Jabatan Bupati Bodong di Muara Enim, Siapa Bermain, Siapa Bertanggung Jawab?

Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Sumsel Herman Deru, Ketua DPRD Muara Enim Liono Basuki dan Plt Bupati Muara Enim, Ahmad Usmarwi Kaffah/kolase
Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Sumsel Herman Deru, Ketua DPRD Muara Enim Liono Basuki dan Plt Bupati Muara Enim, Ahmad Usmarwi Kaffah/kolase

Baru empat bulan menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Muara Enim, Ahmad Usmarwi Kaffah terancam lengser dari kedudukannya. 


Hal itu menyusul putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang yang  mengabulkan gugatan penggugat menolak pelaksanaan proses pemilihan wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan 2018-2023. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/ptun-gugurkan-sk-penetapan-wakil-bupati-muara-enim-ahmad-usmarwi-kaffah-terancam-lengser)

Dengan putusan tersebut jabatan Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai Plt Bupati Muara Enim dipastikan tidak memiliki legitimasi. Sejak awal, keputusan penunjukan Kaffah sebagai Plt Bupati Muara Enim sudah menimbulkan pro dan kontra.

Bahkan tahapan tersebut dinilai penuh dengan konspirasi dan terindakasi terdapat tindakan koruptif terhadap tata kelola pemerintahan yang melibatkan Gubernur, DPRD Muara Enim dan Kemendagri.

Gubernur Sumsel Herman Deru melantik Plt Bupati Muara Enim Ahmad Usmarwi Kaffah/ist

Pengamat Politik Bagindo Togar mengatakan pelantikan Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai Plt Bupati Muara Enim sangat jelas melanggar Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. 

"Kalau kita mengacu pada undang-undang tersebut, pelantikan Plt Bupati Muara Enim ini sangat jelas menabrak aturan. Anehnya kenapa ini masih lolos, tentu sangat mencurigakan bisa jadi ada konspirasi dibalik ini," kata Bagindo dihubungi RMOL Sumsel, Sabtu (6/5).

Lebih lanjut Bagindo menjelaskan dalam undang-undang tersebut tercantum aturan terkait pergantian kepala daerah dan wakil kepala daerah karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan secara tidak hormat dalam masa jabatannya.

Dalam mekanismenya pergantian itu dilakukan pengisian  jabatan melalui  mekanisme  pemilihan  oleh  DPRD  Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota dan Parpol pengusung di DPRD mengusulkan dua pasangan calon kepada dewan untuk dipilih. 

Pengamat Politik Bagindo Togar/ist

"Paling prinsip dalam hal ini sisa masa jabatan itu tidak boleh kurang dari 18 bulan dan mekanismenya pemilihan dari DPRD itu harus minimal dua pasang itu wajib. Nah, dari dua poin ini saja sudah jelas melanggar aturan apalagi ketentuan lainnya sehingga terkesan bodong, apa tidak ada kordinasi dengan pihak KPU," katanya.

Bagindo menilai ada konspirasi dari tiga kelompok tertentu yang memuluskan langkah politisi Partai Demokrat itu menjadi Plt Bupati Muara Enim. Diantaranya DPRD setempat, Gubernur Sumsel yang mewakili pemerintah pusat di daerah dan Kementrian Dalam Negeri.

"Tiga kelompok ini harus tanggung jawab karena ketiganya melakukan pembiaran yang secara prinsip sudah melanggar undang-undang. Ketiganya harus diberikan sanksi karena menyebabkan tata kelola pemerintahan kacau karena tidak melihat fakta hukum," jelasnya.

Faktanya, Kabupaten Muara Enim bukan satu-satunya daerah di Sumsel yang melakukan pergantian masa sisa jabatan. Daerah lain yang melakukan pergantian sisa masa jabatan yakni Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). 

Bagindo mempertanyakan, treatment yang dilakukan terhadap daerah tersebut sangat jauh berbeda. Padahal, OKU masih meyisahkan masa jabatan yang cukup panjang. Namun, Gubernur Sumsel menunjuk Kadis PMD Sumsel, Teddy Meilwansyah sebagai Plh Bupati OKU pada tahun lalu. 

"Kenapa di OKU berbeda, padahal Muara Enim kan sudah ada Plt Bupati. Kenapa hal ini seperti dipaksakan. Justru Plt Bupati yang dijabat Ahmad Usmarwi Kaffah ini akibatnya kehilangan legitimate dengan keluarnya putusan PTUN beberapa hari yang lalu," pungkasnya.