Sidang Korupsi Akuisisi Anak Usaha PTBA, Saksi Sebut PT SBS Rugi Rp68 Miliar saat Diakuisisi

 Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dalam proses akuisisi saham PT Satria Bahan Sarana (SBS) melalui PT Bukit Multi Investama (BMI) anak perusahaan PT Bukit Asam/Foto:Yosep Indra Praja/RMOL
Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dalam proses akuisisi saham PT Satria Bahan Sarana (SBS) melalui PT Bukit Multi Investama (BMI) anak perusahaan PT Bukit Asam/Foto:Yosep Indra Praja/RMOL

Pengadilan Tipikor Palembang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi dalam proses akuisisi saham PT Satria Bahan Sarana (SBS) melalui PT Bukit Multi Investama (BMI) anak perusahaan PT Bukit Asam, Jumat (5/1).


Agenda sidang masih seputar mendengarkan keterangan saksi-saksi. Kali ini, saksi yang dihadirkan mantan Direktur dan mantan Komisaris PT BMI yakni, Danang Sudirja dan Suherman.

Keduanya dicecar sejumlah pertanyaan mengenai proses ambil alih PT SBS melalui PT BMI yang dilakukan 2015 lalu. Dalam keterangannya, saksi menyebut saat proses pengambilalihan tersebut, kondisi keuangan PT SBS masih mengalami rugi sebesar Rp68 miliar. 

"Sebelum diakuisisi keadaan perusahaan memang masih minus atau ekuitasnya masih negatif," kata saksi Danang Sudirja di hadapan majelis hakim yang diketuai Pitriadi.

Bahkan, kata Danang, enam bulan setelah diakuisisi, kondisi perusahaan tetap mengalami kerugian. Walaupun sudah berkurang menjadi Rp9 miliar. "Setelah diakuisisi kerugian berkurang drastis," tambahnya. 

Pernyataan Danang dikuatkan oleh saksi Suherman. Saat dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai laporan keuangan PT SBS, mantan Komisaris PT BMI itu membenarkan jika kondisi keuangan masih mengalami kerugian selama periode 2019-2021. Ekuitas negatif PT SBS bahkan menyentuh angka Rp1,35 triliun.  

"Benar dari laporan yang saya ketahui, PT SBS masih mengalami ekuitas negatif karena terjadinya deflasi, hutang dan laba yang merugi," ungkap Suherman yang saat ini masih menjabat Direktur SDM PTBA.

Usai persidangan, JPU Kejati Sumsel Hermansyah menyatakan, perhitungan rugi yang dialami PT SBS tersebut sesuai dengan laporan keuangan PT SBS yang didapat tim penyidik. "Ya itu hasil audit dari laporan keuangan dan ternyata memang PT SBS ini masih merugi hingga sekarang. Nanti akan kita buka lagi keterangan saksi lain di persidangan selanjutnya," ucapnya.

Sementara Kuasa Hukum Terdakwa, Gunadi Wibakso menyebut jika ekuitas negatif yang dialami PT SBS sebelum diakuisisi tidak dapat dikategorikan kerugian negara. 

"Itulah mengapa kami nilai dakwaan JPU ini keliru, karena dalam kaca mata ahli, ekuitas negatif perusahaan itu tidak bisa dimasukkan dalam kategori kerugian negara," tegasnya.

Dia juga mengaku belum menemukan metode penghitungan kerugian negara sebesar Rp162 miliar seperti dalam dakwaan JPU. "Sampai sekarang kami masih mempertanyakan soal kerugian negara. Ini yang belum ditunjukan kepada kami, bahkan tadi sudah kami sampaikan kepada majelis hakim dan sudah ditanggapi oleh majelis jika nanti JPU menyajikan perhitungan kerugian negara dalam persidangan nanti sebagai bukti kerugian negara hal itu akan dimasukan dalam berkas perkara," jelasnya usai persidangan.

Dia menjelaskan, kategori kerugian negara terjadi apabila PTBA mengalami kerugian dari akuisisi dan penyertaan modal yang dikeluarkan Rp48 miliar. "Angka akuisisi saja hanya sebesar Rp48 miliar. Darimana kerugian Rp162 miliar itu? Bagaimana menghitungnya? Itulah yang membuat kami janggal," tuturnya. 

Terkait, ekuitas negatif yang dialami PT SBS saat diakuisisi, Gunadi menegaskan, dalam aturan tidak ada larangan dalam mengakuisisi perusahaan yang sedang sakit atau mengalami kerugian. Ukuran akuisisi itu dilihat dari prospek bisnis perusahaan tersebut. 

"Karena yang dilihat prospeknya kedepan, memang sebelum diakuisisi ekuitasnya negatif dan 2016 sudah untung tapi merugi lagi di tahun 2019, 2020 dan 2021 karena pandemi Covid-19 semua perusahaan dimanapun begitu merugi semua. Nanti kita akan buka laporan keuangan terbaru dimana keuangannya sudah baik," pungkasnya. 

Diberitakan sebelumnya, para terdakwa dalam dakwaan Jaksa Kejati Sumsel dijerat dengan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Tindak pidana korupsi yang dimaksud, di antaranya tidak melakukan proses akuisisi saham PT SBS oleh perusahaan pertambangan BUMN di Sumsel sebagaimana prosedurnya.

Lalu, para terdakwa juga didakwa tidak menerapkan studi kelayakan terhadap proses akuisisi saham, sehingga diduga telah merugikan keuangan negara yang cukup fantastis, yakni senilai Rp162 miliar.

Pada perkara ini, kelima terdakwa oleh JPU disangkakan melanggar, Primair Pasal 2 Ayat (1) atau Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No.20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.