Jaksa Ungkap Hutang Rp700 Miliar Muncul Setelah Akuisisi Satria Bahana Sarana, Kuasa Hukum Terdakwa Beri Bantahan

Tiga mantan petinggi PT Satria Bahana Sarana yang dihadirkan dalam persidangan kasus akuisisi saham anak perusahaan PTBA/Foto:RMOL
Tiga mantan petinggi PT Satria Bahana Sarana yang dihadirkan dalam persidangan kasus akuisisi saham anak perusahaan PTBA/Foto:RMOL

Kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh anak perusahaan PT Bukit Asam, yakni PT Bukit Multi Investama (BMI) memasuki babak baru dengan agenda pemeriksaan perkara.


Sebanyak tiga saksi dihadirkan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (18/12). Ketiganya merupakan mantan petinggi PT SBS, diantaranya Dodi Sanyoto (Mantan Direktur Utama), Margo Derajat (Mantan Direktur Keuangan) dan Leonard Manurung (Mantan Direktur Operasional).

Dalam perkara ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel menjerat lima orang terdakwa yakni Anung Dri Prasetya, Milawarma, Syaiful Islam, Nurtima Tobing, serta Tjahyono Imawan dengan dugaan pidana korupsi.

Dibincangi usai persidangan, salah satu tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, Muhammad Riduan menjelaskan peran dari PT BMI sebagai anak perusahaan PTBA yang diketahui baru muncul menjelang proses akuisisi saham PT SBS pada awal Januari tahun 2015 lalu.

Dalam proses akuisisi saham inilah, diduga terjadi pelanggaran tindak pidana yang menimbulkan kerugian negara. 

"Secara legal memang PT BMI akuisisi ini, tapi perlu diketahui awal mula proses ini kan PTBA. Karena PT BMI itu baru muncul di akhir tahun 2014 menjelang akuisisi saham di tahun 2015 bulan Januari. Tahun 2013 persuratan itu masih PTBA, tentunya ini baru awal nanti akan kita ungkap di persidangan," jelasnya.

Bahkan mantan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga mengungkapkan bahwa PT SBS memiliki utang sebesar Rp700 miliar setelah di akuisisi. 

"Iya, dalam laporan keuangan PT SBS ini ternyata berutang lagi sebesar Rp700 miliar itulah yang dipakai membeli peralatan. Kalau menurut anggapan mereka menguntungkan. Tapi sempat kita tanyakan kenapa tidak saat PT SBS berdiri tidak berutang, apakah mampu mereka berutang sebanyak itu karena ini belum kita buka utang-utang yang lain," katanya.

Lebih lanjut dia mejelaskan, pihaknya sudah memegang laporan keuangan PT SBS sampai tahun 2021 yang diketahui masih merugi. "Memang belum kita munculkan dari saksi, tapi data-data yang kita pegang dan audit yang kita lakukan masih laporan keuangan itu masih minus. Biar nanti kita buka lagi di persidangan nanti karena ini kan baru awal termasuk utang-utang itu akan kita buka lagi," tandasnya.

Tim penasehat hukum terdakwa dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo, SH & Rekan, Gunadi Wibakso, SH CN didampingi Nila Pradjna Paramita, SH dan Redho Junaidi SH MH seusai sidang/Foto:RMOL

Keterangan tersebut dibantah oleh Gunadi Wibaksono selaku Kuasa Hukum terdakwa Milawarma Cs, dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo, SH & Rekan. Ditegaskan, bahwa dalam proses akuisisi saham tersebut tidak ada kerugian negara dan justru PTBA malah diuntungkan.

Sebelum diakuisisi, sudah dilakukan kajian secara internal maupun eksternal sehingga sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan internal perusahaan.

"Justru dengan adanya akuisisi itu, maka PTBA mendapatkan keuntungan dalam hal menghemat biaya jasa kontraktor pertambangan. Sedikitnya ada dua manfaat yang dihasilkan dari akuisi PT SBS. Selain mampu penghematan dengan menekan biaya produksi dan melepas ketergantungan dari kontraktor lainnya, seperti yang dijelaskan saksi di persidangan tadi," jelasnya.

Lebih lanjut dia mempertanyakan dakwaan jaksa dimana aksi korporasi yang dilakukan ini telah menimbulkan kerugian sebesar Rp162 miliar sebagaimana didakwakan penuntut umum. 

"Yang ingin kami tahu hitungan kerugian negara Rp162 miliar dari mana. Ini ilmu mana yang dipakai menghitung kerugian negara dengan menempatkan ekuitas negatif sebagai faktor untuk komponen kerugian negara dari accounting manapun tidak ketemu," jelasnya.

Terkait hutang PT SBS yang mencapai Rp700 miliar setelah diakuisisi, menurut kuasa hukum terdakwa, JPU dinilai salah pengertian.

"Oleh perusahaan leasing dilakukan Due Diligence (uji kelayakan) dan ternyata PT SBS yang masih ekuitasnya negatif diberi kepercayaan karena masih berpotensi menghasilkan keuntungan besar, seiring peningkatan produksi dari 50 juta ton menjadi 200 juta ton. Bukan utang, itu leasing karena utang itu ada kewajiban mengangsur tapi ketika leasing selesai, alat itu masih milik leasor," ujarnya. 

Diberitakan sebelumnya, berdasarkan penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel PTBA mendirikan PT Bukit Multi Investama (BMI) pada 9 September 2014. PT BMI dibentuk sebagai vehicle untuk mengelola bisnis-bisnis pendukung di luar bisnis inti PTBA.

Belum genap dua bulan didirikan, PT BMI berhasil mengakuisisi PT Bumi Sawindo Permai (BSP) pada 17 Oktober 2014 dengan kepemilikan saham hampir 100 persen. Belakangan diketahui, akusisi ini juga disinyair bermasalah.

Pemegang saham BSP yakni PT Mahkota Andalan Sawit (pemilik 99,998 persen saham BSP) dan Mily (pemegang 0,002 persen saham BSP) telah menyetujui menjual seluruh saham dalam BSP kepada PT BMI. Nilai transaksi penjualan saham tersebut sebesar Rp861,38 miliar, dengan tata cara pembayaran yang telah disepakati.

Bidang usaha yang dijalani PT BSP yaitu perkebunan kelapa sawit beserta pengolahannya. PT BSP saat ini beroperasi diatas lahan HGU perkebunan seluas 8.345,90 Ha dan HGB seluas 346.000 meter persegi.

Selanjutnya untuk melengkapi portofolio yang berkaitan dengan bisnis inti induk, PT BMI juga mengakuisisi PT Satria Bahana Sarana (SBS) pada 25 Januari 2015. BMI memiliki saham 95 persen dalam kepemilikan perusahaan ini. PT SBS bergerak di bidang usaha kontraktor pertambangan guna rental alat.

Hal inilah yang diduga kuat menjerat Milawarma, Dirut PTBA periode 2011-2016. Karena di masa kepemimpinannya itulah terjadi proses akuisisi yang diduga bermasalah tersebut.

Dalam perkara tersebut, lima orang tersangka yang telah ditetapkan Kejati Sumsel dalam  dugaan tindak korupsi tersebut. Kelima tersangka tersebut, terdiri dari; tersangka Milawarma mantan Direktur Utama (Dirut) PT Bukit Asam (PTBA) dan Nurtimah Tobing selaku mantan Analis Bisnis Madya PTBA tahun 2012-2016 yang juga Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Penambangan.

Kemudian tersangka Tjahyono Imawan Direktur PT Tri Ihwa Samara selaku pemilik PT Satria Bahana Sarana (PT SBS) sebelum diakuisisi oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Anung Dri Prasetya, dan Ketua Tim Akuisisi Penambangan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Saiful Islam.