Kota Palembang saat ini mengalami penurunan kualitas udara menjadi tidak sehat akibat meluasnya kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Sumsel.
- Gugatan KLHK Dikabulkan, PT Kosindo Supratama Didenda Rp601 Miliar Akibat Karhutla di OKI
- Lahan Gambut di OKI Kembali Terbakar, Tim Pemadam Kesulitan Mencari Sumber Air
- [Laporan Khusus] Catatan Akhir Tahun 2023, Lemahnya Sistem Pencegahan dan Sanksi Bagi Korporasi Penyebab Karhutla
Baca Juga
Kondisi ini menyebabkan kualitas udara di Palembang semakin menurun. Dalam sepekan terakhir kualitas udara di Palembang masuk level tidak sehat.
Kepala Balai Pengendalian dan Perubahan Iklim KLHK, Ferdian Krisnanto mengatakan penurunan kualitas udara ini terjadi karena masih adanya residu dari kebakaran lahan gambut di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang terus berlanjut dalam sebulan terakhir.
"Dari pengamatan kami wilayah yang paling banyak terbakar di Kabupaten OKI, tepatnya di daerah Pampangan, Tulung Selapan dan Pangkalan Lampam. Kita pastikan asap yang terasa di Palembang itu dari lahan gambut yang terbakar," katanya Ferdian ketika dihubungi RMOLSumsel, Rabu (6/9).

Lebih lanjut dia mengatakan puncak kabut asap terjadi di waktu malam. Terlebih lagi, angin pada malam hari bertiup kencang, sehingga asap akibat kebakaran lahan sangat terasa di Palembang.
"Memang kalau di Palembang itu paling terasa saat malam hari. Hal ini disebabkan arah dan kecepatan angin bertiup yang membawa kabut asap tersebut. Itulah diwaktu malam hingga ke pagi sangat terasa sekali kabut asapnya. Namun setelah siang cenderung berkurang," jelasnya.
Berdasarkan penelusuran di laman sipongi.menlhk.go.id yang diakses pada pukul 15.30 WIB menunjukan arah angin 324 derajat dengan kecepatan mencapai 2 kilometer perjam. Kondisi terjadi fluktuatif dan cenderung meningkat diwaktu malam.
Sebelumnya data dari Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada Sabtu (2/9/2023), konsentrasi partikulat PM 2.5 mencapai angka 229.10 µg/m³ pada pukul 04.00 WIB.
Kemudian, pada pukul 10.00 WIB, konsentrasi partikulat menurun menjadi 55.20 µg/m³. Namun, pada pukul 11.00 WIB, konsentrasi partikulat kembali meningkat menjadi 102.8 µg/m³ dengan status kuning, yang berarti udara sudah dianggap tidak sehat.
Data dari BMKG juga menunjukkan bahwa curah hujan di wilayah Sumatera Selatan terus menurun. Pada periode 21 Agustus hingga 1 September, wilayah Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan Ilir, yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan, tidak mengalami hujan selama lebih dari 20 hari.
Situasi ini merupakan dampak dari El Nino yang telah diumumkan oleh BMKG sejak Maret 2023. El Nino menyebabkan penurunan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia saat memasuki musim kemarau.
"Kita sudah mengetahui data tersebut dan sudah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait kahutla ini. Kami pun sudah bekerja maksimal bahkan teman-teman dilapangan sudah hampir sebulan untuk melakukan pemadaman ini. Makanya kita mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran di dimusim kemarau," pungkasnya.
- Sesar Citarik Diduga Picu Gempa M 4,1 di Bogor, Begini Penjelasan BMKG
- PLN Palembang Tanggapi Cepat Gangguan Listrik Akibat Cuaca Ekstrem
- BMKG Prediksi Kemarau di Sumsel Bertahap Mulai Mei, Masyarakat Diminta Antisipasi Dampak Peralihan Musim