Reforma Agraria Nihil, Desa Bitis Muara Enim Sebagai Pilot Project Sudah Sesuai Konsep?

Simbolisasi penandatangan Berita Acara Kesepahaman dan Kesepakatan mengenai pelaksanaan Reforma Agraria Muara Enim Tahun 2022.  (Noviansyah/rmolsumsel.id)
Simbolisasi penandatangan Berita Acara Kesepahaman dan Kesepakatan mengenai pelaksanaan Reforma Agraria Muara Enim Tahun 2022. (Noviansyah/rmolsumsel.id)

Upaya pemerintah untuk menerapkan reforma agraria di Sumsel nilai masih nihil atau belum ada. Hal ini dilihat dari konflik dan ketimpangan agraria yang masih tinggi terjadi di Sumsel.


Demikian diungkapkan, Ketua Ketua Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Sumsel, Untung Saputra saat dihubungi RMOLSumsel, Selasa (2/8).

Dia mengatakan dari 9 juta hektar tanah di Sumsel, yang dikuasai oleh masyarakat hanya 2 juta hektar. Sedangkan, sisanya dikuasai oleh perusahaan mulai dari HTI, Pertambangan, Perkebunan dan lain sebagainya. Ini menunjukkan ketimpangan yang sangat jelas.

"Jadi saya melihat sampai saat ini belum ada reformasi agraria di Sumsel," katanya. 

Dia menilai, upaya pemerintah yang dilakukan selama ini hanya sertifikasi tanah, bukan merupakan reformasi agraria. Menurutnya, sistem sertifikasi tanah ini sudah biasa dilakukan. Bahkan, sebelum berbicara tentang reforma agraria, BPN bekerja untuk membuat dan melakukan sertifikasi tanah.

"Yang membedakannya sertifikasi saat ini melalui program PTSL sedangkan sertifikasi dikeluarkan tanpa program PTSL," ujarnya.

Untung pun mempertanyakan, apakah penetapan Desa Bitis sebagai pilot project kampung reforma agraria oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Muara Enim sudah memenuhi konsep dari reforma agraria? 

"Saya belum melihat secara pasti Desa Bitis ini, namun pemerintah harus memahami dahulu konsep dari reforma agraria ini," katanya.

Konsep reforma agraria itu yang pertama penataan ulang struktur agraria yang timpang. Kedua, penataan ulang tata kuasa, tata produksi dan sistem produksi. Kemudian, yang ketiga yaitu penataan distribusi yang artinya pasar.

"Jadi ada banyak tahapan yang harus dilalui untuk menjadi reforma agraria ini," tegasnya.

Kembali lagi, apakah konsep dasar ini sudah benar diterapkan di Desa Bitis tersebut? apakah tata produksi sudah diperbaiki? Sistem produksi sudah benarkah? dan apakah desa tersebut telah mandiri secara produksi, apakah masih bergantung pada pupuk, bibit dan segala macam? 

"Jadi konsep ini harus diperhatikan, serta kemandirian dari desa tersebut," pungkasnya.

Seperti diketahui, Pemkab Muara Enim menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) GTRA Kabupaten Muara Enim Tahun 2022, kegiatan tersebut digelar di Ballroom Hotel Grand Zuri Muara Enim, Selasa (2/8). 

Selaku Ketua GTRA Kabupaten Muara Enim, Pj Bupati Muara Enim, Kurniawan menyambut baik ditetapkannya Desa Bitis, Kecamatan Gelumbang sebagai pilot project Kampung Reforma Agraria dengan potensi perkebunan karet, budidaya jamur tiram dan peternakan sapi. 

Dalam sambutannya, Pj Bupati Muara Enim mengatakan dengan ditetapkannya Desa Bitis sebagai pilot project, dapat menjadi etalase pelaksanaan reforma agraria skala kecil di Kabupaten Muara Enim. Tentunya kedepan dapat diikuti oleh desa-desa lainnya di Kabupaten Muara Enim.

Pj Bupati menuturkan berbagai upaya maupun kemajuan yang telah dilaksanakan oleh tim GTRA Kabupaten Muara Enim hingga tahun 2022 ini.  Terutama melalui penataan aset yang disertai dengan penataan akses tanah demi mengatasi ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah agar ditata dengan lebih berkeadilan. 

"Saya mengajak semua untuk berperan aktif dalam kegiatan GTRA. Selain legalisasi aset maupun redistribusi tanah dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran, dengan keterlibatan dan kolaborasi banyak pihak maka reforma aksesnya-pun dapat berjalan dengan semestinya," harapnya.

Dalam kegiatan itu dilakukan simbolis penandatanganan berita acara kesepahaman dan kesepakatan mengenai Reforma Agraria Muara Enim tahun 2022.