Perubahan Kurikulum 2022 Harus Jelas Jangan Mencaplok Luar Negeri

Ilustrasi belajar dan mengajar di SMA (Istimewa/rmolsumsel.id)
Ilustrasi belajar dan mengajar di SMA (Istimewa/rmolsumsel.id)

Pakar pendidikan di Sumsel menilai penghapusan penjurusan SMA yakni IPA, IPS dan Bahasa haruslah jelas. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap masa depan para siswa ke jenjang pendidikan berikutnya. Demikian diungkapkan Pakar pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah, Abdullah Idi saat dihubungi RMOLSumsel, Rabu (5/1).


Menurut Idi, penghapusan kelompok jurusan IPA, IPS dan Bahasa Indonesia di SMA ini sebaiknya memerlukan pendekatan langsung ke lapangan dan tidak perlu terburu-buru. Sebab, baginya kurikulum hanya menyoal teks yang ditetapkan sebagai sebuah aturan baru, sedangkan implementasinya harus dikaji dari yang telah ada sebelumnya.

"Saya kira pak menteri juga punya alasan, barangkali mengarah kepada pandangan beliau sendiri bahwa untuk kedepan diperlukan pendekatan kurikulum seperti itu. Tapi harus diperhatikan lagi soal pemahaman guru dan muridnya lagi," katanya.

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah ini mengaku, jika berkaca pada kurikulum 10 tahun sebelumnya yang sampai hari ini bahkan belum sepenuhnya terealisasi. Seperti contoh, kurikulum tahun 2013, dimana belum menyeluruh bahkan masih ada guru yang belum memahami dengan sistem sebelumnya itu. Jika nantinya diganti maka akan terjadi tumpang tindih. 

Menurutnya, saat ini Indonesia terlalu sering mencaplok kurikulum luar negeri. Sedangkan dari negara asalnya sendiri basis pembelajaran sudah tidak berlaku. Padahal, yang harus diperhatikan yakni SDM atau fasilitasnya karena itu berkaitan dengan budget. Karena itu, perlu evaluasi kekurangan apa saja yang terjadi selama ini.

"Saya kira kalaupun mau diubah kurikulumnya harus jelas dulu jangan hanya mencaplok dari luar negeri," tegasnya.

Dia mengaku bukan menolak secara penuh rencana penghapusan penjurusan di SMA tersebut, namun bukan berarti dia menerimanya dengan serta merta. Dengan gambaran serapan tenaga kerja atau potensi murid untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih menjurus, Idi mengkhawatirkan nantinya semangat siswa malah melenceng hanya pada keberlanjutan hidup saja.

"SMA ini harusnya bisa menjadi pertimbangan untuk sekolah yang lebih menjurus. apalagi kalau kita lihat lebih dari sebagian lulusan ternyata malah banyak yang belum terserap ke lapangan pekerjaan, karena minatnya kemana," timpalnya yang kemudian juga mengatakan bahwa pola penjurusan yang saat ini ada masih terbilang relevan.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel, Riza Fahlevi menyambut baik rencana penghapusan kelompok IPA, IPS, dan Bahasa. Hal ini dikarenakan, dengan kebijakan baru tersebut maka siswa akan lebih merasakan kemerdekaan belajar secara nyata. Tidak seperti yang ada saat ini, dimana siswa lebih sering mendapat intervensi dari orangtua untuk mengejar jurusan IPA karena dapat menjadi tumpuan keberlanjutan pendidikan yang lebih baik.

"Secara prinsip saya setuju dengan keputusan ini, yang mana artinya apabila hal ini diberlakukan maka sudah ada kajian akademis secara komprehensif tentang keuntungan dan resiko yang akan terjadi," katanya

Perlu untuk dipahami pula, bahwa yang dihapuskan oleh Kemendikbudristek bukanlah pada jurusannya melainkan peniadaan kelompok-kelompok belajar antara IPA, IPS dan Bahasa lebih terkotak-kotak. "Bukan jurusannya yang dihapus, tapi siswa disini akan lebih bebas memilih mata pelajaran apa yang bisa mereka ambil. Jadi siswa kelas 11 dan 12 bisa meramu sendiri mata pelajaran apa yang akan mereka ambil pada tiap semester," tambahnya.

Sebab, baginya apabila jurusan yang ditiadakan maka sistem belajar yang berlaku malah lebih tidak jelas. Dan terkait penerapannya, menurut Riza hal itu akan mudah untuk dilakukan, apabila survey dan sosialisasinya tepat dan cepat. "Kalau ditanya apakah Sumsel siap, maka jawabannya iya. selagi itu melalui kajian tadi, komprehensif. Namun, sekarang untuk aturan itu kita memang belum dapat edarannya, untuk semua daerah," sambungnya lagi.

Selain pada tingkatan SMA, saat ini SMK juga telah turut mengalami perkembangan dalam hal kurikulum, sehingga serapan kerja yang terhitung bisa sampai diatas 50 persen. "Perbandingan antara minat SMA dan SMK sekarang sudah sama, yakni 50 persen 50 persen," tutupnya.

Semua bisa menerima, setuju saja apalagi ini sudah melalui kajian akademik yang komprehensif. kalau masalah penerapannya akan mudah saja, tinggal kita lakukan survey dan sosialisasi. Guru juga tidak akan terkotak-kotak, antara IPA dan IPS. tinggal nanti membantu anak untuk membantu mengembangkan talentanya. Sedangkan untuk minat siswa saat ini antara SMA dan SMK sama, 50 persen 50 persen seimbang.