SBS Tidak Pernah Disebut Dalam Rencana Akuisisi, Saksi Juga Ungkap Belum Pernah Beri Deviden ke PTBA

Sejumlah saksi dihadirkan JPU dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi PT SBS oleh PTBA melalui anak usahanya PT BMI di Pengadilan Negeri Palembang. (ist/rmolsumsel.id)
Sejumlah saksi dihadirkan JPU dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi PT SBS oleh PTBA melalui anak usahanya PT BMI di Pengadilan Negeri Palembang. (ist/rmolsumsel.id)

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi akuisisi PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melalui anak usahanya PT Bukit Multi Investama (BMI) digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (15/1). 


Dalam sidang itu terungkap, sejak diakuisisi pada 2015 lalu, PT SBS ternyata belum pernah sekalipun membagikan deviden atau keuntungan bagi induk usahanya. Seperti disampaikan oleh saksi Zulfikar Azhar yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), bersama dua orang lain yang sama-sama mantan anggota tim akuisisi PT SBS, yakni Julismi dan Dede Kurniawan. 

"Karena ekuitasnya masih negatif, hingga tahun 2022 belum dilakukan pembagian dividen. Dalam aturan, pembagian dividen tidak bisa dilakukan jika keuangan perusahaan masih negatif. Sebab syarat pembagian dividen itu kondisi ekuitasnya harus positif," jelas Zulfikar saat dicecar pertanyaan oleh jaksa Riniyati Karnasih.

Baru pada September 2023, menurut Zulfikar kinerja laporan keuangan perusahaan berangsur membaik. "Sebab, di tahun itu, keuntungan perusahaan sudah mencapai Rp101 miliar," kata Manajer Akuntan PTBA ini. Zulfikar juga menjelaskan bahwa proses dan rencana akuisisi anak usaha sudah tercantum dalam Rancangan Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Anggaran Keuangan Perusahaan (RKAP) PTBA. Namun diakuinya, bahwa akuisisi itu tidak menyebutkan akan menyasar PT SBS. "Tidak disebutkan secara spesifik (akuisisi SBS)," katanya. 

Jaksa terus mencecar saksi berikutnya yakni Dede Kurniawan, dengan lebih menitikberatkan pertanyaan terhadap proses terjadinya akuisisi. Diterangkan Dede, proses akuisisi PT SBS didapat setelah dilakukan kajian dari konsultan yang ditunjuk yakni Bahana Sekuritas.

"Kajian itu kami dapatkan dari konsultan dalam hal ini Bahana Sekuritas. Setelah itu kami lakukan pengumpulan dokumen legal dan perizinan terkait akuisisi saham. Sebelumnya juga dijelaskan dalam RJPP ada pengembangan usaha salah satunya bisnis penambahan dalam hal akuisisi perusahaan," katanya. Lantas, kenapa PT SBS yang diakuisisi?

Dede menjawab bahwa hal ini berkaitan dengan strategi untuk menekan biaya produksi di bidang kontraktor jasa penambangan. "Memang tidak dijelaskan secara spesifik perusahaan mana yang akan di akuisisi (PT SBS). Tujuannya tentu untuk menguntungkan PTBA dalam melakukan produksi batubara yang selama ini tergantung dengan kontraktor pihak ketiga," paparnya. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/kuasa-hukum-ungkap-satria-bahana-sarana-sengaja-dilemahkan-ada-pamapersada-nusantara-pama-dibaliknya)

Apalagi seperti disampaikan oleh saksi berikutnya Julismi, yang merupakan mantan anggota Tim Akuisisi Bidang Pemeriksaan Alat Berat. Saat diakuisisi itu, menurutnya kondisi teknis peralatan yang dimiliki PT SBS masih layak operasi dalam skenario produksi.

Meskipun berikutnya, tim tersebut juga mengusulkan untuk melakukan revitalisasi (perbaikan) alat berat sebesar Rp35 miliar. "Kami pastikan kondisi peralatan riil dan pada tahun 2014, kami periksa ada 154 alat berat. Saat itu kami usulkan angka revitalisasi jika dilakukan perbaikan maka total anggarannya Rp35 miliar," katanya.

Sementara itu, Kuasa Hukum, Gunadi Wibakso menyebut, keseluruhan proses akuisisi saham telah sesuai dengan aturan. "Sudah dijelaskan dalam persidangan ketiga saksi telah menjelaskan secara rinci. Masing-masing telah menjelaskan sesuai bidangnya," kata dia.

Sehingga pihaknya masih mempertanyakan dakwaan JPU yang menyebut terdapat kerugian negara Rp162 miliar yang ditimbulkan akibat akuisisi PT SBS tersebut. "Bagaimana PTBA bisa dikatakan seperti yang ada dalam dakwaan JPU mengalami kerugian jika sampai saat ini tidak ada pemeriksaan keuangan. Kami pun masih mempertanyakan ini, apa dasar penghitungan kerugian negara sampai sekarang kami belum dapatkan," jelasnya usai persidangan.

Untuk diketahui, kasus dugaan korupsi tersebut menyeret lima terdakwa. Yakni Milawarma, Nurtima Tobing, Anung Dre Prasetya, Syaiful Islam dan Radem Tjahyono Imawan. Kelimanya merupakan mantan petinggi PTBA yang terlibat proses akuisisi serta mantan pemilik PT SBS.