Tolak Diskriminasi Gender dalam Pilkada, Aliansi Peduli Demokrasi Gelar Aksi Damai di KPU Kota Palembang

Massa dari Aliansi Peduli Demokrasi kota Palembang saat menggelar aksi damai di Kantor KPU Palembang . (Fauzi/RMOLSumsel.id)
Massa dari Aliansi Peduli Demokrasi kota Palembang saat menggelar aksi damai di Kantor KPU Palembang . (Fauzi/RMOLSumsel.id)

Puluhan massa, mayoritas perempuan, yang tergabung dalam Aliansi Peduli Demokrasi, menggelar aksi damai di kantor KPU Kota Palembang.


Aksi ini bertujuan untuk menuntut serta menolak segala bentuk diskriminasi gender dalam pelaksanaan Pilkada Kota Palembang.

Para peserta aksi membentangkan spanduk yang berisi pesan menolak diskriminasi gender dalam Pilkada, serta mengutuk pihak-pihak yang mendiskreditkan perempuan yang ikut dalam kontestasi politik. 

Ketua KPU Kota Palembang, Syawaludin mengungkapkan, bahwa tuntutan dan laporan yang disampaikan oleh massa dari Aliansi Peduli Demokrasi akan menjadi acuan bagi KPU. “Kami akan mempertimbangkan segala aduan dan laporan yang masuk, dan jika perlu, pihak yang merasa dirugikan bisa mengadukan ke Bawaslu,” katanya usai menemui massa, Jumat (11/10).

Meski demikian, Syawaludin menegaskan bahwa KPU Kota Palembang akan tetap mengkaji laporan dari Aliansi Peduli Demokrasi. “Selama masa kampanye, kami telah memberikan himbauan kepada semua peserta calon walikota Palembang terkait petunjuk teknis dalam berkampanye,” tutupnya.

Sementara itu, aktivis Aliansi Peduli Demokrasi, Muhammad Bilal Akbar, menyatakan bahwa diskriminasi gender dalam pelaksanaan Pilkada tidak baik untuk demokrasi, karena baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama di semua bidang, termasuk politik. “Kami melakukan aksi damai ini untuk menolak segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam Pilkada,” ujarnya.

Bilal menambahkan, beberapa poin tuntutan yang disampaikan kepada KPU dan Bawaslu Kota Palembang, antara lain menghentikan diskriminasi terhadap calon walikota perempuan, serta menanggalkan pandangan bahwa perempuan tidak layak menjadi pemimpin dan hanya bisa mengurus rumah tangga. 

“Jika isu diskriminasi gender ini terus dimainkan dalam Pilkada Kota Palembang, hal ini akan menciptakan iklim demokrasi yang tidak sehat dan persaingan politik yang tidak adil,” ungkapnya.