Jangan Hanya Bangun Tembok, Restorasi Anak Sungai di Palembang Harusnya Usung Konsep Naturalisasi

Foto bersama narasumber serta peserta diskusi  Relung Forum dengan tema "Menyelami Sungai Musi Dalam Perspektif Kebijakan Pemerintah Untuk Kelestarian Lingkungan Budaya Dan Kesejahteraan Masyarakat", yang digelar Kantor Berita RMOL Sumsel di Istana Adat Kesultanan Palembang. (kenedy/rmolsumsel.id)
Foto bersama narasumber serta peserta diskusi Relung Forum dengan tema "Menyelami Sungai Musi Dalam Perspektif Kebijakan Pemerintah Untuk Kelestarian Lingkungan Budaya Dan Kesejahteraan Masyarakat", yang digelar Kantor Berita RMOL Sumsel di Istana Adat Kesultanan Palembang. (kenedy/rmolsumsel.id)

Kegiatan restorasi yang gencar dilakukan pemerintah Kota Palembang maupun Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) dikritisi sejumlah tokoh dan sejarawan Kota Palembang.


Pasalnya, kegiatan yang dilakukan hanya sebatas membangun tembok di sepanjang jalur sungai. Kegiatan restorasi tidak mengedepankan konsep naturalisasi atau membangun kembali ekosistem yang ada. 

"Kalau hanya ditembok tapi tidak dinaturalisasi tentunya hanya menjadi got. Artinya mengubah sungai menjadi got," ujar Budayawan Palembang, Vebry Al Lintani dalam acara Forum Diskusi dengan tema "Menyelami Sungai Musi Dalam Perspektif Kebijakan Pemerintah Untuk Kelestarian Lingkungan Budaya Dan Kesejahteraan Masyarakat", yang digelar Kantor Berita RMOL Sumsel di Istana Adat Kesultanan Palembang, Kamis (11/8).  

Menurutnya, orientasi pemerintah jangan hanya sebatas pembangunan infrastruktur di sepanjang sungai. Sebab, dari sungailah peradaban masyarakat Sumsel ini berasal. "Ada budaya yang terbentuk di sungai. Jika ini mau dipertahankan, sungai-sungai di Palembang ini harus dinaturalisasi. Bukan hanya tembok-isasi," ungkapnya. 

Pemerintah bersama DPRD Kota Palembang, kata Vebry telah membuat sebuah aturan yang tujuannya untuk melindungi sungai Musi maupun anak-anak sungai yang ada di Palembang. Hanya saja, aturan yang dibuat tak pernah diimplementasikan dengan baik. Terutama dalam hal pemberian sanksi pelanggaran. 

Dia mencontohkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 tahun 2020 atas perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. "Perda ini implementasinya belum berjalan baik," terangnya. 

Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumsel, Farida R Wargadalem mengatakan, Sungai Musi berperan besar dalam perjalanan kehidupan masyarakat Sumsel khususnya Kota Palembang. Bahkan, sejak peradaban Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang tidak lepas dari Sungai Musi.

"Tiada peradaban Sriwijaya dan Kesultanan Palembang tanpa Sungai Musi," katanya saat hadir secara virtual. 

Menurutnya, salah satu permasalahan yang terjadi di Sungai Musi ini disebabkan oleh permasalahan ekonomi. Karena itu, sudah seharusnya pemerintah membuat batasan-batasan serta aturan yang jelas untuk menjaga kelestarian Sungai Musi ini kedepannya.

"Bila Sungai Musi ini sudah tercemar maka ini dapat membuat kita sakit," terangnya.

SMB IV Jayo Wikramo, Sultan Raden Muhammad Fauwaz Diradja menambahkan, jika berbicara soal budaya dari Sungai Musi, Palembang tentunya tercipta karena adanya Sungai Musi atau sungai dengan air tawar.

"Dari peradaban sungai air tawar inilah kemudian berfungsi sebagai kehidupan," katanya.

Dalam peta Palembang asal muasal anak sungai yang bermuara di Kota Palembang ini yaitu Sungai Musi. Artinya, tanpa ada sungai ini peradaban budaya tidak akan hidup. Dari sinilah orang mencari kehidupan, berkembang. Masyarakat mencari ikan yang masih mudah dicari. Bahkan, Sungai Musi ini menjadi transportasi sarana politik pesirah terhubung melalui Sungai Musi.

"Rumah dahulu, bahkan menghadap ke sungai karena memang perekonomian di sungai. Seperti ada gudang kopi di Seberang Ulu yang hanya bisa dilalui melalui Sungai," tandasnya.