Kuasa Hukum Ungkap Satria Bahana Sarana Sengaja Dilemahkan, Ada Pamapersada Nusantara (PAMA) Dibaliknya?

Sejumlah karyawan PT Pamapersada Nusantara. (ist/rmolsumsel.id)
Sejumlah karyawan PT Pamapersada Nusantara. (ist/rmolsumsel.id)

Sejumlah fakta baru terus mengemuka dalam persidangan kasus dugaan korupsi dalam proses akuisisi PT.Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT.Bukit Asam (PTBA) melalui PT.Bukit Multi Investama (BMI) yang dilakukan Januari 2015 lalu. 


Saksi-saksi yang dihadirkan menceritakan kronologi proses akuisisi perusahaan kontraktor pertambangan tersebut. Salah satu yang menyedot perhatian yakni mengenai peran sentral PT.Pamapersada Nusantara (PAMA) sebagai kontraktor yang melakukan kegiatan penambangan di kawasan IUP PT Bukit Asam sejak lama. 

Ketergantungan PTBA dengan PAMA dalam menjalankan proses penambangan sangat besar. Kondisi itu diungkapkan langsung oleh Kuasa Hukum Milawarma cs, Soesilo Aribowo. 

Menurut Soesilo, sebelum PT.BMI mengakuisisi PT.SBS, PTBA sangat bergantung ke PAMA yang merupakan perusahaan jasa kontraktor pertambangan terbesar di Indonesia. Bahkan ketergantungan itu terkesan menyandera karena selama ini, tarif atau harga jasa penambangan ditetapkan PAMA membuat PTBA tidak memiliki posisi tawar. 

"Jadi sebelum ada PT.SBS ini, PTBA sangat bergantung dengan PAMA," kata Soesilo saat jumpa pers dengan wartawan beberapa hari lalu. 

Dilansir dari website perusahaan, PAMA memiliki kerjasama yang erat dengan PTBA sejak 1993 hingga saat ini. PAMA menggarap dua site di dalam IUP PTBA. Yakni site Muara Tiga Besar Utama (MTBU) dan Bangko Tengah. 

Artinya, posisi PAMA sebagai kontraktor tambang di PTBA ini tidak pernah terganggu selama 23 tahun. Barulah, saat akuisisi PT.SBS terealisasi, PAMA tidak lagi menjadi kontraktor tunggal. 

Soesilo menyebut, kehadiran PT.SBS sebagai bagian dari PTBA langsung disambut dengan kontrak kerja pada 2015 sebanyak 50.000 BCM. Tarifnya lebih rendah dari PAMA. 

"Penekanan tarif itu telah dipertimbangkan manajemen PTBA. Ada kerugian yang diderita PT SBS sebesar kurang lebih Rp9 miliar. Namun, mampu menghemat keuangan PTBA sebesar Rp4,4 triliun," kata Soesilo. 

Keberhasilan dengan mengakuisisi PT.SBS itu, tentu menjadi ancaman bisnis bagi PAMA. Manajemen PTBA saat itu berkeinginan untuk meningkatkan porsi mandiri atau swakelola hingga mencapai 60 persen. Secara tidak langsung meninggalkan PAMA.

Bercerita ke belakang, menurut Soesilo keinginan manajemen PTBA itu tercantum dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2009-2012 yang disusun pada 2008. PTBA berkomitmen mencari peluang dan mengembangkan usaha sehingga mampu mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga yaitu jasa kontraktor pertambangan. 

Keinginan itu kembali dikuatkan dalam RJPP tahun 2013-2017. Dewan Komisaris dan Direksi PTBA berkeinginan untuk memiliki perusahaan jasa kontraktor pertambangan sendiri dengan tujuan menekan biaya produksi. 

"Hingga akhirnya, PT SBS diakuisisi. Alasan dibalik akuisisi itu, yakni perusahaan (SBS,red) telah mengantongi IUJP, memiliki alat berat dan SDM yang memadai serta sistem yang telah berjalan," ucapnya. 

Seiring waktu berjalan, Kontrak PT.SBS pada 2015 kembali ditingkatkan pada 2016, dari semula sebanyak 50.000 BCM menjadi 200.000 BCM. "Kontrak pada 2016 itu bahkan membuat PT.SBS mampu mencetak untung sebesar Rp23,7 miliar," kata Soesilo. 

Meski mampu mencetak untung di tahun tersebut, namun PT.SBS juga harus menanggung hutang sebesar Rp600 miliar. Sebab, untuk mengejar target produksi pada tahun itu, PT.SBS membutuhkan banyak alat berat. Hal inilah yang disinyalir menjadi celah bagi PAMA untuk mengganggu bisnis PT.SBS. 

Pinjaman itu didapat PT.SBS dari PT.Komatsu Astra Finance (KAF)yang merupakan perusahaan Joint Venture antara Astra melalui PT.Sedaya Multi Investama (SMI) dan Komatsu melalui PT.Komatsu Indonesia (KI) (50:50). 

KAF bertujuan untuk mendukung penjualan Komatsu dan produk terkait yang dipasarkan oleh PT United Tractors Tbk. (UT), dengan menyediakan solusi pembiayaan.

KAF sendiri memiliki kedekatan kuat dengan PAMA. Keduanya merupakan entitas perusahaan Grup Astra. Lewat kedekatan inilah, disinyalir ada upaya untuk melemahkan pesaingnya yakni PT SBS sebagai perusahaan kontraktor pertambangan di PTBA melalui hutang. 

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, sejumlah pejabat PAMA yang dihubungi Kantor Berita RMOL Sumsel belum memberikan jawaban. Beberapa yang telah dihubungi diantaranya Deputy Project Manager PAMA, Afrizal, Project Manager PAMA Site MTBU, Bayu Setyawan dan CSR Officer, Joko Budi Santoso. Ketiganya masih belum memberikan respons.