Kasus dugaan pencemaran oleh PT Bara Anugerah Sejahtera (BAS) kembali mencuat. Anak perusahaan Titan Group tersebut diduga membuang limbah Air Asam Tambang (AAT) yang tidak memenuhi baku mutu lingkungan sehingga mencemari sungai Oal yang bermuara ke Sungai Enim.
- Bara Anugerah Sejahtera Kembali Berulah, Disposal Timbun Sungai, Bikin Kebun Warga Terendam
- Tim Khusus Polda Sumsel Telusuri Pencemaran Lingkungan Anak Usaha Titan Group
- Pemkab Muara Enim akan Minta Pusat Cabut Izin Anak Usaha Baramulti Grup
Baca Juga
Akibatnya, sungai Oal tersebut mengalami kekeruhan hingga mencemari kebun warga. Kasus tersebut sebenarnya telah dilaporkan warga ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat.
Banyak tanaman milik kebun warga mati setelah dialiri oleh limbah cair dari perusahaan. Menurutnya, peristiwa pencemaran ini sudah terjadi sejak 2011 lalu. Kemudian, pada 2022, DLH telah menurunkan tim untuk menindaklanjutinya. Hasil verifikasi tim DLH di lapangan, ditemukan fakta PT BAS tidak melaksanakan kewajiban pengelolaan air limbah, sebagaimana yang tertuang dalam dokumen lingkungan (Amdal).
Air limbah PT BAS yang mengalir ke Sungai Enim itu disebut berada diatas standar ambang baku mutu yang telah ditetapkan, yakni dengan Total Suspended Solid (TSS) sebesar 1.194.00 mg/L pada salah satu Kolam Pengelolaan Limbah (KPL) jauh di atas ambang baku mutu lingkungan 300 mg/L.
Air limbah yang bermuara ke Sungai Enim ini, nyatanya juga mengalir ke sejumlah lahan perkebunan milik warga dan memberi dampak kerusakan yang signifikan. Sayangnya, hingga kini belum diketahui tindak lanjut dari temuan tersebut.
Informasinya, pengelolaan limbah yang dilakukan PT BAS menggunakan jasa pihak ketiga atau perusahaan subkontraktor PT Powerindo Chemical Services. Perusahaan ini menjadi pengelola limbah cair di anak usaha Titan Group tersebut. Hanya saja, diduga pekerjaan tidak dilakukan dengan baik hingga akhirnya terjadi pencemaran.
Sementara itu, Mualim, Superintenden HSE PT Bara Anugrah Sejahtera saat dikonfirmasi enggan memberikan komemtar. Dia meminta wartawan untuk mengonfirmasi permasalahan tersebut ke bagian humas. "Silakan konfirmasi ke Humas PT BAS," ucapnya singkat.
Kasus ini juga sempat menyita perhatian Anggota DPRD Muara Enim. Secara khusus, sejumlah Wakil Rakyat telah berkunjung ke lokasi KPL perusahaan. Hasilnya saat itu, terlihat jika kapasitas KPL perusahaan tidak sanggup menampung limbah. Sehingga menyebabkan air limbah meluap, mengaliri Sungai Oal yang bermuara ke Sungai Enim.
"Kami dan anggota komisi II lainnya merasa sangat miris melihat temuan ini. Areal pertambangan yang sangat luas tapi KPL tidak mampu menampung limbah mereka sendiri. Belum lagi saat hujan, (kondisi) semakin parah," kata Ketua Komisi II DPRD Muara Enim, Mukarto beberapa waktu lalu.
Disposal BAS Timbun Sungai Oal
Tak hanya terkait pengelolaan limbah Air Asam Tambang (AAT) yang tidak memenuhi baku mutu lingkungan. Bara Anugerah Sejahtera juga baru-baru ini diprotes warga akibat disposal atau tumpukan tanah kupasan yang menimbun sungai Oal.
Kasus tersebut diungkap organisasi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumsel. Sejumlah warga Desa Pulau Panggung, Kecamatan Tanjung Agung, Muara Enim melayangkan protes ke perusahaan setelah lahan perkebunan seluas 30 hektar milik 17 kepala keluarga di desa tersebut terendam banjir yang diduga disebabkan longsoran timbunan disposal PT BAS di Sungai Oal.
Untuk diketahui, Sungai Oal merupakan sungai kecil yang berasal dari mata air perbukitan. Sungai tersebut mengalir melintasi kawasan IUP PT BAS yang bermuara ke Sungai Enim.
"Masyarakat mengindikasikan penyebab banjir berasal dari tumpukan tanah disposal PT Bara Anugerah Sentosa (BAS) yang mengalami longsor, sehingga menutup aliran Sungai Oal. Ini berimbas pada terendamnya kebun warga," kata Kepala Divisi Kampanye WALHI Sumsel, Febrian Putra Sopah.
Dari sinilah kata Febrian, masyarakat desa Pulau Panggung pada 2 Januari 2024 mendatangi kantor PT BAS untuk meminta pihak perusahaan bertanggung jawab. PT BAS membenarkan bahwa pada 12 Desember 2023 adanya pergeseran tanah disposal. Namun hal itu tidak diinformasikan kepada masyarakat.
"Dari hasil rapat internal PT BAS, salah satu poinnya pihak perusahaan akan memberikan ganti rugi kepada pemilik lahan yang terkena banjir luapan Sungai Oal. Perusahaan juga memutuskan untuk memberikan kompensasi Rp 2 juta per KK. Namun ditolak masyarakat," jelasnya.
Akibat perselisihan inilah, masyarakat kemudian meminta WALHI Sumsel untuk melakukan pendampingan atas permasalahan ini. Saat WALHI Sumsel turun ke lokasi guna melakukan investigasi, menurut Ferbrian, ditemukan fakta sesuai dengan apa yang disampaikan oleh warga.
Fakta lainnya adalah tanah disposal PT BAS telah terjadi longsor ke Sungai Oal, karena lokasi disposal berdampingan secara langsung ke sungai. "Akibat longsor tersebut lahan perkebunan masyarakat yang ada di hulu sungai terendam oleh banjir," jelasnya.
Masih dikatakan Febrian, dari hasil analisa Walhi Sumsel PT BAS melakukan aktivitas penambangan batu bara di daerah zona penyangga (Buffer zone) Sungai Oal. Bahkan aktivitas penambangan melakukan penyempitan sungai Oal. Padahal, Zona penyangga tersebut berfungsi untuk menyangga wilayah utama, mencegah terjadinya kerusakan dan memberikan lapisan perlindungan.
"Maka dari itu, Walhi Sumsel merekomendasikan agar Kementerian ESDM mencabut izin usaha pertambangan PT BAS, mendesak Dinas LH Kabupaten Muara Enim untuk mencabut izin lingkungan PT BAS, serta mendorong Gakkum Kementerian LHK untuk mengusut kejadian ini," kata Febri.
Dikatakannya pula, kejadian banjir yang merendam lahan perkebunan masyarakat Desa Pulau Panggung sudah dua kali terjadi di tahun 2023. Namun, yang paling parah sampai melumpuhkan aktivitas masyarakat terjadi pada 24 Desember 2023.
"Ini menjadi catatan buruk dari aktivitas penambangan. Bencana ekologis akibat kelalaian dari pihak PT BAS yang sangat berdampak pada kehidupan masyarakat desa Pulau Panggung. PT BAS harus bertanggung jawab atas semua kerugian yang dialami masyarakat korban banjir baik materil maupun inmateril," tegasnya.
- Kejati Sumsel Dapat Hibah Miliaran Rupiah dari Muara Enim, Bangun Gedung Baru dan Fasilitas Pendukung
- Kondisi Zebra Cross yang Pudar Buat Warga Muara Enim Resah
- Warga Muara Enim Gugat Pertamina Rp10 Miliar Atas Kerusakan Ekologis dan Penghidupan