Internship program atau magang merupakan syarat utama ketika melalui proses pendidikan perguruan tinggi. Biasanya, Internship Program masuk pada mata kuliah Praktek Profesi Mahasiswa (PPM). Mahasiswa semester akhir nantinya akan ditempatkan di suatu perusahaan untuk mengenal dunia kerja.
- Dukung Palestina, 22 Mahasiswa Columbia Dikeluarkan dan Dicabut Gelarnya
- Perkuat Solidaritas, Polres PALI Gandeng Mahasiswa dan OKP dalam Aksi Sosial Ramadan
- Tertidur di Pondok, Pelaku Pencurian Barang Mahasiswa KKN di Selangit Musi Rawas Ditangkap
Baca Juga
Namun, pada prakteknya, banyak mahasiswa magang yang diminta mengerjakan pekerjaan rutin di perusahaan. Mereka bahkan mendapat target dari perusahaan tempatnya magang. Seperti yang dialami salah seorang Mahasiswa UIN Raden Fatah, Rachmat. Mahasiswa semester tujuh jurusan jurnalistik tersebut mengikuti internship program di salah satu media di Palembang.
Hanya saja, program yang seharusnya berorientasi ke pendidikan malah membuatnya harus mengerjakan pekerjaan kantor. Hal itu tidak sesuai dengan prosedur kampus. “Saat mau mendaftar magang, saya mengambil dan mengantar surat sendiri tanpa pendampingan dari pihak kampus. Setelah diterima, kita hanya disuruh membaca dan memahami contoh berita yang ditulis oleh temen-teman magang lainnya,” kata Rachmat saat dibincangi, Jumat (5/11).
Setelahnya, Rachmat dan teman tim magangnya diberikan tugas oleh perusahaan untuk menuliskan berita tanpa pendampingan sama sekali. Inilah yang membuatnya merasa dieksploitasi oleh tempatnya magang yang seharusnya memberikan edukasi.
“Kita setiap hari disuruh buat berita yang diambil dari media online. Satu hari harus memenuhi tiga sampai lima berita, kalau kurang, tidak bisa pulang,” keluhnya.
Rachmat juga mengaku tak pernah diajarkan dalam hal apapun selama 40 hari menjalankan program. Tuntutan berita per harinya membuatnya merasa perusahaan tempatnya magang memberlakukan sikap profesionalitas layaknya pegawai. Bukan lagi sebagai mahasiswa magang. Alih-alih mengadu, Rachmat tak punya power. Karena memang sistem tempatnya magang secara tahun ke tahun memang seperti itu.
“Mengadu pada pihak kampus juga rasanya tidak bisa, karena ketika ditanya ke kakak tingkat yang pernah magang disini, ya sistemnya memang seperti ini dan saya baru tahu pas sudah menjalankan magang,” ungkapnya.
Prosedur maganga sendiri sebenarnya telah diatur oleh pihak kampus. Mulai dari menyiapkan dosen pembimbing serta controlling setiap minggunya.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Raden Fatah Palembang, Prof Izomiddin mengatakan program magang merupakan bagian dari pemenuhan teori akademik yang diwajibkan kepada seluruh mahasiswa. Tujuannya agar mahasiswa dapat mengimplementasikan teori yang didapatnya di kampus ke dunia kerja.
“Magang merupakan kegiatan teoritis akademik saja. Kegiatannya hanya sekedar kebutuhan formal untuk akademik. Kita siapkan semuanya untuk kebutuhan magang itu sendiri. Karena ini juga sebenarnya akan menunjang sebuah kampus untuk mengetahui batas kemampuan mahasiswa,” katanya saat ditemui di ruang Dekan FISIP.
Prof Izomiddin juga mengatakan proses magang seharusnya diawasi oleh pihak kampus. Sehingga magang bisa berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Itu artinya, magang merupakan sebuah pemenuhan kebutuhan akademik yang difasilitasi oleh kampus.
“Tujuannya itu tadi. Untuk pembelajaran bagi mahasiswa,” bebernya.
Eksploitasi Mahasasiwa Magang Langgar UU Ketenagakerjaan
Mahasiswa magang di suatu perusahaan yang diwajibkan mengerjakan pekerjaan perusahaan telah menabrak aturan. Dalam hal ini, magang perusahaan seharusnya menjadi media bagi mahasiswa untuk mendapatkan pembelajaran. Bukannya malah disuruh bekerja secara penuh. Apalagi tanpa dibayar.
Sekretaris Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif, Agnes mengatakan program magang sangat tergantung dari kebijakan kampus masing-masing. Apakah kampus ini mengangkat mahasiswanya untuk magang bekerja atau magang yang tujuannya akademisi.
“Jadi ini mesti jelas dulu tujuan dan objektifnya. Kan ada yang tujuannya hanya pemenuhan kurikulum atau akademik dan buat persyaratan suatu profesi. Nah, kalau seperti ini outputnya berbeda. Ada yang akhirnya menyusun laporan observasi mahasiswa terhadap dunia kerja,” terangnya.
Agnes melanjutkan jika dari kampus memberlakukan magang akademik, maka magang itu outputnya hanya membuat laporan saja. Perusahaan tidak berhak untuk melimpahkan pekerjaan professional kepada mahasiswa.
“Kecuali jika dari kampus memberlakukan magang profesi kerja yang profesional. Tapi ,ini juga ada prosedurnya. Kalau pihak kampus inginnya mahasiswa magang kerja/profesi magang harusnya ada surat permohonan dari kampus yang harus menjelaskan status mahasiswanya sebagai calon pekerja magang,” jelasnya.
“Dan ini sifat nya rekomendasi kampus ke perusahaan. Barulah ini status mahasiswanya sebagai buruh pekerja. Maka status pekerja disini dia dilindungi UU Tenaga kerjaan dan dijamin haknya serta upahnya,” sambungnya.
Tapi jika statusnya magang disini yang merupakan bagian daripada tuntutan akademis perkuliahan atau simulasi pengalaman yang menghasilkan laporan kerja magang yang nantinya dinilai dari kampus.
“Maka disini mahasiswa tidak terikat aturan magang atau pelatihan di perusahaan tersebut. Disini posisinya kampus yang bertanggung jawab yang seharusnya memastikan kondisi pekerjaan pemenuhan hak dan kewajiban,” lanjutnya.
Agnes menyimpulkan, ketika magang dari kampus merupakan kebutuhan pemenuhan akademik, maka seharusnya mahasiswa magang sesuai dengan tujuannya. Yaitu untuk membuat laporan dan simulasi bekerja dengan didampingi pekerja profesional. Sedangkan ketika magang akademik, namun perusahaan memberlakukan profesionalitas, maka perusahaan wajib membayar upah meski nanti upahnya tak sama dengan pekerja tetap.
“Ini juga harus diketahui oleh mahasiswa magang, ketika magang kampus hanya untuk pemenuhan akademik saja, maka kalian tidak harus bekerja full, karena tugasnya adalah belajar disana. Jadi kalau magangnya sudah profesional, perusahaan wajib bayar upah itu,” bebernya.
Menurut Agnes, program magang profesi sendiri diatur dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pada pasal 21 – 30. Turunannya diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per.22/Men/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri.
Pada peraturan Menteri tersebut, Pemagangan diartikan sebagai bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan. Dalam hal ini mereka wajib dibayar upahnya.
Namun, hal diatas jika dilihat pada konteks Internship Program dari kampus tidak masuk dalam perhitungan. Sebab Internship Program kampus merupakan magang yang diberlakukan oleh sebuah instansi Pendidikan bukan tempat pelatihan kerja. Sedangkan pelatihan kerja biasanya diikuti oleh pekerja yang sudah menandatangani kontrak kerja dengan perusahaan dalam rangka untuk mengembangkan kompetensi kerja dan produktivitas karyawan.
“Kami sendiri sudah sering mendapat laporan mengenai hal ini. Bagi mahasiswa yang mengalami eksploitasi, kami membuka ruang pengaduan yang bisa diakses di situs htpps://www.sindikasi.org/aduan/,” pungkasnya.
- Dukung Palestina, 22 Mahasiswa Columbia Dikeluarkan dan Dicabut Gelarnya
- Perkuat Solidaritas, Polres PALI Gandeng Mahasiswa dan OKP dalam Aksi Sosial Ramadan
- Tertidur di Pondok, Pelaku Pencurian Barang Mahasiswa KKN di Selangit Musi Rawas Ditangkap