PB SEMMI Endus Dugaan Adanya Mafia Alkes

Presiden Joko Widodo saat melihat alkes produksi BPPT. (Istimewa/rmolsumsel.id)
Presiden Joko Widodo saat melihat alkes produksi BPPT. (Istimewa/rmolsumsel.id)

Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) kini mengendus adanya mafia yang bermain dalam pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di Indonesia. Pasalnya, kebijakan dan upaya pemerintah menyediakan alkes untuk penanganan Covid-19 di dominasi oleh produk impor.


Ketua PB SEMMI Bidang Penelitian dan Pengembangan, Muhar Syahdi Difinubun mengatakan, pihaknya menilai kebijakan pemerintah yang demikian itu justru membuka peluang bagi terjadinya kemerosotan ketahanan ekonomi bangsa. Selain itu, kebijakan ini juga menurunkan kepercayaan diri terhadap produk khususnya alkes mandiri.

"Ini juga (soal kemerosotan) kepercayaan diri sebagai bangsa yang mandiri melalui produk, khususnya alkes yang tak kalah berkualitas dibandingkan dengan yang impor itu sendiri," katanya, Sabtu (14/8).

Di samping itu, Difinubun juga telah menelusuri komitmen pemerintah terkait peningkatan belanja alkes lokal pada e-katalog atau katalog elektronik yang diakses melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

LKPP, diterangkannya, telah disesuaikan dengan Perpres RI Nomor 12 Tahun 2021 yang berimbas terhadap adanya ketimpangan atau ketidakseimbangan akses masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik dan tetap terjangkau.

Ia menyangsikan bahwa meskipun telah ada landasan hukum seperti Permendag No. 28 Tahun 2020 yang mengantur tentang ketentuan impor produk tertentu, akan tetapi dalam penerapannya justru tidak menjamin keberpihakan pemerintah untuk sepenuhnya mengakomodir produk alkes lokal atau dalam negeri.

Padahal produk alkes lokal bisa memberi peluang bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi bagi para produsen lokal itu sendiri, di samping dampaknya bagi kebutuhan pelayanan kesehatan yang murah terhadap masyarakat.  

Difinubun mengutip sebuah adagium Latin salus popouli suprema lex esto atau keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi itu, yang menurut dia seharusnya menjadi patokan pemerintah dalam penanggulangan Covid-19. "Kami enggan menyebutnya sebagai sebentuk pengkhianatan atau semacamnya. Cukuplah pelenyapan dana Bansos Covid-19 itu sebagai pelajaran bersama," tuturnya,

Lebih lanjut, Difinibun juga menerima informasi mengenai harga tes Covid-19 dengan metode Polymerase Chain Reaction atau PCR yang harga per sekali tesnya menelan biaya yang tidak sedikit. Termasuuk mengenai obat-obatan, yang diakui oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sendiri, hingga kini sebagian besarnya masih terus diimpor.

"Kami secara kelembagaan akan selalu siap kapanpun untuk menggiringnya ke ranah hukum, apabila kelak dugaan mengenai mafia alkes impor ini terbukti," tegasnya.

"Tentu dengan sekaligus meminta para pihak yang berwenang, dalam hal ini Polri dan KPK, agar segera mengusut tuntas kejahatan di bisnis pengadaan barang/jasa ini,” tutup Difinubun.