Debat Cagub Sumsel Usung Pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat, WALHI Sumsel: Ancam Lingkungan Hidup dan Masyarakat Pesisir

Ilustrasi pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat. (ist/rmolsumsel.id)
Ilustrasi pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat. (ist/rmolsumsel.id)

Proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat menjadi bahan perdebatan sengit antara Calon Gubernur Sumsel dalam Debat Pertama Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel, Senin (28/10). 


Ketiga Calon Gubernur berfokus pada rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Carat. Hal ini telah mengundang perhatian berbagai pihak, terutama dari organisasi lingkungan hidup WALHI Sumatera Selatan. 

Kadiv Kampanye WALHI Sumsel, Febrian Putra Sopah mengungkapkan pembangunan KEK Tanjung Carat akan berdampak besar terhadap hutan mangrove dan Taman Nasional Sembilang, yang merupakan rumah bagi beragam spesies, termasuk burung migran dari Siberia dan Rusia. 

Ia menambahkan hutan mangrove berperan penting sebagai penahan abrasi dan penyimpan karbon yang dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim.

Menurut WALHI Sumsel, proyek reklamasi yang melibatkan pengerukan pasir laut akan menyebabkan sedimentasi di sungai dan perubahan arus laut di wilayah sekitar, mengancam mata pencaharian nelayan setempat. 

"Nelayan lokal yang selama ini mengandalkan hasil laut akan terdampak oleh perubahan lingkungan yang drastis akibat reklamasi. Ini bukan hanya masalah ekosistem, tetapi juga soal keberlangsungan hidup masyarakat pesisir," jelas Febrian.

WALHI Sumsel juga menyoroti adanya potensi bencana ekologis seperti banjir dan rob yang dapat terjadi akibat perubahan hidrologi di kawasan tersebut. Selain itu, proyek ini dikhawatirkan akan mempersempit ruang hidup masyarakat adat dan tradisional yang selama ini menjaga ekosistem laut dan pesisir.

"Kami menuntut agar pemerintah menghentikan reklamasi di kawasan pesisir dan fokus pada pembangunan yang berkelanjutan serta berkeadilan," ujar Febrian. 

WALHI Sumsel juga meminta transparansi dalam proses pembangunan dan keterbukaan informasi publik terkait rencana pelaksanaan proyek KEK dan pelabuhan Tanjung Carat agar masyarakat dapat turut mengawasi.

Dia juga menyayangkan langkah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang beberapa waktu lalu telah SK Pelepasan Kawasan Hutan di wilayah Tanjung Carat untuk pembangunan Pelabuhan New Port Tanjung Carat seluas 59,95 hektare. 

"Artinya instrumen FOLU net sink (penyerapan karbon) hanyalah omong kosong belaka. Yang seharusnya KLHK mempertahankan kawasan hutan ini malah diberikan pelepasan," ucapnya.

Sebagai organisasi lingkungan, WALHI Sumsel berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan pembangunan di kawasan pesisir. Febrian menegaskan pihaknya akan berdiri di garda depan untuk melawan kebijakan yang dianggap merugikan lingkungan dan hak-hak masyarakat pesisir. 

"Kami mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama mempertahankan ruang hidup yang tersisa demi masa depan Sumatera Selatan yang lebih berkelanjutan," tutup Febrian.