Kejagung Diminta Ungkap Dugaan Manipulasi RKAB Perusahaan Tambang di Sumsel, Putra Hulu Lematang Salah Satunya?

Tangkapan layar video aktivitas penambangan PT Putra Hulu Lematang di Lahat beberapa bulan lalu/repro
Tangkapan layar video aktivitas penambangan PT Putra Hulu Lematang di Lahat beberapa bulan lalu/repro

Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menyelidiki dugaan manipulatif data Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan pertambangan batubara di Sumatera Selatan.


Hal itu disampaikan langsung Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Feri Kurniawan, dia mengatakan ada pihak mafia pertambangan yang bermain dalam dugaan manipulasi RKAB tersebut. Sehingga menimbulkan perbuatan melawan hukum yang berpotensi mengalami kerugian negara hingga triliunan rupiah.

"Kami mendoorog Kejagung segera menyelidiki hal ini, dari data yang kami dapat banyak sekali kerugian negara yang didapat dari manipulasi RKAB perusahan pertambangan di Sumatera Selatan," kata Feri dihubungi RMOLSumsel, Rabu (17/5).

Dijelaskan Feri kerugian negara yang dimaksud yakni, adanya persengkongkolan gabungan oknum dengan modus merekayasa RKAB yang diduga untuk mengurangi pendapatan negara dengan memperkecil pajak. 

"Salah satu bagian dari RKAB adalah Domestic Market Obligation (DMO) yaitu kewajiban menjual 30% hasil eksploitasi batubara kepada pemerintah untuk pembangkit listrik PLN. Rencana pajak daerah, pajak pusat dan DMO inilah yang diduga menjadi objek perbuatan melawan hukum dengan modus merekayasa RKAB yang diduga untuk mengurangi pendapatan negara dengan memperkecil kewajiban pajak mereka," jelasnya.

Diakui Feri untuk melakukan hal tersebut tentu tidak mudah, pihaknya menduga adanya orkestra dalam melakukan pengecilan pajak dengan melibatkan oknum-oknum di pemerintah daerah, KCP Pratama hingga Kementerian.

"Semua oknum punya perannya masing-masing, sehingga hal ini seperti menjadi orkestra bagi oknum dan mafia yang memainkan perannya masing-masing dalam merekayasa RKAB pertambangan. Dengan cara mengecilkan jumlah produksi batubara dalam  laporan, sehingga pajaknya juga kecil. Selama ini masyarakat di Sumsel tidak pernah tahu berapa jumlah produksi batubara dari puluhan bahkan ratusan tambang yang ada. Disinilah adanya potensi korupsi yang dilakukan oknum mafia yang sudah berjalan bertahun-tahun, " tegasnya.

Seperti diketahui, pada tahun 2022 lalu Kementerian ESDM menolak ratusan permohonan RKAB minerba dengan berbagai alasan. Diantaranya, perusahaan belum atau tidak terdaftar di Minerba One Data Indonesia (MODI). 

Belum lagi, banyaknya perusahaan tidak memiliki persetujuan dokumen studi kelayakan dan paling sering terjadi yaitu tidak terdapat perhitungan neraca sumber daya dan cadangan yang telah diverisifikasi oleh Competent Person yang terdaftar di Komite Cadangan Mineral Indonesia atau KCMI.

“Pembahasan RKAB ini sangat membantu daerah dalam pemenuhan pencapaian target untuk pajak negara serta pajak daerah pada tahun sebelumnya dan tahun berjalan. Namun hal ini juga bisa menjadi objek melawan hukum, karena adanya dugaan rekayasa tingkat produksi dalam RKAB agar kewajiban DMO berkurang," pungkasnya. 

Putra Hulu Lematang Diduga Manipulasi RKAB?

Diberitakan sebelumnya, diantara perusahaan tambang di Sumsel yang diduga terlibat dalam manipulasi RKAB adalah PT Putra Hulu Lematang. Perusahaaan yang beroperasi di Pagar Agung, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat menjadi sorotan beberapa waktu ke belakang. 

Hal itu menyusul Izin Usaha Produksi (IUP) dicabut oleh Presiden Jokowi pada awal Januari 2022, perusahaan ini diketahui masih melakukan aktivitas penambangan. 

Kepala Teknik Tambang (KTT) PT PHL, Al Haikal kepada Kantor Berita RMOLSumsel pada November lalu mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemerintah setempat (Pemkab Lahat), Dinas ESDM Sumsel, bahkan Inspektur Tambang penempatan Sumsel terkait aktivitas ini. Lebih jauh dikatakannya, pihaknya juga sedang menanti surat izin dari Dirjen Minerba.

Belakangan, beredar dokumen persetujuan RKAB yang ditandatangani oleh Dirjen Minerba untuk tahun 2022 yang diduga surat yang dimaksud oleh Al Haikal tersebut. Surat ini pula yang akan dijadikan dasar penambangan, meskipun belum ada kejelasan terkait pencabutan IUP perusahaan itu. 

Di dalam surat itu terlihat kepada siapa surat ditembuskan, mulai dari Menteri ESDM, Gubernur Sumsel, Dirjen Pajak, Sekretaris Dirjen Minerba, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara, Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba, Direktur Pembinaan Program Minerba, Direktur Penerimaan Minerba dan Kepala Dinas ESDM Sumsel.

Meski tidak secara langsung menyebut surat itu palsu, Hendriansyah mengatakan kalau surat itu tidak sebagaimana mestinya. "Sejak Oktober, sepengetahuan saya persetujuan RKAB IUP OP seharusnya ditandatangani oleh Menteri ESDM. Tapi secara persis yang berwenang untuk mengonfirmasi hal ini adalah Dirjen Minerba, atau bisa ke Kordinator Inspektur Tambang disini," kilahnya.

Akan tetapi, berkaitan dengan hal ini Kordinator Inspektur Tambang penempatan Sumsel Oktarina Anggereyni menolak untuk memberikan konfirmasi. "Untuk pertanyaan tersebut bisa berkomunikasi dengan humas Dirjen Minerba," jawabnya melalui pesan whatsapp.

Penelusuran lebih jauh dilakukan tim Kantor Berita RMOLSumsel atas surat tersebut. Pemindaian menggunakan aplikasi pada tanda tangan elektronik dalam surat itu ternyata menunjukkan fakta bahwa surat itu diduga kuat bukanlah untuk ataupun milik PT PHL. 

Setelah dipindai, halaman langsung diarahkan ke aplikasi 'Electronic RKAB (E-RKAB)' Kementerian ESDM. Dari sana diketahui bahwa tanda tangan elektronik itu diperuntukkan bagi surat bernomor T-262.RKAB/MB.05/DJB.B/2022, yang merupakan persetujuan RKAB IUP OP tahun 2022 milik perusahaan lain.