Bara Anugerah Sejahtera Kembali Berulah, Disposal Timbun Sungai, Bikin Kebun Warga Terendam

Areal disposal di dalam IUP PT BAS yang menimbun Sungai Oal. (ist/rmolsumsel.id)
Areal disposal di dalam IUP PT BAS yang menimbun Sungai Oal. (ist/rmolsumsel.id)

Aktifitas PT Bara Anugerah Sejahtera (BAS) yang merupakan bagian dari Titan Infra Energy membuat resah warga Desa Pulau Panggung, Kecamatan Tanjung Agung, Muara Enim. 


Perusahaan yang pada 2022 mendapat proper merah lingkungan hidup Kementerian LHK ini kembali dilaporkan pada awal Januari 2024 ini. Itu setelah lahan perkebunan seluas 30 hektar milik 17 kepala keluarga di desa tersebut terendam banjir yang diduga disebabkan longsoran timbunan disposal PT BAS di Sungai Oal.

Untuk diketahui, Sungai Oal merupakan sungai kecil yang berasal dari mata air perbukitan. Sungai tersebut mengalir melintasi kawasan IUP PT BAS yang bermuara ke Sungai Enim. 

Kepala Divisi Kampanye WALHI Sumsel, Febrian Putra Sopah saat menggelar konferensi pers. (fauzi/rmolsumsel.id)

"Masyarakat mengindikasikan penyebab banjir berasal dari tumpukan tanah disposal PT Bara Anugerah Sentosa (BAS) yang mengalami longsor, sehingga menutup aliran Sungai Oal. Ini berimbas pada terendamnya kebun warga," kata Kepala Divisi Kampanye WALHI Sumsel Febrian Putra Sopah dalam keterangan persnya, Selasa (9/1). 

Dari sinilah kata Febrian, masyarakat desa Pulau Panggung pada 2 Januari 2024 mendatangi kantor PT BAS untuk meminta pihak perusahaan bertanggung jawab. PT BAS membenarkan bahwa pada 12 Desember 2023 adanya pergeseran tanah disposal. Namun hal itu tidak diinformasikan kepada masyarakat. 

"Dari hasil rapat internal PT BAS, salah satu poinnya pihak perusahaan akan memberikan ganti rugi kepada pemilik lahan yang terkena banjir luapan Sungai Oal. Perusahaan juga memutuskan untuk memberikan kompensasi Rp 2 juta per KK. Namun ditolak masyarakat," jelasnya. 

Akibat perselisihan inilah, masyarakat kemudian meminta WALHI Sumsel untuk melakukan pendampingan atas permasalahan ini. Saat WALHI Sumsel turun ke lokasi guna melakukan investigasi, menurut Ferbrian, ditemukan fakta sesuai dengan apa yang disampaikan oleh warga.

Fakta lainnya adalah tanah disposal PT BAS telah terjadi longsor ke Sungai Oal, karena lokasi disposal berdampingan secara langsung ke sungai. "Akibat longsor tersebut lahan perkebunan masyarakat yang ada di hulu sungai terendam oleh banjir," jelasnya. 

Masih dikatakan Febrian, dari hasil analisa Walhi Sumsel PT BAS melakukan aktivitas penambangan batu bara di daerah zona penyangga (Buffer zone) Sungai Oal. Bahkan aktivitas penambangan melakukan penyempitan sungai Oal. Padahal, Zona penyangga tersebut berfungsi untuk menyangga wilayah utama, mencegah terjadinya kerusakan dan memberikan lapisan perlindungan. 

"Maka dari itu, Walhi Sumsel merekomendasikan agar Kementerian ESDM mencabut izin usaha pertambangan PT BAS, mendesak Dinas LH Kabupaten Muara Enim untuk mencabut izin lingkungan PT BAS, serta mendorong Gakkum Kementerian LHK untuk mengusut kejadian ini," kata Febri. 

Dikatakannya pula, kejadian banjir yang merendam lahan perkebunan masyarakat Desa Pulau Panggung sudah dua kali terjadi di tahun 2023. Namun, yang paling parah sampai melumpuhkan aktivitas masyarakat terjadi pada 24 Desember 2023. 

"Ini menjadi catatan buruk dari aktivitas penambangan. Bencana ekologis akibat kelalaian dari pihak PT BAS yang sangat berdampak pada kehidupan masyarakat desa Pulau Panggung. PT BAS harus bertanggung jawab atas semua kerugian yang dialami masyarakat korban banjir baik materil maupun inmateril," tegasnya. 

Tangkapan gambar satelit aliran Sungai Oal yang melintasi IUP PT BAS. Tampak aliran sungai Oal yang ditandai dengan garis kuning. Sementara tanda oranye merupakan lokasi kanal yang sedang dibangun perusahaan. (ist/rmolsumsel.id)

Ada Upaya Mengubah Alur Sungai 

Di sisi lain, WALHI Sumsel juga melihat upaya yang dilakukan oleh PT BAS untuk mengubah alur Sungai Oal demi kepentingan bisnis. Sebab, dalam pengamatan di lapangan, ditemukan pula pembangunan kanal di kawasan IUP PT BAS yang kuat dugaannya untuk itu. 

"Waktu investigasi, kami menemukan kanal yang sedang dibangun. Hanya saja memang belum difungsikan. Tapi diduga kuat, kanal itu mengalihkan aliran Sungai Oal. Yang tadinya berkelok cukup jauh, jadi lebih singkat," kata Febri. 

Febri mengatakan, kondisi akan merusak lingkungan, terutama biota yang selama ini bergantung pada sungai Oal. Belum lagi masyarakat di bagian hilir sungai akan merasakan dampak yang signifikan atas kerusakan lingkungan ini. 

Padahal, lanjut Febri, pemerintah telah membuat aturan untuk mengatur berbagai kegiatan yang bersinggungan dengan sungai, seperti tertuang dalam PP No.38 Tahun 2011 tentang Sungai. Dalam aturan itu disebutkan, ada enam poin yang perlu diperhatikan dalam kegiatan teknis perubahan alur sungai. 

Diantaranya, melindungi dan memelihara kelangsungan fungsi sungai, melindungi dan mengamankan prasarana sungai, mencegah terjadinya pencemaran air sungai, menanggulangi dan memulihkan fungsi sungai dari pencemaran air sungai, mencegah gejolak sosial yang timbul berkaitan dengan kegiatan pada ruang sungai serta memberikan akses terhadap pelaksanaan pemantauan, evaluasi, pengawasan, dan pemeriksaan. 

"Pertanyaannya lagi, apakah kegiatan ini sudah mendapat izin dari Balai Besar Wilayah Sungai. Kalaupun belum, kami minta agar pihak balai tidak memberikan persetujuan karena dampaknya terhadap lingkungan cukup besar," tuturnya. 

Puluhan hektar lahan warga Desa Pulau Panggung yang mengalami kebanjiran akibat luapan Sungai Oal yang tertimbun disposal PT BAS. (ist/rmolsumsel.id)

Bagian Titan Grup, Langganan Pencemaran Lingkungan

Kasus pencemaran tersebut bukanlah yang pertama dilaporkan masyarakat. Sebelumnya, Syahril, warga Desa Pulau Panggung, Kecamatan Tanjung Agung, mengungkapkan kalau lahan perkebunan miliknya tercemar aliran limbah yang berasal dari aktivitas penambangan PT Bara Anugerah Sejahtera (BAS) yang merupakan bagian dari Titan Group ini.

Aliran limbah berupa lumpur ini telah mengalir sejak 2011 lalu. Dinas LH Muara Enim bahkan telah mengirimkan surat teguran yang ditembuskan pada Kementerian LHK. dalam tinjauan yang dilakukan pada 7 Juni 2022 lalu itu, tim Dinas LH Muara Enim mendapati fakta bahwa PT BAS tidak melaksanakan kewajiban pengelolaan air limbah, sebagaimana yang tertuang dalam dokumen lingkungan (Amdal).

Air limbah PT BAS yang mengalir ke Sungai Enim itu berada diatas standar ambang baku mutu yang telah ditetapkan, yakni dengan Total Suspended Solid (TSS) sebesar 1.194.00 mg/L pada salah satu Kolam Pengelolaan Limbah (KPL) jauh diatas ambang baku mutu lingkungan 300 mg/L.

Air limbah yang bermuara ke Sungai Enim ini, nyatanya juga mengalir ke sejumlah lahan perkebunan milik warga dan memberi dampak kerusakan yang signifikan. Dinas LH Kabupaten Muara Enim juga menemukan sejumlah fakta, yakni (1) Air tambang yang dipompakan dari PIT ke KPL 2 (KPL PIT) berwarna pekat dan tidak dikelola dengan baik; (2) Kondisi air pada setiap kompartemen di KPL 2 berwarna cokelat pekat dan pada saluran pembuangan air limbah (outlet KPL PIT) menuju Sungai Enim juga berwarna cokelat pekat dengan Total Suspended Solid (TSS) 1194,00mg/L yang sangat jauh diatas ambang batas baku mutu lingkungan yakni 300mg/L; (3) Pengelolaan air limbah di KPL Stockpile dan KPL PIT PT BAS sudah menjadi temuan berulangkali dan sudah diberikan teguran sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan (4) Sungai Enim selaku penerima beban air limbah dari PT BAS merupakan kebutuhan dasar bagi warga dan air Sungai Enim juga menjadi air baku dari PDAM Kota Tanjung Enim dan Muara Enim.

Tidak hanya terancam pidana dan denda miliaran rupiah atas pelanggaran UU No 32/2009 tentang Lingkungan Hidup, kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan ini juga melanggar ketentuan dari Pasal 508 dan Pasal 517 ayat 3 Peraturan Pemerintah No 22/2021 berupa sanksi dan denda adimistratif paling banyak Rp3.000.000.000.

Untuk diketahui, perusahaan ini merupakan bagian dari Titan Group yang bergerak di bidang sumberdaya energi batubara, memegang SK IUP bernomor 534/KPTS/DESDM/2017 dengan izin operasi produksi di wilayah seluas 2.164 ha yang berlaku sejak 23 Agustus 2017 sampai 7 Mei 2029. Perusahaan ini mendapat proper merah pengelolaan lingkungan pada 2022 lalu.

Saat dipanggil oleh Dinas LH Muara Enim dalam proses mediasi dengan warga, Humas PT BAS Akwam saat itu mengaku tidak bisa memberikan penjelasan secara terperinci. “Ada bagian HSSE. Jadi untuk limbah bukan saya yang beri keterangan. Saya hadir di sini (rapat bersama Dinas LH dan warga Muara Enim) karena masalah adalah ganti rugi,” jelasnya

Lalu, pada 8 Januari 2023, tim khusus dari Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel mendatangi lahan perkebunan karet milik Abdul Mukti (74), warga Desa Pulau Panggung Kecamatan Panang Enim, Kabupaten Muara Enim. Lahan perkebunan warga itu tercemar oleh aktivitas pertambangan PT Bara Anugerah Sejahtera (BAS) yang lokasinya bersebelahan.

Secara persis disebutkan kalau kebun warga bersebelahan dengan areal bench disposal perusahaan yang menjadi bagian dari Titan Group tersebut. 

Dikonfirmasi mengenai ini, Akwam belum bisa menanggapi hal tersebut. "Yang berhak menanggapi pihak manajemen pak, nanti saya arahkan ke direksi," singkatnya.