Tak Ingin Kecolongan Lagi, KPH IX Dempo Patroli Rutin Antisipasi Pematokan di Tanah Hutan Lindung

Giat patroli rutin pengawasan kawasan hutan lindung KPH IX Dempo. (Dokumentasi KPH IX Dempo)
Giat patroli rutin pengawasan kawasan hutan lindung KPH IX Dempo. (Dokumentasi KPH IX Dempo)

Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah IX Dempo menggelar patroli rutin di sekitar wilayah hutan lindung untuk mengantisipasi adanya aksi pematokan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.


Seperti diketahui, kawasan hutan lindung gunung Dempo sebelumnya sempat dipatok oleh tiga pegawai BPN Kota Pagar Alam hingga mereka pun kini diproses hukum. Perbuatan itu membuat KPH IX Dempo menjadi resah sehingga tak ingin lagi kecolongan.

“Kami tidak ingin kecolongan lagi, apalagi saat ini ada isu mengenai sertifikat untuk kawasan laut. Untuk itu, kami terus menggencarkan patroli rutin di wilayah hutan lindung,” ujar Kepala Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah IX Dempo, Lonedi, Kamis (30/01).

Lonedi menjelaskan, bahwa KPH IX Dempo mengawasi kawasan hutan lindung seluas 24.000 hektare yang tersebar di empat kecamatan, yakni Dempo Utara, Dempo Selatan, Dempo Tengah, dan Pagar Alam Utara. 

Dengan hanya 12 personel, mereka melakukan pengawasan menggunakan GPS, peta, dan bahkan drone untuk memantau aktivitas di kawasan hutan. Sebagai contoh, ketika ada laporan mengenai aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan Dempo Tengah, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan memeriksa lokasi tersebut, dan ditemukan adanya penambangan ilegal meski oknumnya berhasil melarikan diri.

“Selain patroli rutin, kami juga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang batas wilayah hutan lindung, untuk memastikan mereka memahami bahwa kawasan tersebut tidak boleh dieksploitasi,” lanjut Lonedi.

Pihak KPH IX Dempo tidak hanya sebatas memberikan penjelasan mengenai batas wilayah, tetapi juga telah beberapa kali mengambil tindakan tegas terhadap perambah hutan. Salah satunya dengan merobohkan pondok-pondok yang dibangun oleh para perambah hutan yang menjadikan kawasan lindung sebagai perkebunan kopi.

Selain itu, KPH IX Dempo juga melakukan rehabilitasi lahan rusak. Hingga kini, mereka telah berhasil merehabilitasi sekitar 4.000 hektare lahan dengan menanam kembali pohon keras dan tanaman buah-buahan. Tahun lalu, kegiatan penanaman ini dilakukan di kawasan hutan lindung Dempo Utara.

Untuk kawasan hutan lindung yang dikelola oleh masyarakat, KPH IX Dempo menyebutkan bahwa ada delapan Kelompok Hutan Kemasyarakatan (HKM) yang berhak mengelola kawasan hutan tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Kehutanan. 

Setiap kelompok HKM diberikan hak kelola selama 35 tahun, dengan syarat tidak boleh mengalihkan atau memindahtangankan hak kelola tersebut kepada pihak lain.

“Masyarakat yang tergabung dalam HKM memiliki kewenangan untuk mengelola kawasan hutan lindung sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, mereka tidak boleh memindahkan hak kelola tersebut,” tegas Lonedi.

Untuk mencegah terulangnya kasus sertifikat yang mencaplok kawasan hutan lindung, Lonedi mengimbau agar pihak Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Kota Pagar Alam lebih rutin berkoordinasi dengan KPH IX Dempo, terutama dalam pengajuan sertifikat kepemilikan lahan yang diduga melibatkan atau berada di kawasan hutan lindung.

“Koordinasi yang lebih intensif antara ATR BPN dan kami sangat penting agar kasus serupa tidak terulang lagi. Jika ada pengajuan SHM yang mencurigakan, kami harap bisa segera diinformasikan kepada kami,” pungkasnya.