Kasus Penipuan Pengurusan Perizinan, DPRD Sumsel Imbau Gunakan Jalur Resmi

Ketua Komisi III DPRD Sumsel M Yansuri/ist
Ketua Komisi III DPRD Sumsel M Yansuri/ist

Kasus penipuan dan penggelapan pengurusan perizinan terminal khusus PT Musi Perkasa miliknya Kawasan Tanjung Api-Api (TAA) ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yang menyeret mantan Ketua Partai Politik (Parpol) Sumsel Yusmah Reza alias Reza (39) ditanggapi pihak DPRD Sumatera Selatan (Sumsel).


Ketua Komisi III DPRD Sumsel M Yansuri usai menghadiri reses anggota DPRD Sumsel Dapil Sumsel II kota Palembang diaula Dinas Perhubungan Sumsel, menghimbau masyarakat dalam mengurus perizinan harus melalui prosedur yang ada atau jalur yang resmi.

"Yang pengurusan perizinan itu harus menggunakan jalur resmi, mestinya memang begitu," kata Ketua Komisi III DPRD Sumsel M Yansuri, Kamis (24/3).

Dia mengatakan, pengurusan izin melalui calo atau pihak ketiga tidak menjamin kemudahan. Malahan merugikan karena besarnya ongkos pengurusan izin. "Jangan pakai melalui calo atau tangan ketiga, tidak ada jaminan bisa selesai dengan mudah malahan banyak keluar ongkos karena mesti bayar jasa lagi khan," jelasnya.

Sebelumnya Anggota Unit 2 Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Sumsel menangkap mantan pimpinan salah satu Partai Politik (Parpol) di Sumatera Selatan (Sumsel) Yusmah Reza alias Reza (39), warga Perum Ganda Asri 2, Kelurahan Parung Jaya, Kecamatan Karang Tengah, Tangerang, Banten.

Reza ditangkap ditempat persembunyiannya di Jakarta beberapa hari lalu dalam kasus penipuan dan penggelapan terhadap korbannya Effendi Chandra (65) setelah tidak memenuhi janjinya dalam pengurusan izin terminal khusus PT Musi Perkasa di Kementerian Perhubungan.

Kasus ini terjadi bulan Juli 2019 silam. Saat itu korban bermaksud mengurus perizinan terminal khusus PT Musi Perkasa miliknya Kawasan Tanjung Api-Api (TAA) ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Termasuk juga pengamanan operasional selama enam bulan terhitung per 1 Agustus 2019. Untuk keperluan tersebut, korban bertemu tersangka yang mengaku bisa mengurus perizinan tersebut hingga selesai.

Setelah disepakati, korban beberapa kali diminta tersangka untuk memberikan uang untuk kelancaran pengurusan izin.Pada 10 Juli 2019, perusahaan korban mentransferkan uang sebesar Rp800 juta untuk pengurusan izin. Kemudian, sebanyak lima kali korban kembali mentransferkan uang ke rekening tersangka dengan total nilai sebesar Rp253.700.

Namun, hingga saat ini izin tak kunjung keluar dan akhirnya melaporkan perkara ini ke polisi dan uang jaminan juga tak kunjung dikembalikan. Korban mengalami kerugian sebanyak Rp1,7 miliar.