Dinilai Sarat Muatan Politik, Kuasa Hukum Sebut Penetapan Tersangka Korupsi PMI Palembang Terkait Manuver Pasca Pilkada 

Tim kuasa hukum Dedi Sipriyanto dan Fitrianti Agustinda/ist
Tim kuasa hukum Dedi Sipriyanto dan Fitrianti Agustinda/ist

Tim kuasa hukum Dedi Sipriyanto dan Fitrianti Agustinda, dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah di PMI Kota Palembang periode 2020–2023, menyoroti adanya dugaan politisasi dan diskriminasi dalam proses hukum yang kini tengah berjalan.


Dr (Cand) Achmad Taufan Soedirdjo, didampingi Ahid Syaroni dari ATS Law Firm Jakarta, serta Misnan Hartono,  menilai bahwa proses penetapan tersangka dan penahanan terhadap klien mereka tidak lepas dari manuver politik pasca-Pilkada Palembang.

"Sejak Pilkada selesai, opini publik dan media sangat kuat memengaruhi kasus ini. Bahkan, kantor DPD NasDem Palembang sudah dipindahkan tanpa mencantumkan nama atau foto Ibu Fitri sebagai Ketua DPD, padahal beliau membawa partai meraih kemenangan besar," ujar Taufan dalam pernyataannya, Rabu (9/4/2025) malam.

Menurutnya, Fitrianti Agustinda, yang juga mantan Wakil Wali Kota Palembang, menjadi korban dari konflik internal partai. Taufan juga mempertanyakan dasar tuduhan kerugian negara dalam kasus ini.

"Sampai saat ini tidak ada rincian nilai kerugian yang disampaikan. Bahkan, BPK telah mengaudit dan menyatakan bahwa tidak ditemukan kerugian negara," jelasnya.

Tim kuasa hukum mendesak Kejaksaan agar menggunakan hasil audit BPK sebagai alat bukti utama. Mereka juga menegaskan bahwa dana yang dipersoalkan bukan milik PMI, melainkan bentuk talangan dari bendahara untuk kebutuhan mendesak yang telah dikembalikan melalui rekening pribadi.

"Ini bukan korupsi, ini soal administrasi internal. Pembelian bunga dan pengeluaran lain bersifat sementara dan sudah diganti," tambah Taufan.

Pihak kuasa hukum juga menyesalkan bahwa hanya dua orang yang dijadikan tersangka, sementara pihak-pihak lain seperti bendahara dan kepala UTD tidak diperiksa.

"Secara struktural ini tidak logis. Mengapa hanya dua nama ini yang dikejar?" kata Taufan.

Lebih lanjut, mereka juga memprotes penahanan terhadap klien mereka yang selama ini dinilai kooperatif.

"Semua pertanyaan dijawab terbuka. Tidak ada alasan kuat untuk menahan mereka. Kami sedang mempertimbangkan langkah hukum seperti praperadilan," ujar Misnan Hartono.

Misnan juga mengakui bahwa penyidik menyebut telah memiliki bukti berupa percakapan dan keterangan saksi. Namun menurutnya, penggunaan dana dilakukan atas dasar kebutuhan organisasi yang dibahas secara internal, dan tidak ada niat untuk menyalahgunakan.

"Kami tidak menolak proses hukum, tapi harus adil dan proporsional. Jika ada kesalahan prosedur, itu bisa diperbaiki. Tapi bukan berarti ada niat jahat atau korupsi," tegasnya.

Pihaknya juga meminta agar publik tidak terburu-buru menyimpulkan sebelum ada putusan pengadilan.

"Ibu Fitri tetap tenang. Beliau yakin ini adalah ujian dan percaya pada proses hukum. Kami mohon doa dan dukungan agar semua berjalan lancar dan hak-hak klien kami tetap terlindungi," tutup Misnan.