Dugaan Manipulasi Hasil RUPS Bank Sumselbabel Naik ke Penyidikan, Tersangka Segera Diumumkan?

Kabareskrim Polri Drs Komjen Wahyu Widada/ist
Kabareskrim Polri Drs Komjen Wahyu Widada/ist

Kasus dugaan manipulasi hasil RUPS Luar Biasa (RUPS-LB) Bank Sumselbabel (BSB) dikabarkan telah masuk ke tahap penyidikan di Bareskrim Polri. 


Setelah melewati serangkaian penyelidikan yang dilakukan di Jakarta dan Palembang beberapa waktu lalu, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipidektsus) Bareskrim Polri akhirnya menerbitkan surat perintah dimulai penyidikan (SPDP) pada 20 Maret 2024 dengan Nomor: SPDP/90/III/RES.2.2/2024/Ditipideksus yang dikirimkan kepada Kepala Kejati Sumsel.

Dari SPDP yang diterbitkan itu, dugaan manipulasi RUPSLB Bank Sumselbabel yang berlangsung di Pangkal Pinang pada 9 Maret 2020 lalu itu, mengarah pada  dugaan terhadap tindak pidana perbankan atau pemalsuan akta otentik atau menutupi tindak pidana yang dilakukan. 

Tersangkanya nanti, berpotensi dijerat pasal 49 ayat (1) dan/atau Pasal 50A dan/atau Pasal 50A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Jo Pasal 264 KUHP dan Pasal 266 KUHP dan Pasal 221 KUHP Jo Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.

"Berkaitan dengan hak tersebut, maka penyidik akan melakukan serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dan apabila telah ditemukan tersangkanya, maka penyidik akan mengirimkan surat penetapan tersangkanya," bunyi petikan SPDP tersebut.

Gedung Bank Sumsel Babel/ist

Segera Tetapkan Tersangka

Dikonfirmasi terpisah, Kejati Sumsel membenarkan telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari Bareskrim Polri terkait kasus dugaan manipulasi RUPSLB Bank Sumselbabel. 

Hal ini diungkapkan oleh Kasi Penkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari, Senin (25/3). Biasanya, tak lama setelah SPDP diterima, tersangka akan segera ditetapkan. "SPDP sudah diterima di Kejati Sumsel, info dari Pidum Kejati Sumsel SPDP kami terima tgl 13 Maret 2024," katanya. 

Perkembangan kasus inipun mendapat respon positif dari pegiat anti korupsi Sumsel. Dukungan muncul dari Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Sumsel, Feri Kurniawan yang juga ikut menyoroti kasus ini. Dengan terbitnya SPDP tersebut pihaknya berharap penyidik segera menetapkan tersangka. 

"Tentunya kami mengapresiasi kinerja aparat penegak hukum dimana kasus ini sebelumnya sudah menjadi sorotan publik di Sumsel. Kami berharap, penyidik juga segera menetapkan tersangka dalam kasus ini, sehingga kasus ini menjadi terang benderang," katanya.

Lebih lanjut dia menambahkan, mereka yang sudah dan akan dipanggil dalam proses penyidikan kasus ini, punya tanggung jawab besar bagi kemajuan Sumsel ke depan. "Siapapun yang terlibat dalam kasus ini harus bertanggung jawab dan ini menjadi kasus terbesar dalam tindak pidana perbankan di Indonesia," jelasnya.

Menurut Feri, kasus dugaan manipulasi akta bank tersebut berpotensi melibatkan pejabat dan orang berpengaruh di Sumsel. Maka tak heran jika penyidik sangat hati-hati dalam mengungkap kasus ini.

"Pasti ada peran oknum dan orang yang berpengaruh sehingga berani merubah akta atau risalah Bank Sumselbabel. Wajar jika pengukapan kasus ini cukup memakan waktu, namun dengan terbitnya SPDP kami yakin tersangka dalam kasus ini akan segera ditetapkan," pungkasnya.

Seperti diketahui kasus tersebut berawal adanya laporan dibuat oleh Mulyadi Mustofa pada 26 Oktober 2023 lalu  merasa dirugikan akibat adanya dugaan aksi pemalsuan dokumen risalah RUPSLB Bank Sumselbabel.

Dalam kasus ini, mantan Gubernur Sumsel Herman Gubernur Sumsel Herman Deru dan Komisaris Bank Sumsel Babel (BSB) Eddy Junaidy yang diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).

Permasalahan kali ini terjadi terhadap Akta Pernyataan Keputusan Rapat, yang selanjutnya disebut (PKR) merupakan hasil dari notulen Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Bank Sumsel Babel (RUPS-LB BSB) yang dituangkan ke dalam akta Notaris sebagai akta Otentik.

Pasalnya, dalam dokumen pembuatan akta RUPS termasuk rekaman pembacaan hasil rapat RUPS atau data elektronik pelengkap data berupa notulen rapat, dimana rekaman audio dan video sesuai surat dekom BSB yang ditandatangani Komut EJ dinyatakan telah dihapus sesuai surat Dekom BSB no.01/Dekom/R/2021 tanggal 29 januari 2021 perihal Permohonan permintaan risalah rapat dan Rekaman RUPS LB tahun 2020 di Pangkal Pinang.

Bahkan disisi lainnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima akta yang diduga palsu secara resmi dari BSB yang di tanda tangani oleh Direktur utama surat no.253/Dir/III/B/2020 tgl. 20 maret 2020 perihal penyampaian laporan Risalah RUPS Bank Sumsel Babel.

Tidak hanya itu saja, adapun juga surat dari BSB yang ditandatangi oleh Dir kepatuhan surat no.97/Dir/III/B/20 tgl.14 juli 2020 perihal penegasan. Bahkan ada lagi surat direksi BSB yg ditujukan ke OJK no.100/Dir/III/R/20 perihal pencalonan komisaris independen.

Karena adanya keberatan atas isi akta yang diduga palsu tersebut dari Ezaldi Rosman Gubernur Bangka Belitung selaku pemegang saham, maka dekom memberikan akta dengan nomor dan tanggal yang sama dengan akta yang diduga palsu tersebut. Tentunya dengan isi yang berbeda, munculah 2 akta dengan nomor dan tanggal yang sama tetapi di halaman tertentu isinya berbeda.

Namun akta isinya berbeda yang diterima Gubernur Babel ini juga diberikan kepada sdr U kepala OJK KR7 dan pejabat OJK KR7 sdri L sehingga OJK pada saat itu telah menerima dan mengetahui adanya 2 akta yang sama tapi isinya berbeda.

Menurut Feri, RUPS LB Bank Sumsel Babel tahun 2020 yang di terima OJK KR 7 Sumsel yang di wakili L dan Kepala KR7 Sumsel U terkesan tidak di lakukan pemeriksaan keabsahannya terlebih dahulu setelah OJK menerima akta lain dengan nomor yang sama tapi isinya berbeda.

Hal inilah yang kemudian menjadi pertanyaan masyarakat, kenapa rekaman otentik dasar hukum pembuatan akta tersebut dihapus dan atas perintah siapa?