Korupsi Akuisisi Anak Usaha, Jaksa Tuntut Mantan Petinggi PTBA 19 Tahun Penjara

Para terdakwa korupsi anak usaha PTBA saat hadir dalam persidangan. (ist/rmolsumsel.id)
Para terdakwa korupsi anak usaha PTBA saat hadir dalam persidangan. (ist/rmolsumsel.id)

Pengadilan Tipikor Palembang kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi dalam proses akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melalui anak usahanya PT Bukit Multi Investama (BMI), Jumat (15/3). 


Sidang tersebut mengagendakan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel yang diwakili Hermansyah. Dalam tuntutannya, Jaksa menuntut mantan Dirut PT Bukit Asam (PTBA) 2011-2016 Milawarma dengan pidana penjara selama 19 tahun dan denda Rp750 juta subsider enam bulan penjara. 

Tuntutan terhadap Milawarma juga sama dengan terdakwa lain yakni mantan Direktur PT SBS Raden Tjahyono Imawan. Selain tuntutan tersebut, jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp162 miliar. 

"Dengan ketentuan jika tidak dibayar selambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda terdakwa akan disita. Jika tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara 9 tahun 3 bulan," kata Hermansyah saat membacakan tuntutannya di hadapan majelis hakim. 

Sementara terdakwa lain, yakni mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya dituntut pidana 18 tahun 6 bulan penjara. Lalu, Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan PTBA Saiful Islam dan Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan, Nurtima Tobing dituntut pidana penjara 18 tahun.

"Ketiga terdakwa juga dijatuhkan pidana tambahan membayar pidana denda Rp750 juta subsider enam bulan penjara," kata Hermansyah.

Menurut Hermansyah, sepanjang persidangan, pihaknya telah menghadirkan 31 saksi. Dari keterangan saksi dan terdakwa, disebut jika proses akuisisi saham PT SBS tidak melalui studi kelayakan atau feasibility study. 

Padahal, kata Hermansyah, proses tersebut merupakan hal wajib yang harus dilakukan perusahaan BUMN saat mengakuisisi saham. "Namun dalam persidangan diketahui PTBA tidak membuat rencana secara spesifik untuk mengakuisisi PT SBS," ungkap dia.

Jaksa juga menyebut tak ada perbuatan yang meringankan dari kelima terdakwa. Selain itu, keterangan yang diberikan oleh terdakwa selama persidangan berbelit-belit serta tidak mengakui perbuatan dan menyesali perbuatannya. 

Kuasa Hukum Sebut Akuisisi PT SBS Sudah Melalui Kajian 

Menanggapi tuntutan JPU, Kuasa hukum para terdakwa, Gunadi Wibakso mengatakan tuntutan JPU sama dengan dakwaan hal ini menurutnya telah mengabaikan fakta-fata persidangan. Seperti feasibility study (studi kelayakan) dan adanya kajian sebelum mengakuisisi PT SBS.

"Soal tidak ada feasibility study, kan sudah terungkap begitu ada PT SBS menjadi mitra kerja, maka dilakukan interview untuk ditindaklanjuti. Kemudian dibuat tim akuisisi resmi. Itu dilakukan di kajian menyeluruh ada bagian legal, keuangan, semua menjadi satu," jelasnya.

Lebih lanjut pihaknya mempertanyakan terkait uji kelayakan yang dilakukan pihak Bahana Sekuritas yang dianggap melanggar. Padahal kajian yang dilakukan Bahana Sekuritas dilakukan menyeluruh sehingga sampai pada kesimpulan PT SBS layak akuisisi. 

"Apa yang dilanggar, PTBA membayarnya berdasarkan kontrak. Sehingga PTBA mendapat kajian lebih awal, tentunya kalau dalam kajian itu tidak layak pasti tidak diakuisisi," katanya.

"Sementara terkait RPJP dan RKAP peraturan BUMN itu secara jelas untuk PT terbuka tidak wajib menyampaikan secara spesifik apa yang mau diakuisisi. Justru kalau disebutkan melanggar," tambahnya. 

Selain itu, pihaknya juga heran dalam tuntutan JPU terkait memperkaya diri sendiri karena PT SBS meninggalkan hutang. Sehingga pemegang saham menjadi pihak yang diuntungkan.

"Tentang memperkaya diri ini jadi lucu, dari mana itu hutang PT SBS. Sesuai hukum korporasi hutang jadi persoalan korporasi. Bukan pemegang saham yang diuntungkan," pungkasnya.