Antrean BBM Subsidi di Lumbung Energi, Bos Solar Oplosan Masih Dicari [Bagian Pertama]

Foto udara antrian kendaraan yang didominasi truk angkutan di SPBU 24.301.96 yang berada di Jl Soekarno Hatta Palembang/Foto: Humaidy Kennedy
Foto udara antrian kendaraan yang didominasi truk angkutan di SPBU 24.301.96 yang berada di Jl Soekarno Hatta Palembang/Foto: Humaidy Kennedy

Keringat mengucur deras dari dahi Yudi, warga Jalan Padang Selasa, Selasa siang (26/7), saat tengah antre membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk sepeda motornya di SPBU Jalan Demang Lebar Daun. Antrean mengular cukup panjang hingga ke badan jalan.


Tepatnya, setelah pemerintah memutuskan menaikkan harga bahan bakar jenis Pertamax dan Pertamax Turbo. Hal itu membuat warga rela mengantre panjang untuk mendapat BBM berharga murah Pertalite.  

“Hampir tiap hari kalau antrean panjang seperti ini. Sejak Pertamax dan Pertamax Turbo naik. Kalau dulu karena selisihnya tidak terlampau jauh, jadi masih sanggup beli. Kalau sekarang lebih baik antre lama Pertalite ketimbang bayar mahal,” keluh driver Ojek Online (Ojol) itu. 

Antrian panjang kendaraan di SPBU yang terletak di Jalan Demang Lebar Daun palembang (Foto:Humaidy Kennedy)

Siang itu, tak hanya kendaraan roda dua saja yang memiliki antrean panjang. Antrean mobil serta truk yang ingin mengisi BBM juga tak kalah panjangnya. Pemandangan ini, sudah berlangsung hampir dua pekan terakhir. 

Sebab, tak hanya bahan bakar Pertalite yang sulit didapat, bahan bakar jenis solar juga mulai mengalami kelangkaan di sejumlah SPBU. Banyak SPBU di Kota Palembang yang kehabisan bahan bakar untuk kendaran mesin diesel tersebut. 

“Kalau didalam kota sulit dapatnya. Biasanya saya antre di SPBU di pinggiran kota. Seperti di arah Musi 2 atau Jalan Soekarno Hatta. Tapi itupun antreannya panjang sekali,” kata Rusli, sopir truk toko bangunan saat dibincangi. 

Dia menuturkan, sulitnya mendapat bahan bakar solar membuat dirinya akan mengisi full tangkinya. “Pasti isi full. Soalnya antrenya kan sudah panjang,” ucapnya. 

Beli Pertalite dan Solar Daftar Lewat Website

Antrean panjang pembelian Pertalite dan Solar di SPBU menandakan masyarakat masih membutuhkan subsidi bahan bakar. Terlebih saat harga bahan bakar Dexlite, Pertamax dan Pertamax Turbo dinaikkan, masyarakat rela mengantre lama untuk mendapatkan Pertalite dan Solar. 

Di sisi lain, upaya pemerintah menertibkan pembelian BBM dengan cara mendaftar terlebih dahulu di website subsiditepat.mypertamina.id, justru dinilai mempersulit masyarakat yang ingin membeli bahan bakar subsidi. 

“Dengan adanya sistem ini tentu kita dapat lebih mudah memonitor penyaluran BBM Bersubsidi, sehingga dapat lebih tepat sasaran,” kata Branch Manager Pertamina Wilayah Palembang, Aditya Agung Andrawina seusai audensi dengan Walikota Palembang, Selasa (26/7).

Dia mengharapkan peran serta pemda dalam mensosialisasikan kebijakan baru tersebut. “Kami harap  masyarakat bisa diberikan edukasi maupun sosialisasi mengenai kebijakan ini,” ungkapnya. 

Kantor Berita RMOLSumsel meminta tanggapan Wali Kota Palembang Harnojoyo terkait keluhan masyarakatnya ini. Dia mendukung upaya Pertamina karena menurutnya dengan sistem pembelian melalui website dapat membuat penyaluran BBM tidak sampai salah sasaran. 

“Jangan sampai ada kuota BBM yang bersubsidi yang peruntukannya sudah jelas namun tiba-tiba tidak memenuhi syarat,” ungkapnya.

Namun Harnojoyo mengatakan bahwa penerapan sistem tersebut tidak serta merta bisa dilakukan. Butuh tahapan yang harus dilakukan, salah satunya adalah mensosialisaskan hal itu kepada masyarakat.

“Tidak semudah membalik telapak tangan tentunya, jadi memang perlu ada sosialisasi dengan masyarakat dan tahapan lainnya agar bisa berjalan dengan baik. Namun kami menyambut baik ini,” tutupnya.

Foto udara antrian panjang kendaraan roda dua maupun roda empat di SPBU yang terletak di Jalan Kolonel H Burlian Palembang (Foto: Humaidy Kennedy)

Penjual Pertalite Eceran Menjamur, Bermain dengan Petugas SPBU?

Terlepas dari antrean panjang masyarakat untuk mendapat BBM, keseriusan Pertamina maupun aparat penegak hukum dalam memberantas praktek penampungan BBM subsidi maupun solar oplosan patut dipertanyakan. 

Pasalnya, di tengah kesulitan masyarakat mendapat BBM Subsidi di SPBU, penjual Pertalite eceran malah semakin menjamur. Pedagang eceran ini bahkan terlihat di beberapa ruas jalan utama, sampai ke dalam kawasan pemukiman.

Bahkan, banyak ditemukan pedagang yang menggunakan tangki modifikasi dengan merek Pertamini lengkap dengan alat bejana ukur dan nozle di setiap transaksi pengisian BBM. 

Antok salah seorang pedagang eceran mengatakan, dirinya sudah cukup lama menggeluti usaha Pertalite eceran. Dia mengakui jika bisnis tersebut cukup menguntungkan karena harga Pertalite perliter dibanderol Rp10 ribu. 

“Pasti menguntungkan, karena kita jual itu berbeda dengan harga yang didapat dari SPBU. Kebanyakan pembeli itu malas ngantri berjam-jam. Jadi lebih baik ngisi eceran meskipun ada selisih harga tapi tidak makan waktu," katanya dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel di lokasi jualannya di kawasan Kecamatan Kemuning. 

Dia mengatakan, secara tidak resmi bekerja sama dengan oknum karyawan SPBU tempat dirinya mengantri BBM subsidi itu. Menurutnya, ada waktu-waktu tertentu ketika dirinya ingin mengisi BBM jenis Pertalite. 

“Kami biasanya sudah komunikasi sama petugas disana, kapan BBM-nya ada dan biasanya kita mengantri itu tengah malam atau pagi hari. Biasanya kita patungan ada juga perorangan kasih uang rokoklah sama petugas SPBU itu,” jelasnya. 

Untuk mengangkut BBM, dirinya sengaja menyiapkan kendaraan yang memiliki muatan tangki besar. Biasanya motor bermerek Suzuki Thunder dan Honda Megapro jenis kendaraan yang sudah lama tidak keluar. 

“Kalau banyak dua motor itu ngantri di SPBU pasti mereka beli full. Kebanyakan pedagang eceran itu ngantri pakai motor itu karena tidak boleh ngisi pakai jerigen. Jadi setelah sampai rumah barulah BBM kita pindahkan ke jerigen untuk dijual eceran,” terangnya.

Terkait Antrean Panjang BBM, DPRD Sumsel Bakal Panggil Pertamina 

Fenomena antrean panjang di SPBU untuk mendapatkan BBM mendapat sorotan dari DPRD Sumsel. Dalam waktu dekat, lembaga legislatif tersebut bajak mengundang PT Pertamina serta Hiswana Migas untuk meminta penjelasan terkait antrean panjang tersebut. 

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumsel Hasbi Asadiki saat dibincangi Kantor Berita RMOLSumsel. 

“Karena kita sinyalir ini ada permainan, tidak akan masuk akal bahwa dalam sekian jam habis, pasti ada permainan itu, itu harus kita sikapi,” katanya, Senin (25/7).

Dia mempertanyakan fungsi pengawasan Pertamina dan Hiwana Migas terkait permasalahan antrean BBM  di SPBU dan kelangkaan Solar dan Pertalite. “Sampai saat ini tidak ada tindakan. Terkesan ada pembiaran. Informasinya BBM yang ada di Sumsel ini dijual juga ke provinsi lain,” bebernya. 

Hasbi juga meminta Polda Sumsel untuk menuntaskan pengungkapan kasus Solar oplosan Pali Lau. Tujuannya untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku lainnya. “Kita minta polisi menangkap pelakunya sampai keakar-akarnya dan tindak tegas, karena pasti ada yang memback up di belakang mereka,” tuturnya. 

Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel Mgs Syaiful Padli mengakui sempat melihat antrean kendaraan di SPBU di Palembang panjang dan mengular hingga menyebabkan kemacetan. Politisi PKS ini melihat antrean kendaraan di SPBU lantaran adanya kenaikan harga BBM jenis RON 98 seperti Pertamax dan Pertamax Turbo. 

Sehingga, pemilik kendaraan ramai-ramai beralih ke Pertalite untuk mengurangi biaya. “Selain itu pompa minyak solar cuma satu di SPBU dan dibatasi setiap SPBU sehingga terjadi antrean panjang,” katanya.

Karena itu menurutnya pihak Pertamina  harus menambah stok  dimana kuota minyak di SPBU harus dinaikkan dan aplikasi My Pertamina itu menurutnya dengan kondisi saat ini  belum terlalu efektif  diterapkan di masyarakat. “Saya rasa itu belum terlalu dibutuhkan,” tandasnya.

Sementara itu, dalam pantauan terbaru yang dilakukan awak redaksi Kantor Berita RMOLSumsel, antrian BBM Subsidi di sejumlah SPBU di Palembang semakin panjang di awal Agustus 2022 ini. 

Puluhan kendaraan roda dua dan roda empat memadati SPBU demi mendapatkan BBM subsidi jenis Solar dan Pertalite yang menyebabkan beberapa SPBU yang kehabisan stok.

Hal ini terlihat di SPBU 24.301.98 di Jl Soekarno Hatta; SPBU 24.301.190 di Jl RA Abusamah; SPBU 24.301.111 di Jl Kol H Burlian; SPBU 24.301.149 ,SPBU 24.301.07 dan SPBU 24.301.03 di Jl Demang Lebar Daun; juga beberapa SPBU lain.

Antrian kendaraan ini terlihat menjadi biasa sejak beberapa waktu ke belakang seiring dengan naiknya harga BBM Subsidi dari Pertamina sekaligus rencana pemberlakuan pembelian menggunakan aplikasi MyPertamina. 

Sementara di sisi lain, pada akhir Juli 2022, PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) mencatat kenaikan konsumsi BBM Subsidi yakni Solar dan Pertalite pada semester pertama 2022. 

Hal inilah yang juga menyebabkan stok semakin menipis dan antrian semakin panjang di seluruh SPBU termasuk di kota Palembang.

“Hingga Juni 2022, BBM Solar subsidi sudah tersalurkan 8,3 juta kilo liter (KL) sementara kuotanya sebanyak 14,9 juta KL,” kata Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting seperti dilansir Kontan.co.id, Minggu (31/7/2022).

Sementara untuk realisasi konsumsi Pertalite hingga Juni 2022 mencapai 14,2 juta KL. Adapun kuota BBM dengan nilai oktan 90 ini sebanyak 23 juta KL.

Jika dibandingkan dengan realisasi konsumsi BBM Subsidi di bulan Januari-Mei 2022, terjadi kenaikan konsumsi Solar Subsidi sebanyak 22,7 persen dan Pertalite naik sekitar 21,16 persen.

Dengan ini, kuota BBM Subsidi semakin menipis. Solar tersisa 6,6 juta KL dan Pertalite tinggal 8,8 juta KL. 

Salah satu pengguna kendaraan, Rizal mengatakan dirinya rela mengantri panjang demi mendapatkan BBM subsidi sebagai langka penghematan. Karena kebutuhan sehari-hari akan membengkak jika beralih ke BBM non subsidi. 

"Kalau saya sebenarnya untuk menghemat, karena dengan Rp30 ribu itu kebutuhan untuk motor bisa mencapai tiga sampai empat hari. Tapi kalau kita beralih ke Pertamax tidak cukup, palingan cuma sehari besoknya harus ngisi lagi," katanya. 

Dijelaskannya, kenaikan harga Pertamax yang mencapai Rp12.850 perliternya, memberatkan dirinya yang kesehariannya berprofesi sebagai kurir antar paket. 

"Sementara ini tidak dak apa-apa kita ngantri panjang tapi asalkan stok BBM nya ada. Kalau kita beralih ke Pertamax makin berat kita karena cost (biaya) bertambah lagi," ujarnya.

Oknum Atur Siasat atasi Kelangkaan BBM Subsidi

Dalam penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel, menyambung data dari Pertamina yang menyebut jika stok BBM menipis, tidak bisa dilepaskan dari berbagai permasalahan lain. 

Misalnya permasalahan distribusi bahan bakar ini sebelum sampai ke masyarakat. Seperti masih adanya perusahaan yang menggunakan BBM Subsidi, bukan BBM Industri. 

Tingginya harga bahan bakar juga membuat sejumlah oknum putar otak menyiasati biaya yang dikeluarkan seperti salah satunya dengan cara mengoplos solar, yang berhasil diungkap oleh Polda Sumsel pada Maret 2022 lalu. 

Meskipun kelanjutan pengungkapan kasus Solar Oplosan yang diungkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumsel ini masih menjadi tanda tanya di tengah masyarakat. (*tim/bersambung)