Pelarian terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra bermula tahun 2009. Dan baru tahun ini 2020, pemerintah bisa menangkap Djoko Tjandra.
- Kadishub Prabumulih Jadi Tersangka Kasus Perjalanan Dinas Fiktif, Pensiun Dini Sebelum Ditahan
- Tiga Terdakwa Korupsi Dana LPDB-KUMKM Dituntut 6,5 Tahun Penjara
- Beli Tiket Konser Coldplay Lewat Akun Jastip, Seorang Dokter di Palembang Merugi Rp 12,5 juta
Baca Juga
Yang bersangkutan diamankan di negeri jiran Malaysia. Artinya, melarikan diri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan baru tertangkan pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Menko Polhukam, Mahfud MD menegaskan, dalam kasus ini pemerintah serius, tidak ada sandiwara hingga main "cilukba".
"Awalnya ada yang bilang pemerintah bersandiwara mau menangkap Joko Tjandra. Toh dia diberi karpet merah. Ada yang bilang pemerintah hanya main 'cilukba'. Ada yang bilang, ini hanya ribut sebulan dan setelah itu kasusnya dilupakan orang. Akrobat hukum Djoko Tjandra itu dimulai tahun 2009," sebut dia lewat akun Twitter @mohmahfudmd, Sabtu (1/8).
Jelas Menko Polhukam yang berlatar belakang pakar hukum tata negara ini, sejak 2009 mafia hukum sebenarnya sudah mulai bermain.
"Tahun 2009 kita sudah dikerjain oleh mafia hukum, sebab Djoko Tjandra bisa tahu akan divonis 2 tahun dan lari sebelum hakim mengetokkan palu," ucapnya.
"Siapa yang memberi karpet kepada dia saat itu sehingga bisa kabur sebelum hakim mengetukkan vonisnya? Limbah mafia ini sudah lama ada, perlu kesadaran kolektif," tutup Mahfud MD menambahkan.[ida] [R}
- Satgas BLBI Sita Aset Tanah Grup Texmaco Senilai Rp 1,9 Triliun
- Langgar Jam Operasional Selama Covid-19, Kafe di Palembang Kena Denda Rp15 Juta
- Aktivis Sumsel Pertanyakan Kelanjutan Kasus Dugaan Praktik Ijon Tambang Sugico Grup