MA Kabulkan Gugatan Rachma, Tapi Jokowi-Ma'ruf Tetap Menang...Ini Penjelasannya

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Rachmawati Soekarnoputri terkait PKPU Nomor 5/2019. Putusan itu menjadi topik hangat di masyarakat, bahkan sempat digoreng-goreng.


Saat itu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie langsung memberikan penjelasan, agar masyarakat luas mendapat pemahaman yang benar.

Kini kembali Prof Jimly menjelaskan duduk perkara putusan MA tersebut. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) itu tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum. Putusan MA itu sempat jadi perdebatan publik, termasuk netizen di media sosial, hingga ada yang membanding-bandingkan MA dan MK; "MK menangkan kubu Jokowi vs MA kubu Prabowo"?

Nah, dalam wawancara program NGOMPOL (Ngomongin Politik) yang tayang di Channel Youtube JPNN.com, Prof Jimly kembali menerangkan perbedaan peran MA dan MK dalam konteks sengketa Pilpres 2019 lalu.

"Kalau dalam hal judicial review, objeknya yang beda. Kalau MK kan konstitusionalitas undang-undang (UU). Jadi objek perkaranya itu konstitusionalitas UU. Kalau di MA itu legalitas peraturan di bawah UU. Begitu pembagian tugasnya," ucap Prof Jimly.

Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini, Peraturan KPU itu masuk kategori aturan pelaksana UU Pemilu.

Maka kalau PKPU dianggap melanggar UU, yang memutus melanggar atau tidak itu di Mahkamah Agung. Kedua, tegas mantan ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini, bedakan juga antara judicial review dengan perselisihan hasil pemilu.

"Ini dua jenis perkara, anda jangan kacaukan. Perkara pidana masuk penjara, kalau perkara perdata enggak. Paling ganti rugi. Jadi beda, kasusnya beda," tegas Prof Jimly.

Selain itu, katanya, kalau bicara mengenai hasil pemilihan umum, itu bicara siapa yang menang siapa yang kalah, siapa yang dapat suara siapa yang tidak. Nah, itu tempatnya ada di MK, bukan di MA.

"Jadi kalau peraturan KPU melanggar UU, hukumannya batalin! Begitu, itunya dibatalkan, peraturannya. Tapi dia dibatalkan ya sejak diputuskan. Yang diperkarakan itu aturan, bukan orang bukan pihak. Kalau perselisihan hasil pemilu, yang diperkarakan itu keputusan KPU (bukan PKPU, red)," tandasnya.[ida]