Dewan Komisaris PTBA Mengaku Tak Pernah Terima Fisik Dokumen Studi Kelayakan Akuisisi SBS, Kemana Fungsi Pengawasan?

Tiga orang mantan Dewan Komisaris PTBA
Tiga orang mantan Dewan Komisaris PTBA

Pengadilan Tipikor Palembang kembali menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA), melalui anak perusahaan PT Bukit Multi Investama (BMI), Senin (19/1).


Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi. Ketiga saksi itu diantaranya mantan Panglima TNI Laksamana (purn) Agus Suhartono, mantan Kepala Dinas Pertambangan Sumsel, Robert Heri dan Seger Bidarjo. 

Ketiganya merupakan mantan Dewan Komisaris PTBA yang diangkat pada 2013 lalu. Agus menjabat Komisaris Utama sementara Robert dan Seger menjabat Komisaris. Ketiga saksi dicecar pertanyaan oleh JPU terkait proses akuisisi SBS yang diduga bermasalah. 

Dari keterangan ketiganya, terungkap bahwa Dewan Komisaris PTBA saat itu tidak pernah diberikan dokumen fisik studi kelayakan atau feasibility study akuisisi PT SBS. Mereka saat itu hanya menerima paparan dari Dewan Direksi terkait hasil studi kelayakan akuisisi PT SBS. 

"Secara resmi kami tidak menerima laporan fisik feasibility study itu. Kami hanya mengetahuinya dalam paparan Direksi," kata Agus Suhartono menjawab pertanyaan penuntut umum.

Pernyataan Agus juga dikuatkan oleh kedua saksi lainnya yakni Robert Heri dan Seger Budihardjo. "Laporan feasibility study itu yang kami tahu saat dipaparkan saja," tambah dua saksi lainnya.

Ketiganya juga kompak menjawab jika saat diakuisisi, PT SBS masih memiliki utang. Oleh karenanya, proses akuisisi tersebut dapat memberikan suntikan dana bagi perusahaan. 

"Ada hutang tapi saya tidak ingat, yang pasti perusahaan ini memerlukan suntikan dana," kata Agus Suhartono yang juga diamini kedua saksi lainnya.

Hanya saja, kata Agus, proses akuisisi tersebut memberikan dampak positif ke PTBA yakni mengurangi ketergantungan dengan pihak ketiga. 

Sementara, saksi Robert Heri juga mengungkapkan keuntungan yang didapat setelah mengakuisisi PT SBS yakni secara tidak langsung PTBA telah menjalankan UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 terkait menambang, mengangkut dan menjual batubara.

"Kalau sebelumnya PTBA itu hanya menjual saja, dengan adanya PT SBS ini berarti sudah menjalankan perintah UU Minerba Nomor 4 tahun 2009. Selain itu keuntungan lainnya bisa melakukan negoisasi harga dengan pihak ketiga terkait jasa penambangan," kata Robert Heri.

Usai persidangan, JPU Muhammad Riduan mengatakan, keterangan saksi sudah sesuai dengan dakwaan yang ada di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait tidak adanya feasibility study. 

"Sudah jelas keterangan dari ketiga dewan komisaris tadi jika mereka tidak mendapat tidak mendapat feasibility study dari Direksi PTBA. Mereka hanya tahu dari paparan saja," kata Riduan.

Riduan menegaskan, pihaknya akan menggali keterangan saksi lainnya untuk menguatkan dakwaan. "Tentunya persidangan ini masih berproses dan masih ada saksi lainnya. Kita lihat saja nanti, intinya kami tetap pada dakwaan," tegasnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum terdakwa, Gunadi Wibakso mengatakan, keterangan ketiga saksi yang dihadirkan mengungkapkan semua proses akuisisi PT SBS sudah dilakukan dengan sesuai ketentuan yang berlaku termasuk kajian dan feasibility study.

"Semua sudah seusai proses, ada kajian awal dan feasibility study. Kemudian hasil itu disepakati semua direksi dan disetujui Dewan Komisaris," jelasnya.

Keterangan ketiga saksi juga menguatkan bukti jika akuisisi PT SBS memberikan keuntungan berupa penghematan biaya jasa kontraktor. PTBA saat itu tidak memiliki nilai tawar dalam menetapkan tarif kontraktor pertambangan. 

"Manfaat yang dihasilkan dari akuisi PT SBS. Selain mampu penghematan dengan menekan biaya produksi dan melepas ketergantungan dari kontraktor lainnya, seperti yang dijelaskan saksi di persidangan tadi," katanya.

Gunadi juga beranggapan, keterangan para saksi yang hadir sejauh ini telah mementahkan dakwaan JPU yang menyebut adanya kerugian negara dalam proses akuisisi tersebut. 

"Kami tetap mempermasalahkan kerugian negara yang disebut dalam dakwaan. Bagaimana bisa dikatakan merugi kalau PTBA mendapat untung dari proses akuisisi tersebut," tandasnya. 

Dewan Komisaris Dinilai Tak Jalankan Fungsi Pengawasan 

Pengakuan Dewan Komisaris PTBA yang menyebut tidak diberikan dokumen fisik studi kelayakan akuisisi PT SBS oleh direksi menimbulkan tanda tanya. 

Pasalnya, Dewan Komisaris yang punya fungsi pengawasan seharusnya memiliki kewenangan dalam mengakses dokumen serta surat perusahaan.

Seperti yang dijabarkan dalam dokumen Board Manual yang dilansir dari website perusahaan PTBA. Dewan Komisaris PT Bukit Asam memiliki tugas melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan yang dilakukan oleh Direksi. 

Selain itu, Dewan Komisaris bertugas memberikan nasihat kepada Direksi termasuk pengawasan terhadap Pelaksanaan Rencana, serta ketentuan Anggaran Dasar dan Keputusan RUPS, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksu dan tujuan Perseoran.

Sementara dalam pasal 2 poin a wewenang, Dewan Komisaris memiliki wewenang melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan lain-lain surat berharga dan memeriksa kekayaan Perseroan. 

Lalu, pada poin c, Dewan Komisaris dapat meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat lainnya mengenai segala  persoalan yang menyangkut pengelolaan Perseroan. Lanjut pada poin d, Dewan Komisaris mengetahui segala kebijakan dan tindakan yang telah dan akan dijalankan oleh Direksi.

Sehingga, Dewan Komisaris PTBA sebenarnya dapat meminta dokumen fisik tersebut kepada direksi apabila dirasa ada masalah. "Fungsi pengawasan ini yang kurang berjalan. Atau memang tidak dijalankan. Kalau fungsi pengawasan dilakukan dengan benar, mungkin permasalahan hukum seperti ini tidak perlu terjadi," kata Deputi K-MAKI Sumsel, Feri Kurniawan.

Feri menilai, Dewan Komisaris menjadi benteng terakhir dalam mengevaluasi kinerja direksi yang dirasa berbenturan dengan aturan. "Sehingga, jika ini tidak berjalan, kebijakan yang dijalankan mudah ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan direksi ataupun orang terdekatnya," pungkasnya.