[Laporan Khusus] Catatan Akhir Tahun 2023, Lemahnya Sistem Pencegahan dan Sanksi Bagi Korporasi Penyebab Karhutla

Karhutla yang terjadi di kawasan Desa Sepucuk, Kabupaten OKI. (dok/rmolsumsel.id)
Karhutla yang terjadi di kawasan Desa Sepucuk, Kabupaten OKI. (dok/rmolsumsel.id)

Seperti tahun-tahun sebelumnya, krisis asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali terjadi di 2023. Krisis asap tahun ini bahkan disebut sebagai yang terburuk lantaran dampaknya terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat. 


Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang disampaikan Menteri Siti Nurbaya, jumlah hotspot di Indonesia sepanjang 2023 mencapai 110.665 titik. KLHK mencatat luas karhutla Januari-Oktober 2023 sebesar 994.313,18 Hektare.

Di Sumsel, jumlah hotspot yang terdeteksi mencapai 19.521 titik. Sementara luasan lahan terbakar Januari-Oktober 2023 seluas 109.460 hektare. Kebakaran melanda 60.866 hektare lahan mineral dan 48.594 hektare lahan gambut. 

Jumlah hotspot yang terdeteksi meningkat jika dibandingkan 2019 di tengah kondisi El Nino yang hampir serupa. Titik panas di tahun itu mencapai 17.391 hotspot. Sementara, luas lahan terbakarnya seluas 253.643 hektare. 

Luasan lahan terbakar tersebut diperkirakan melebihi dari data yang disajikan. Seperti yang terungkap dalam kajian Koalisi Masyarakat Sipil Anti Asap Sumatera Selatan 2023. Forum yang terdiri dari 10 organisasi lingkungan ini mengolah dan mengompilasi data Karhutla Provinsi Sumsel dari hasil dijitasi citra satelit landsat-8 bulan Oktober dan November 2023 oleh tim GIS Koalisi. 

Hasil pengolahan data menyebut, Karhutla di Sumsel setidaknya sudah menghanguskan lahan seluas 332.283 hektare. Kebakaran terjadi di 175.063 hektare atau 53 persennya berada di Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) dan juga 35,1 persennya atau 116.548 hektare berada di konsesi perkebunan dan kehutanan.

Penyebab Karhutla Sumsel: Lahan Gambut Mengering Hingga Ketidaktegasan Pemerintah Terhadap Pemilik Konsesi

Kejadian Karhutla di Sumsel sebenarnya bisa diantisipasi apabila terdapat upaya pencegahan dilakukan secara optimal. Dari data luasan lahan yang terbakar, sebagian besar terjadi di lahan gambut. Kebasahan di lahan gambut ini seharusnya dijaga dengan berbagai metode yang telah berhasil diterapkan di beberapa wilayah. 

Temuan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Asap Sumatera Selatan mengungkapkan jika tata kelola air di kawasan gambut buruk. Beberapa titik di kawasan gambut mengalami kering kerontang. Hal ini menjadi sumber bakar yang hingga menyebabkan karhutla yang sulit dipadamkan. 

Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Yuliusman mengatakan, beberapa industri proyek perkebunan maupun HTI juga turut merusak hutan dan gambut. Secara kondisi merusak ekosistem dan bentang alam. Sehingga, ketika kemarau rentan terjadi kebakaran.

"Banyaknya terbakar di wilayah gambut, karena sudah rusak akibat HTI ataupun kelapa sawit. Sumsel lumbung asap, diakibatkan beberapa aktivitas tersebut," ungkapnya

Kondisi itu, kata Yuliusman semakin diperparah dengan ketidaktegasan pemerintah terhadap perusahaan yang tak mampu menjaga lahannya dari Karhutla. Sanksi yang diberikan kepada perusahaan yang lalai hanya bersifat sementara. "Mereka masih bisa menjalankan bisnisnya walaupun terbukti telah menjadi sumber karhutla," ucapnya. 

Sepanjang 2023, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Ditjen Gakkum KLHK) sudah melakukan penyegelan terhadap perusahaan yang lahannya terbakar. Sebanyak 11 lahan perusahaan yang disegel diantaranya Lokasi tersebut, yaitu PT. KS (±25 ha), PT. BKI (±200 ha), PT. SAM (±30 ha), PT. RAJ (±1.000 ha), PT. WAJ (±1.000 ha), PT. LSI (±30 ha), PTPN VII (±86 ha). Lahan lainnya di Desa Kedaton Kab. OKI (±1.200 ha), PT. SAI (±586 ha),PT. TPR (±648 ha) dan PT. BHP (±5.148 ha). 

Sementara data dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Asap Sumatera Selatan menyebutkan terdapat konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang mengalami kebakaran berulang. Beberapa diantaranya, Konsesi HTI SMF Group yang indikasi total terbakar tahun 2023 mencapai luasan +- 29.148 Ha. Berulang di lokasi yang sama saat 2015 mencapai luasan +- 18.948 Ha dan kembali terulang di 2019 seluas +- 7.435 ha. 

Kemudian, konsesi HTI PT PML yang indikasi terbakar di 2023 mencapai luasan +- 6.470 Ha. Berulang di lokasi yang sama saat 2015 seluas +- 4.790 Ha, dan berulang di lokasi yang sama ditahun 2019 seluas 2.113 Ha.

Begitu juga dengan konsesi Perkebunan, terdapat lokasi yang sama terbakar berulang, misalnya; PT WAJ yang terindikasi terbakar di 2023 dengan luasan +- 10.242 Ha. Berulang di lokasi yang sama pada 2015 dengan luasan +- 6.058 Ha, dan berulang di lokasi yang sama ditahun 2019 seluas 435 Ha. 

Ada juga PT BSS dengan luasan indikasi terbakar ditahun 2023 adalah 2.099 Ha. Berulang di lokasi yang sama ditahun 2015 dengan luasan +- 1.146 Ha, dan berulang di lokasi yang sama ditahun 2019 yang luasannya +- 1.402 ha.

Direktur Riset dan Kampanye Hutan Kita Institute (HAKI), Adiosyafri menuturkan, kejadian berulang ini, sangat mengindikasikan kegagalan bagi instansi terkait dan pemegang konsesi izin kehutanan serta perkebunan. 

"Mereka tidak belajar dari tahun sebelumnya. Lahan tidak ditangani dengan baik. Sehingga membuat karhutla kembali berulang di lokasi yang sama," bebernya. 

Ia juga mengkritisi proses pencegahan yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, dana yang dialokasikan untuk pencegahan Karhutla seolah sia-sia. "Karhutla yang berulang patut menimbulkan tanda tanya besar. Karena ini terkait perencanaan dan penanggulangan, dan penegakan hukum, juga alokasi anggaran yang besar untuk pencegahan dan pengendaliannya. Hasilnya tidak signifikan juga patut untuk menjadi perhatian dan evaluasi bersama terutama efektivitas penggunaan anggaran oleh penegak hukum," ucapnya. 

Karhutla Sebabkan ISPU dan ISPA Memburuk

Asap Karhutla menyebabkan kualitas udara di Sumsel khususnya Palembang memburuk. Pada 15 September 2023, angka kualitas Udara Palembang sempat berada di level 233 AQI US, menempati peringkat kualitas udara terparah ke-1 di Indonesia. Angka itu bahkan melebihi tingkat keparahan kualitas udara kota-kota besar se-Dunia. Pada hari yang sama Kota Jakarta dengan 159 AQI US menempati peringkat ke-3 kota besar paling berpolusi, sedangkan kota yang biasanya paling berpolusi ke-1 adalah Dubai yang hanya memiliki nilai indeks 162 AQI US.

Kondisi udara Palembang sudah menunjukkan level tidak sehat dan bahkan sangat tidak sehat semenjak bulan September 2023. Penyebabnya, terindikasi kuat karena Karhutla yang terjadi di kabupaten Ogan Ilir (OI) dan Ogan Komering Ilir (OKI) sebelah Tenggara Kota Palembang, karena arah angin bergerak dari Tenggara.

Kualitas udara dengan kategori Sangat Tidak Sehat (201-300) menurut Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), artinya tingkat mutu udara yang dapat meningkatkan risiko kesehatan pada manusia dan makhluk hidup lainnya, utamanya kelompok rentan anak dan lanjut usia. Polutan utama yang terkandung dalam polusi udara di Palembang adalah PM2.5 dan NO2. 

Situasi tersebut bahkan membuat Pemkot Palembang menerapkan skema belajar online terhadap seluruh siswa SD dan SMP yang ada di Kota Palembang. Beberapa daerah lain juga mengikuti. Seperti OKI dan Prabumulih.  

Dampak kualitas udara buruk menyebabkan angka penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Palembang melonjak tajam. Data Dinas Kesehatan Palembang, jumlah penderita ISPA di bulan Juli mencapai 8.653 penderita. Angkanya meningkat di Agustus yang mencapai 9.367 penderita dan September 10.708 penderita.

Sementara angka penderita ISPA di Sumsel juga ikut mengalami peningkatan. Pada Juli 2023, terdapat 31.000 kasus ISPA yang dilaporkan. Angka ini meningkat menjadi 35.000 kasus pada bulan Agustus. Rata-rata terdapat peningkatan 4.000-5.000 kasus dalam sebulan selama Karhutla berlangsung. 

Butuh Komitmen dan Ketegasan Pemerintah

Bencana asap yang disebabkan Karhutla yang terjadi di Sumsel merupakan bukti buruknya pengawasan terhadap tata kelola, inovasi dan efektivitas penganggaran maupun pengelolaan sumber daya hutan dan lingkungan yang dilakukan pemerintah. Sehingga dibutuhkan sejumlah langkah konkret untuk mencegah kasus tersebut terulang kembali. 

Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Yuliusman mengatakan, pemerintah perlu merubah paradigma pelaku pembakaran hutan sebagai kejahatan biasa. Menurutnya, pemerintah perlu menetapkan pelaku pembakar hutan dan lahan sebagai kejahatan lingkungan luar biasa. 

"Hal ini harus dilakukan oleh pemerintah pusat dengan kebijakan yang bersifat nasional karena sebaran karhutla ada di berbagai provinsi. Kebijakan ini bisa memberikan efek psikologis yang kuat bahwa karhutla tidak bisa dianggap sepele," ungkapnya. 

Yuliusman menuturkan, sanksi tegas jangan hanya diberikan kepada warga ataupun oknum petani yang membuka lahan dengan cara dibakar. Sanksi tegas juga harus diterapkan kepada perusahaan yang tidak mampu menjaga lahannya dari Karhutla. "Bukan hanya penyegelan semata, tapi juga diproses ke pidana penjara atau denda," ucapnya. 

Prioritas pemerintah yang selama ini mengedepankan penanganan ketimbang pencegahan juga sudah harus digeser. "Penguatan harus di pencegahan. Bukan penanganan. Tetapi juga harus tepat sasaran dan program," tandasnya.