Sumur Minyak Ilegal Kembali Meledak, Kapan Berhenti Merenggut Nyawa?

Pj Gubernur Sumsel Elen Setiadi bersama Kapolda Sumsel Irjen Pol A Rachmad Wibowo dalam Rapat Koordinasi Upaya Pencegahan, Penanganan dan Penegakkan Hukum (Gakkum) Terhadap Kegiatan Ilegal Migas di Kabupaten Musi Banyuasin/Foto:Kominfo
Pj Gubernur Sumsel Elen Setiadi bersama Kapolda Sumsel Irjen Pol A Rachmad Wibowo dalam Rapat Koordinasi Upaya Pencegahan, Penanganan dan Penegakkan Hukum (Gakkum) Terhadap Kegiatan Ilegal Migas di Kabupaten Musi Banyuasin/Foto:Kominfo

Sumur minyak ilegal di kawasan Sungai Dawas Parung, Dusun V Srigunung, Kecamatan Sungai Lilin, Musi Banyuasin (Muba) kembali meledak pada Minggu (21/7), menewaskan satu orang warga bernama Liswandi (42).


Peristiwa ini menambah daftar panjang tragedi akibat aktivitas ilegal drilling di Muba yang tak hanya membahayakan keselamatan warga, tetapi juga merusak ekosistem lingkungan.

Ledakan sumur minyak ilegal di Muba bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, insiden serupa terjadi di wilayah perkebunan sawit PT Hindoli pada 26 Juni 2024 dan di Desa Tanjung Dalam pada 12 Mei 2024, yang juga mengakibatkan kerusakan lingkungan dan korban jiwa.

Direktur Eksekutif Suara Informasi Rakyat Sriwijaya (SIRA) Rahmat Sandi ikut menyoroti kejadian tersebut. Peristiwa meledaknya sumur minyak ilegal itu dinilai menimbulkan dampak yang luar biasa karena menimbulkan efek domino terhadap kerusakan lingkungan, hingga keselamatan warga.

"Dampak kejadian ini tentunya sangat buruk sekali dan menimbulkan efek domino karena dampak yang dari praktik ilegal drilling ini menimbulkan dampak kumulatif yang sangat merugikan. Baik secara ekonomi, kerusakan lingkungan sampai keselamatan warga yang terancam. Makanya praktik ini sangat urgent untuk ditindak dengan serius," jelas Rahmat.

Tim gabungan dari Polda Sumsel dan Polres Muba melakukan penertiban sumur minyak ilegal di Kecamatan Keluang, Kabupaten Muba pada 6 Juni 2024 lalu/Foto: Dokumen Polres Muba

Masifnya Aktivitas Ilegal Drilling

Selain itu, pihaknya juga menemukan fakta baru dari aktivitas ilegal drilling yang terjadi di Musi Banyuasin. Fakta tersebut menurut Rahmat, sangat berbeda dari praktik ilegal drilling yang terjadi saat ini, dengan aktivitas pada 10 tahun lalu.

Perbedaan itu terlihat dari masifnya aktivitas ilegal drilling yang diduga disokong oleh cukong atau toke yang menjadi investor dalam praktik illegal drilling tersebut.

"Kalau dulu yang saya ketahui pengeboran itu murni memang dilakukan oleh warga dengan pendanaan sistem patungan atau arisan. Tapi yang terjadi sekarang itu tidak lagi. Karena biaya pengeboran sangat besar hingga ratusan juta rupiah. Disinilah kami mengendus adanya pemodal besar atau disebut toke yang bermain di bisnis ini," paparnya.

Menurut Rahmat, ongkos dari pengeboran ilegal drilling tersebut bisa mencapai ratusan juta dengan tingkat kedalaman ratusan meter dibawah tanah. Mengabaikan faktor keselamatan jiwa hingga dampak kerusakan ekosistem lingkungan.

"Kalau dulu pengeboran warga itu tak sampai ratusan meter. Karena biayanya besar, tapi juga jarang meledak. Sekarang jadi pertanyaan kita semua, siapa yang sanggup keluarkan modal ratusan juta  itu dengan resiko perbandingan fifty-fifty tidak berhasil dan modal tadi lenyap saja kalau gagal," katanya.

Ditambah lagi jika terjadinya insiden kebakaran atau meledaknya sumur minyak dari aktivitas ilegal drilling tersebut. Para pemodal ini juga sudah memiliki strategi jitu untuk mengatasi masalah hukum.

Modusnya dengan menyiapkan 'pengantin' atau seseorang yang dibayar untuk mengakui kesalahan dari insiden meledaknya sumur minyak ilegal tersebut.

"Informasi yang kami dapat setiap terjadi insiden, sudah ada 'pengantin' atau orang yang telah dibayar untuk dipersiapkan toke tadi untuk mempertanggungjawabkan dari meledaknya sumur minyak ilegal itu. Makanya setiap kejadian sulit sekali mengungkap siapa pemilik dari sumur minyak ilegal tersebut," tandasnya.

Kebakaran sumur minyak ilegal di areal Sungai Dawas Parung Dusun V, Desa Srigunung, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Muba/repro

Diduga Banyak Oknum Terlibat 

Sementara itu Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Feri Kurniawan juga menilai adanya oknum yang terlibat dari lingkaran bisnis sumur minyak ilegal tersebut.

"Kalau keterlibatan oknum itu pasti, dari vertikal dan horizontal baik papan atas sampai tingkatan paling bawah saya kira pasti ada. Memang untuk membuktikannya itu sangat sulit tapi terendus karena ini berkaitan dengan duit yang cukup besar yang dihasilkan dari bisnis ini. Makanya aktivitas ilegal drilling ini sangat sulit ditindak, sekali dintindak muncul lagi ditempat lain," kata Feri.

Suburnya dari praktik tersebut, diduga telah banyak terjadinya pelanggaran hukum dari yang dilakukan oknum aparat pemerintah. Bahkan pihaknya juga mendapat informasi adanya perusahaan yang menampung hasil dari aktivitas ilegal tersebut namun nyaris tak tersentuh hukum.

"Kemana hasil dari penambangan minyak itu dijual, apakah ada perusahaan yang ditindak?. Dari banyaknya perusahaan di Muba adakah yang menjadi  penadah? karena minyak tersebut hasil dari aktivitas ilegal sudah pasti merugikan negara. Disnilah kami menduga adanya kong kalikong atau setor menyetor keterlibatan oknum. Masalah ini harus diselesaikan dari hulu hingga hilir jika tidak pasti terulang lagi," pungkasnya.

Anggota Komisi IV DPRD Sumsel, Askweni mengatakan diperlukan langkah tegas dan terkoordinasi dari semua pihak untuk memberantas praktik ini. Dia mendesak agar instansi terkait, seperti Polda Sumsel, Pemerintah Provinsi Sumsel, Pemkab Muba, SKK Migas, dan Kementerian LHK, duduk bersama untuk membahas solusi komprehensif.

"Kita harus duduk satu meja untuk menyelesaikan permasalahan ini. Ini menyangkut pendapatan negara, kesejahteraan rakyat, dan keselamatan semua pihak," jelas Askweni.

Dia menambahkan bahwa Komisi IV DPRD Sumsel siap memfasilitasi pertemuan para pihak terkait untuk mencari solusi yang tepat. "Permasalahan ini harus diatasi dengan kembali ke aturan yang ada. Komisi IV siap memfasilitasi pertemuan ini," tegasnya.

Kasubdit Tipidter Ditrskrimsus Polda Sumsel, Kompol Bayu Arya Sakti mengatakan pihaknya segera membentuk Satgas terkait penanganan ilegal drilling di Muba. Namun dirinya belum bisa merincikan seperti apa langkah kongkret dalam penanganan tersebut.

"Nanti bakal dibentuk satgas, tapi bukan dari saya," singkatnya.

Kapolda Sumsel Irjen Pol A Rachmad Wibowo bersama Pj Gubernur Sumsel Elen Setiadi saat memberi keterangan usai Rapat Koordinasi Upaya Pencegahan, Penanganan dan Penegakkan Hukum (Gakkum) Terhadap Kegiatan Ilegal Migas di Kabupaten Musi Banyuasin/Foto:Kominfo

Bentuk Satgas Khusus, Penanganan Ilegal Drilling Tidak Bisa Dilakukan Sendiri

Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Elen Setiadi bersama Kapolda Sumsel, Irjen Pol A. Rachmad Wibowo sepakat untuk membuat Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Illegal Drilling dan Illegal Refinery.

Bertempat di Ruang Rapat Bina Praja Kantor Gubernur Sumsel, Rabu (24/7). Pj Gubernur bersama Kapolda Sumsel menggelar Rapat Koordinasi Upaya Pencegahan, Penanganan dan Penegakkan Hukum (Gakkum) Terhadap Kegiatan Ilegal Migas di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).

"Penutupan akan kita lakukan bertahap. Seperti yang saya sampaikan kemarin bahwa lokasi penambangan minyak ilegal ini medannya cukup besar, Polri tak bisa kerja sendiri. Penanganan harus dilakukan secara komprehensif," ujar Kapolda Sumsel, Irjen Pol A. Rachmad Wibowo usai rapat di Kantor Gubernur Sumsel.

Menurutnya, pembentukan satgas ini sangat diperlukan agar persoalan illegal drilling dan refinery yang berdampak pada lingkungan dan sudah memakan korban jiwa ini bisa teratasi. Dalam pembentukan satgas itu, ada empat sub bidang yang bekerja.

Pertama Sub Satgas Preemtif yang membidangi soal mitigasi dan sosialisasi ke masyarakat. Tim ini akan bekerja mulai dari hulu hingga hilirnya.

"Mereka akan menyampaikan bahwa Pemda bersama pihak-pihak terkait sudah membentuk satgas. Sehingga, mulai dari sekarang bagi individu yang melaksanakan illegal drilling dan Illegal refinery untuk berhenti. Ini untuk semua dari hulu sampai ke hilir, untuk cari profesi lain," ungkapnya.

Kedua adalah Sub Satgas Preventif yang juga melaksanakan upaya pencegahan. Satgas ini akan mengedepankan upaya pencegahan dengan meminta Kades, camat, tokoh masyarakat dan aebahainya terjun ke lapangan menyampaikan dampak dsri kegiatan ilegal tersebut.

Berikutnya Satgas Penegakan Hukum dan keempat Sub Satgas Rehabilitasi. Seluruh sub itu akan punya tugas masing-masing dalam penanganan illegal drilling dan refinery.

"Kita juga akan bangun pos-pos, portal, cctv, meningkatkan patroli dan razia. Bilamana ada tangkap tangan akan ditindaklanjuti secara yuridis," katanya. 

Ia menyebut, Satgas itu terdiri dari berbagai instansi dan butuh modal besar. Jumlah tim sekitar 50 orang yang berasal dari Pemda, Polri, TNI, Kejaksaan, Pengadilan, SKK Migas, Pertamina. Untuk pengelolaan bahan-bahan berbahaya ini, Satgas juga meminta PTBA, Pertamina dan SKK Migas untuk penanganan secara khusus.

Dia menyebut, dari keseluruhan sub satgas itu akan mengerjakan skala prioritas berdasarkan situasi dan kondisi di lapangan. Termasuk upaya reboisasi, reklamasi dan sebagainya untuk menghindari pencemaran lingkungan. Kemudian juga dampak kesehatan yang tak disadari dan psikologis masyarakat.

"Dalam penegakkan nanti, akan ada penertiban semua sumur minyak ilegal. Kita juga minta semuanya meninggalkan. Pasca ditinggal, akan kami jaga jika tidak mereka bisa masuk lagi. Jadi alat produksinya kita ambil, sebab salah satu modal terbesar usaha ini adalah alat produksi, rig-rignya dan tungku-tungkunya," jelas Rachmad.

Pj Gubernur Sumsel, Elen Setiadi menambahkan, pembentukan Satgas itu telah disepakati untuk penanganan dan kegiatan illegal drilling dan refinery. Satgas ini bersifat komprehensif, sehingga melibatkan banyak pihak.

"Tak hanya menyangkut penegakkan hukum tapi juga aspek penanganan sosial dan dampaknya. Kita melakukan ini karena sudah lima warga tewas, lingkungan tercemar dan mengganggu aktivitas sungai dan pertanian. Kita harap tak ada lagi korban" tukasnya. (*tim).