Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan mendesak pemerintah untuk tidak menjadikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai syarat akses vaksin Covid-19.
- Implementasi NIK Jadi NPWP Ditunda Sampai Juli 2024
- 25 Warga OKU Raya Gagal Terima BSU Karena Masalah NIK
Baca Juga
Diketahui, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 10/2021 Pasal 6 Ayat 3 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi mewajibkan NIK sebagai syarat mengikuti program vaksinasi.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan ada 40-70 juta jiwa masyarakat adat tersebar di Indonesia, 20 juta jiwa dari mereka telah menjadi anggota AMAN. Dari jumlah tersebut, dalam data AMAN, per 21 Juli 2021, baru 468.963 orang yang mendaftarkan diri untuk vaksinasi; sekitar 20.000 dari mereka sudah mendapatkan vaksinasi tahap pertama.
Keterbatasan akses vaksinasi dan ketiadaan NIK menjadi kendala utama rendahnya pendaftar. Negara berkewajiban untuk menyediakan layanan kesehatan bagi seluruh penduduk, termasuk akses pemberian vaksin dalam rangka percepatan penanganan pandemi COVID-19.
"Pemerintah perlu mengambil langkah diskresi karena ini adalah masalah nyawa orang, bukan sekadar soal pilkada atau pemilu," ucap Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi. “Bagi masyarakat adat, mengurus NIK di masa normal pun susah, apalagi di masa pandemi.”
Jika keberadaan KTP dijadikan persyaratan vaksin, “by name by address” maka kelompok marjinal akan mengalami risiko tak tersentuh akses vaksinasi dan ini membahayakan keseluruhan upaya penanganan pandemi. Sebagian masyarakat adat dan kelompok rentan tidak memiliki akses layanan kesehatan yang memadai.
Misalnya, karena lokasi tinggal yang terlalu jauh dari fasilitas kesehatan, ketiadaan infrastruktur, atau adanya keterbatasan fisik. Akibatnya, riwayat kesehatan, keberadaan status komorbid, tidak sepenuhnya diketahui. Karenanya, pemerintah juga perlu menyediakan fasilitas pengecekan pre-vaksin untuk mengetahui kondisi komorbid calon penerima vaksin.
Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Maulani Rotinsulu mengatakan, masyarakat disabilitas membutuhkan informasi yang konstruktif tentang vaksin COVID-19 dan juga akses fasilitas kesehatan yang terjangkau, terutama bagi perempuan disabilitas.
Senada, Buyung Ridwan Tanjung dari Organisasi Harapan Nusantara (OHANA), mendesak adanya sosialisasi terkait prosedur apa yang harus dilakukan para penyandang disabilitas, termasuk buat yang tidak memiliki NIK, untuk bisa mendapatkan vaksin.
“Mereka butuh screening kesehatan tambahan, juga mobilisasi karena ada keterbatasan bagi disabilitas untuk mendatangi layanan kesehatan. Hal yang mungkin kami lakukan adalah membawa vaksin kepada mereka atau membawa mereka ke lokasi vaksinasi," kata Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Hamid Abidin.
Karenanya, Koalisi mendesak pemerintah mendorong kebijakan bagi masyarakat adat, penyandang disabilitas, petani, buruh, dan kelompok anak tanpa akta agar mendapatkan vaksin tanpa syarat NIK. Koalisi ini menyadari bahwa NIK adalah tertib administrasi yang dibutuhkan, namun mengingat gentingnya situasi pandemi, Koalisi mendesak pemerintah untuk membuat terobosan.
Koalisi juga mendorong agar surat keterangan dari ketua adat, RT/RW, kepala desa, atau organisasi yang menaungi sebagai pengganti NIK dan dikukuhkan lewat surat edaran kementerian terkait. AMAN dan organisasi yang bergabung dalam Koalisi ini bersedia membantu pemerintah dalam penyediaan data dan surat keterangan yang dibutuhkan.
Mendorong edukasi dan sosialisasi yang konstruktif, mudah didapat, dan mudah dipahami terkait COVID-19 dan program vaksinasi, termasuk aktif meluruskan sejumlah kabar bohong/hoaks yang berkaitan dengan dua hal tersebut.
Memastikan tersedianya fasilitas pemeriksaan kesehatan awal untuk masyarakat adat dan kelompok rentan termasuk anak, sebelum mendapatkan vaksin. Memastikan adanya layanan kunjungan ke rumah atau lokasi tinggal kelompok disabilitas, panti-panti atau sarana transportasi penjemputan ke lokasi fasilitas kesehatan terdekat terutama bagi warga yang tinggal di kampung-kampung.
Koalisi menilai, perlu mendefinisikan kelompok rentan yang menjadi prioritas vaksinasi sesuai standar WHO dan memprioritaskan vaksinasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat dan kelompok rentan di seluruh provinsi Indonesia.
Memberikan pelatihan orientasi bagi para relawan yang akan memberikan layanan vaksinasi massal, terutama tentang etika berinteraksi dengan kelompok disabilitas dengan melibatkan organisasi penyandang disabilitas.
- Terpidana Korupsi Alat Pencegahan Covid-19, Leksi Yandri Dijebloskan ke Penjara
- HMPV Tidak Akan Jadi Pandemi Seperti Covid-19
- HMPV Melonjak di China, Indonesia Diminta Waspada