut Bagindo, tak satupun yang hadir menawarkan gagasan bagi warga kota Palembang.

"Inilah sisi buruk demokrasi era algoritma yang sekarang muncul, calon hanya mengedepankan personal branding alias tebar pesona, tidak ada leadership, gagasan atau ide untuk menjawab masalah masyarakat," tambah Bagindo

Apalagi Ratu Dewa yang saat ini paling berpeluang, berbagai kebijakannya dianggap belum berpihak kepada masyarakat, misalnya mengenai penanganan banjir, utilitas sampai masalah kios Pasar 16 ilir yang baru-baru ini muncul.

"Dari masalah ini kita melihat jika keputusannya sangat tidak tegas dan ambigu. Padahal pemerintah berhak menentukan regulasi sehingga mampu mengintervensi jika terjadi masalah demikian," tegasnya.

Bagindo mengatakan yang saat ini publik menginginkan pemimpin yang memiliki solusi konkrit terhadap masalah, sekaligus merepresentasikan konsep baru pembangunan kota Palembang.

"Tidak ada satupun, semua calon yang muncul hanya mengedepankan baliho dan billboard dengan muatan pencitraan untuk menarik simpati masyarakat. Makanya Pilkada Palembang nanti bagi saya, kurang menarik," jelasnya.