Ramai Civitas Academica Kampus Kritik Jokowi, Pengamat: Kenapa Baru Sekarang?

Pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes), Bagindo Togar. (ist/rmolsumsel.id)
Pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes), Bagindo Togar. (ist/rmolsumsel.id)

Sejumlah civitas academica dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia memberikan kritik terhadap sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kritik dilontarkan setelah Presiden mengeluarkan pernyataan jika Presiden boleh memihak dan berkampanye menjelang Pemilu 2024. 


Namun, aksi tersebut disayangkan pengamat politik Sumsel dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes), Bagindo Togar. Menurutnya, aksi para akademisi merupakan gerakan yang bisa dibilang sia-sia. Bagindo menilai bahwa gerakan tersebut terlambat karena tidak muncul pada tahapan pendaftaran dan penetapan pasangan calon presiden.

"Gerakan itu sia-sia menurut saya, kenapa gerakan ini tidak muncul saat pendaftaran calon presiden dan penetapan calon presiden, gerakan ini muncul belakangan seolah-olah ada calon presiden dan calon wakil presiden yang semakin berpeluang untuk menang," ujar Bagindo Togar, Senin (5/2).

Bagindo meragukan kemurnian gerakan para akademisi ini, dan menduga adanya kepentingan politik atau dukungan kekuatan politik tertentu terkait dengan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Pendaftaran calon presiden pada 17 Oktober dan penetapan di bulan November, kenapa sekarang baru muncul gerakan ini. Ini dengan dalih konstitusi kita, pelanggaran demokrasi, dan sebagainya. Kenapa sekarang? Gerakan ini untuk siapa? Ini yang kami sayangkan, kenapa para akademisi harus masuk dalam ranah politik praktis, seharusnya mereka masuk dalam politik kajian," tambahnya.

Bagindo juga menyatakan keraguan terhadap kemurnian gerakan para akademisi ini, menyebut bahwa ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan ruang umur 40 tahun untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden, kampus tidak mengikuti. Ia menilai, kritik baru muncul ketika salah satu pasangan calon semakin memperoleh banyak dukungan, dan hal ini memicu pertanyaan tentang motif sebenarnya dari gerakan ini.

"Ketika menguat salah satu paslon, kenapa sekarang baru kebakaran jenggot. Ini yang kita sayangkan," tegas Bagindo Togar.