Fatality Trimata Benua, Dinas ESDM Sumsel: Produksi Tanpa Menghiraukan Keselamatan dan Lingkungan

Ilustrasi: Aktivitas tambang di areal PT MPC. Di kawasan ini juga pernah terjadi kecelakaan tambang pada 2021 lalu.
Ilustrasi: Aktivitas tambang di areal PT MPC. Di kawasan ini juga pernah terjadi kecelakaan tambang pada 2021 lalu.

Fatality yang terjadi di areal tambang PT Trimata Benua akhir Februari lalu, sejatinya tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab Provinsi Sumsel. Namun kewenangan itu telah diambil alih oleh pemerintah pusat. 


Dalam beberapa kasus kecelakaan di areal tambang yang terjadi di Sumsel, Dinas ESDM cenderung tak dapat berbuat apa-apa. Sebab sudah ada perpanjangan tangan pusat yakni Kepala Inspektur Tambang (KaIT) Perwakilan Sumsel.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas ESDM Sumsel, Hendriansyah dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPRD Sumsel. Dia menegaskan fungsi koordinasi yang seharusnya terjalin dengan baik, namun tidak kenyataannya di lapangan. 

"Kami Dinas ESDM, kebetulan dalam kasus (fatality) ini di Trimata Benua tidak mendapatkan informasi langsung," ungkap Hendriansyah. Berbeda dengan kasus-kasus kecelakaan tambang di Sumsel sebelumnya, dimana Dinas ESDM mendapat informasi lebih dulu. 

"Kalau kejadian lain, sebelum ke inspektur tambang atau pihak lain disampaikan dulu ke kami, baru kami teruskan ke KAIT yang dijabat oleh Direktur Teknik dan Lingkungan. Setelah itu kami sampaikan juga kepada Koordinator Inspektur Tambang yang kemudian melakukan investigasi," ungkapnya. 

Rangkaian koordinasi dalam kejadian kecelakaan tambang sebelum ini dinilai Hendriansyah cukup rapi dan terstruktur untuk bisa segera dilakukan tindak lanjut paskakejadian. 

Meski demikian, yang terpenting dalam setiap kecelakaan tambang menurutnya adalah proses penanganan terhadap korban. "Hal terpenting dalam kecelakaan tambang, adalah menyelamatkan korban. Kalau menunggu investigasi terlalu lama. Sehingga, (sembari menunggu koordinasi dan instruksi pusat-daerah) penanganan (terhadap korban) diserahkan kepada kawan-kawan di lapangan (perusahaan)," jelasnya. 

Rapat Dengar Pendapat fatality PT Trimata Benua dengan Komisi IV DPRD Sumsel. (rmolsumsel)

Di sisi lain, setelah melakukan penanganan terhadap korban, Hendriansyah yang juga pernah menjabat sebagai Inspektur Tambang ini menjelaskan poin penting dalam proses investigasi, yaitu mencari faktor penyebab sehingga kecelakaan tidak terjadi secara berulang. 

Faktor penyebab ini, dicari dan dianalisa secara komprehensif dengan mempertimbangkan semua aspek dan tentunya fakta yang ada di lapangan. Apabila mengambil contoh dalam kasus Trimata Benua, dimana korban disebutkan memakai headset dan memegang handphone saat bekerja malam hari, merupakan hal yang dinilainya sebagai kesalahan yang sangat fatal. 

"Kami masih melihat hal teknis yang tidak dipenuhi. Misalnya karena bekerja pada malam hari, maka tower lamp harus maksimal, lampu dengan tingkat kecerahan yang tinggi," ujar Hendriansyah.

Begitu juga tingkat kesadaran pekerja dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di sektor pertambangan yang masih minim. Hal ini terkait dengan kesiapan dan kesigapan perusahaan dalam memberikan pendidikan, pelatihan dan pemahaman terhadap pekerjanya. 

Sehingga, Dinas ESDM Sumsel, lanjut Hendriansyah sangat mengapresiasi kinerja DPRD Sumsel yang bergerak cepat untuk memanggil semua pihak terkait sebagai bentuk kepedulian terhadap kejadian ini dan tentunya korban yang merupakan warga Sumsel. 

"Kita semua berharap kedepan tidak ada korban lagi. Jangan hanya kegiatan tambang ini mengejar semata-mata produksi tanpa menghiraukan keselamatan dan lingkungan. Kami sepakat (dengan DPRD Sumsel) untuk kedepan dibenahi. Sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali," katanya. (*/bersambung)