Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumsel, Selasa (15/4/2025) siang.
- Bendera Robek Berkibar di Kantor DLHP Sumsel, Massa Aksi Soroti Kelalaian Penghormatan Simbol Negara
- Ratusan Warga Belida Darat Ancam Tutup Lokasi Minyak Pertamina, Desak Ketegasan Pj Gubernur
- Warga Belido Darat Menjerit, Pemprov Sumsel Bergerak Cepat Investigasi Pelanggaran Pertamina
Baca Juga
Para demonstran mendesak agar DLHP segera menjatuhkan sanksi tegas terhadap tiga korporasi yang mereka tuding telah mencemari lingkungan dan melanggar aturan, yaitu PT RMK Energy, PT Bukit Asam Tbk (PT BA), dan PT Golden Oilindo Nusantara (GON).
Koordinator Aksi, Medi Susanto, dalam orasinya menyampaikan bahwa aktivitas ketiga perusahaan tersebut telah merusak lingkungan dan berdampak pada masyarakat sekitar, khususnya di wilayah tambang dan jalur angkutan sungai.
“Hari ini kami demo terkait perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan dan mencemari lingkungan hidup di Sumsel. Ada tiga perusahaan, PT RMK, PT BA, dan PT GON,” tegas Medi kepada wartawan.
Ia juga menilai aktivitas PT Bukit Asam telah menimbulkan polusi debu, kerusakan jalan, dan gangguan terhadap aktivitas warga yang bisa memicu konflik sosial. “PT BA harus dihentikan operasionalnya karena menyebabkan dampak buruk bagi masyarakat, belum lagi persoalan ganti rugi lahan yang belum juga tuntas,” ujarnya.
Terkait PT RMK dan PT TBBE, Medi menyebut keduanya diduga beroperasi tanpa izin Amdal yang sah, namun belum dijatuhi sanksi. GAASS meminta agar Kejaksaan Tinggi Sumsel turut turun tangan memeriksa penerbitan izin yang dilakukan oleh DLHP.
“Kami mendesak Kejati Sumsel menyelidiki pembuatan izin Amdal yang diberikan kepada PT RMK dan PT TBBE karena kami menduga ada pelanggaran serius. Bahkan, ini berpotensi menjadi tindak pidana korupsi karena menyangkut izin tanpa prosedur yang benar,” jelasnya.
Selain itu, massa juga menuntut agar kedua perusahaan tersebut membuka dokumen izin Amdal secara transparan ke publik. Medi juga menyebut PT GON diduga mencemari lingkungan dan melakukan pelanggaran dalam tata kelola perusahaan.
“Kami ingin PT RMK dan PT TBBE buka-bukaan soal izin Amdal mereka. Kalau memang tidak punya izin yang sah, maka harus dihentikan. Dan kami juga meminta Direktur perusahaan ini diproses hukum karena diduga telah melanggar Pasal 111 Ayat 1 UUPPLH,” tegas Medi.
Menanggapi aksi tersebut, Kepala Seksi Pengaduan dan Penegakan Hukum DLHP Provinsi Sumsel, Erni Yustina, mengatakan pihaknya mengapresiasi penyampaian aspirasi dari para mahasiswa dan menyatakan bahwa DLHP memiliki tugas di bidang pengawasan dan pembinaan.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada adik-adik semua. Ini merupakan masukan penting bagi kami karena memang kami harus mendengarkan suara dari masyarakat,” ujar Erni di hadapan para peserta aksi.
Ia menjelaskan bahwa sejak 2020, kewenangan izin lingkungan telah dikembalikan ke pemerintah pusat, sehingga DLHP tidak bisa menjatuhkan sanksi secara langsung terhadap perusahaan-perusahaan yang menjadi objek tuntutan mahasiswa.
“Untuk pengawasan memang masih bisa kami lakukan, tetapi untuk penegakan hukum, kami harus merekomendasikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Jika kami menjatuhkan sanksi tanpa kewenangan, itu akan menjadi mal-administratif,” ungkap Erni.
DLHP, kata Erni, akan menindaklanjuti tuntutan mahasiswa dengan memanggil pihak perusahaan untuk dimintai klarifikasi, bahkan turun langsung ke lapangan jika diperlukan.
“Kalau perlu kami akan ke lokasi. Masalah lingkungan ini sangat kompleks dan DLHP tidak bisa bekerja sendiri. Kami butuh dukungan dan laporan dari masyarakat,” pungkasnya.
- Mobil Pintar Bukit Asam, Sahabat Anak Sekolah yang Membawa Dunia dalam Buku
- Demi Warisan untuk Anak Cucu, PTBA Tanam Pohon Bersama Masyarakat
- Konflik Lahan Robert Aritonang vs PTBA-BSP: Penggugat Serahkan Bukti Aktivitas Penambangan Terbaru