Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly berencana membebaskan para narapidana (napi). Termasuk para napi kasus korupsi. Padahal keputusan itu mencederai rasa keadilan, dan mengakibatkan kepastian hukum dalam pemberantasan korupsi semakin absurd.
- Kapolda Sumsel Turunkan Propam Usut Oknum Polisi Bakar Pacar di Muara Enim
- Penipuan Online Kian Marak, Pelakunya Bahkan Pelajar SMP
- KPK Naikan Status Pemeriksaan Rafael Alun Trisambodo ke Tahap Penyidikan
Baca Juga
Begitu pandangan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melihat wacana pembebasan koruptor dengan alasan menghindari penyebaran virus corona (Covid-19).
Neta menambahkan, dari penelusuran pihaknya, kecil kemungkinan napi koruptor kakap terkena Covid-19.
"Soalnya, dengan uang yang dimilikinya, selama ini mereka bisa "membeli" kamar. Sehingga satu kamar sel tahanan hanya dia sendiri yang menempati. Selain itu mereka selalu bisa memesan makanan khusus yang dibawa keluarganya dari luar dan mereka tidak pernah memakan makanan lapas," kata Neta, Sabtu (4/4/2020).
Selain itu, para koruptor kelas kakap juga bisa mendapatkan perawatan kesehatan yang prima lantaran bisa membayar doktor pribadi.
Dengan demikian, kata Neta, tidak ada alasan bagi Menkumham untuk membebaskan para napi korupsi, dengan alasan Covid-19. Mengingat, Menkumham belum pernah melakukan rapid test terhadap napi dan belum pernah mendata lapas mana saja yang terindikasi terkena wabah corona.
"Jika ada koruptor yang terindikasi terkena Covid-19, mereka tak perlu dibebaskan, tapi bisa dikarantina di Natuna atau di Pulau Galang, atau di Nusakambangan atau bahkan di Pulau Buru," sindir Neta. [ida]
- Kawanan Perampok dan Penyandera Karyawan Indomaret di OKU Menyerahkan Diri
- Penyidik Lakukan Pendalaman Terkait Kasus Dugaan Pemotongan Dana Pensiun Karyawan Pusri
- Muddai Ngaku Diperiksa Untuk Lengkapi Berkas Dua Tersangka Baru