Strategi Tebar Banner Dinilai Tak Efektif, Warga Palembang Butuh Bukti Nyata

Sejumlah banner Pj Walikota Palembang memenuhi sudut jalanan kota Palembang/ist
Sejumlah banner Pj Walikota Palembang memenuhi sudut jalanan kota Palembang/ist

Memasuki musim kampanye, tak sedikit banner para calon kepala daerah yang tampak bertengger memenuhi jalanan kota Palembang.


Namun, strategi pemasangan baner tersebut dinilai sudah tak lagi efektif, dan berpotensi jadi sampah visual jika dipasang pada bukan tempatnya.

Pengamat Politik Bagindo Togar menilai, pemandangan hal itu merupakan hal yang biasa ketika memasuki musim Pilkada. Seluruh kandidat berlomba-lomba membangun citra agar terlihat bagus demi menarik simpatik masyarakat.

"Tebar banner itu hal yang biasa, tidak ada istimewanya karena strategi itu hanya membangun citra agar dikenal masyarakat saja," katanya.

Bahkan di musim kampanye saat ini, strategi tersebut dinilai tidak efektif. Sebab, sosok yang dalam banner dianggap tidak memiliki portofolio pimpinan yang diharapkan masyarakat kota Palembang.

"Percuma saja kalau calon itu tidak punya kapabilitas atau kemampuan yang diharapkan masyarakat saat ini. Mau sebanyak apa banner ditebar jika calon pemimpin tidak memiliki portofolio yang baik, kemungkinan masyarakat akan malas untuk memilih," jelasnya.

Menurut Bagindo, kualitas dan komitmen para bakal calon akan menjadi faktor penentu dalam menarik partisipasi pemilih. Paling tidak, kata Bagindo, mereka sudah harus menampilkan visi dan misi serta tindakan nyata bagi masyarakat. 

Kota ini, menurut Bagindo, membutuhkan pemimpin yang visioner, komprehensif, dan mampu membawa perubahan signifikan. "Sampai sekarang belum ada satu calon kandidat yang menawarkan itu, inilah yang bakal membuat kota Palembang tertinggal dari kota lain di Sumsel," tegasnya.

Bagindo menekankan pentingnya para bakal calon kepala daerah untuk tidak hanya memposisikan warga sebagai komoditas elektoral dalam pemilukada, melainkan menghargai mereka sebagai stakeholder utama kota ini.

Namun, jika ekspektasi publik sulit terealisasi, Bagindo memperingatkan bahwa konsekuensinya bisa berupa partisipasi pemilih yang rendah atau lebih dikenal golput. 

"Itulah saya menilai Pilkada Palembang nanti tidak akan menarik," katanya.

Selain itu, dia juga mengkritisi kinerja Pj Wali Kota Palembang yang selalu turun ke bawah dalam menyelesaikan masalah.  Hal itu seperti mengesankan rentang kendali putus karena camat dan lurah yang tidak berfungsi.

"Justru hal ini menimbulkan kesan seperti mengkultuskan diri sendiri karena selalu upload sosial media. Camat dan lurah seperti tidak bekerja," ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Feri Kurniawan, dia mengatakan masyarakat Palembang saat ini tidak menginginkan pemimpin yang mengedepankan perubahan.

"Dalam waktu 10 tahun ini Pembangunan di Palembang ini stagnan, karena pemerintah hanya berkutat menyelesaikan permasalahan yang itu-itu saja. Seperti banjir, sampah hingga jalan rusak," terangnya.

Padahal, kata Feri, Palembang sudah dikenal di kancah internasional setelah menjadi penyelenggaran even olahraga antar negara. Namun, karena pemerintah kotanya tidak mampu menjaga keberlangsungan itu, predikat kota internasional tersebut mulai redup. 

Hal itu, menurut Feri, juga bisa dilihat dari turunnya status Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang yang sebelumnya menyandang bandara Internasional menjadi Bandara Domestik. 

"Baru-baru ini status Bandara SMB II dievaluasi dari internasional menjadi domestik. Tandanya, penerbangan langsung dari luar negeri sudah jarang terjadi. Masyarakat dunia tak lagi melirik Palembang sebagai destinasi," pungkasnya.