Karhutla Sebabkan Polusi Udara di Palembang Meningkat

Anggota Komisi I DPRD Sumsel, H Budiarto Marsul. (ist/rmolsumsel.id)
Anggota Komisi I DPRD Sumsel, H Budiarto Marsul. (ist/rmolsumsel.id)

Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi di beberapa wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) telah memicu kekhawatiran serius, terutama di kota Palembang.


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumsel menyatakan bahwa dampak dari Karhutla telah membuat kualitas udara di Palembang menjadi sangat buruk dan mengganggu kesehatan serta kualitas hidup masyarakat. Bahkan, asap dari Karhutla sudah masuk ke dalam rumah pada pagi hari.

"Polusi udara ini sangat terasa, hampir seluruh wilayah di kota Palembang merasakannya. Instansi terkait, seperti Dinas Kesehatan, PBK, dan semua instansi lainnya, harus berupaya mengatasi masalah kualitas udara ini karena berdampak pada kesehatan masyarakat," kata anggota Komisi I DPRD Sumsel, H Budiarto Marsul.

Politisi dari Partai Gerindra ini menekankan bahwa dampak buruk kualitas udara ini sangat terasa, terutama bagi anak-anak dan orang dewasa yang memiliki penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Dia juga mengajak seluruh aparat pemerintah untuk bekerja sama dalam menangani polusi udara yang disebabkan oleh Karhutla di kota Palembang.

Sementara itu, Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Sumatera Selatan, Wandayantolis, menjelaskan bahwa penurunan kualitas udara di Palembang disebabkan oleh asap yang mengandung partikel debu dan residu pembakaran dari Karhutla. Asap tersebut berasal dari wilayah timur Palembang, terutama dari Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

"Melihat arah angin, asap berasal dari arah timur wilayah OKI membawa partikel Karhutla. Semakin sering terjadi kebakaran, semakin tebal asap yang terbawa angin," katanya.

Pihaknya telah melakukan pengukuran dengan menggunakan metode pengukuran konsentrasi PM 2.5, yang dapat mendeteksi partikel udara kecil seperti debu yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Kualitas udara di Kota Palembang bahkan telah melampaui nilai ambang batas (NAB) sekitar 60,98 µgram/m3.

Wandayantolis menekankan bahwa kondisi udara yang kering akibat musim kemarau meningkatkan jumlah partikel padat yang masuk ke udara, yang dapat mengganggu kesehatan manusia.

"Paparan jangka pendek PM 2.5 dapat menyebabkan penyakit jantung, paru-paru, bronkitis, dan serangan asma. Dampak kesehatan ini terutama mempengaruhi bayi, anak-anak, dan orang dewasa yang lebih tua," katanya.

Upaya serius diperlukan untuk mengatasi masalah polusi udara yang disebabkan oleh Karhutla, karena dampaknya sangat merugikan bagi kesehatan masyarakat Palembang.