Pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat, Walhi : Pemerintah Melegalkan Perusakan Lingkungan

Ilustrasi pelabuhan Tanjung Carat. (net/rmolsumsel.id)
Ilustrasi pelabuhan Tanjung Carat. (net/rmolsumsel.id)

Pelabuhan Tanjung Carat diprediksi akan menguntungkan Sumsel dari sisi ekonomi. Namun, dari sisi lingkungan, proyek yang menelan biaya sekitar Rp2 triliun tersebut, justru menimbulkan dampak buruk.


“Lahannya sebagian juga berasal dari konversi kawasan hutan. Nah, ini yang kami takutkan. Lahan disana juga kebanyakan hutan mangrove yang berguna untuk mencegah erosi,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumsel, Hairul Sobri saat dibincangi, Kamis (8/7).

Hairul mengatakan, lokasi pembangunan merupakan penyangga kawasan Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS). Kawasan konservasi tersebut terkenal sebagai lokasi singgah berbagai burung migran yang melakukan perjalanan dari Kutub Utara dan Kutub Selatan. Kawasan itu juga telah ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Dunia oleh Unesco.

“Dikhawatirkan, aktivitas pelabuhan serta industri yang tercipta di sekitarnya bisa mengganggu kawasan taman nasional. Tidak hanya dari sisi limbahnya saja. Tapi juga kebisingan dan serta kerusakan ekosistem mangrove yang nantinya akan berujung ke bencana erosi,” katanya.

Ia memandang pembangunan tersebut terlalu banyak mengorbankan lingkungan. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan juga aktivitasnya bisa terganggu. Hairul menuturkan, berbagai bencana akibat kerusakan ekosistem saat ini telah melanda kawasan tersebut. Seperti di kawasan Sungsang. Banjir kerap melanda kawasan tersebut.

“Selain itu, serangan hewan bisa seperti buaya sudah masuk areal pemukiman. Artinya, tempat tinggal mereka sudah terganggu. Kami tidak bisa bayangkan jika rencana ini nanti terealisasi,” ucapnya.

Walhi Sumsel sendiri, sambung Hairul, sudah melakukan berbagai upaya untuk membatalkan realisasi pembangunan pelabuhan tersebut. Salah satunya dengan mengintervensi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) beberapa waktu lalu. Dalam aturan tersebut, Walhi Sumsel menentang rencana pembangunan pelabuhan. “Sudah diajukan dan sempat diakomodir. Tetapi tidak tahu kalau itu diubah lagi,” ungkapnya.

Ia memandang kebijakan pemerintah terkait masalah lingkungan kerap berubah hanya demi memuluskan masuknya investasi ke suatu daerah. “Walaupun sudah ada Perda atau aturan, tetapi dalam waktu singkat bisa diubah. Dari sini bisa dilihat, pemerintah sendiri yang melegalkan perusakan. Tanpa ada keberpihakan terhadap lingkungan,” pungkasnya.