Covid-19 Harus Dibasmi dengan Pertahanan Semesta Total

[rmo] Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof Dr Syarifuddin Tippe, menilai ancaman dan tantangan pandemik Covid-19 sudah saatnya dihadapi dengan strategi pertahanan semesta yang sifatnya total, terpadu, terarah, berkelanjutan.


"Hal ini sesuai dengan kata kunci dalam Strategi Pertahanan Semesta (Undang-Undang RI Nomor 3, Tahun 2002), yang sejatinya dapat direalisasikan untuk memberi penguatan kepada dua keputusan stratejik pemerintah RI," kata Syarifuddin kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (28/3).

Menurut pengajar Ilmu Manajemen Stratejik pada Program Studi Ilmu Manajemen Pascasarjana UNJ ini, dua keputusan strategi itu adalah pertama pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, pada 14 Maret 2020, yang diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Kedua, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tentang Refocusing Kegiatan, Relokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Pendiri sekaligus Rektor pertama Universitas Pertahanan ini pun menyatakan ada empat pendekatan yang mestinya dilakukan secara konsisten dan total oleh Pemerintah RI dalam upaya percepatan penanganan Covid-19.

Mantan Dirjen Stratahan Kemenhan ini juga menyatakan diperlukan pendekatan Manajemen Stratejik (MS) dan Analisis Jaringan Sosial (AJS) dalam Percepatan Penanganan Covid-19.

Syarifuddin menjelaskan, langkah Presiden Jokowi menyatakan sebagai krisis dengan alasan menghindari kericuhan di masyarakat. Pada titik ini, sebagai bagian dari, MS maupun AJS, konten atau pesan yang disampaikan pemerintah, ada benarnya, bertujuan mencegah kepanikan masyarakat.

Pertama, konten tentang alasan Jokowi yang enggan untuk menggunakan istilah krisis, dengan alasan untuk mencegah kepanikan masyarakat. Pada tataran nasional, tampaknya alasan Jokowi tersebut dapat dibenarkan. Akan tetapi pada tataran internasional, WHO secara komprehensif, lebih melihat pada keterbukaan negara-negara lain dalam penanganan Covid-19 di wilayah negara masing-masing.

Kedua, keputusan strategis yang ditetapkan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, disebut sebagai “Bencana nonalam”. Dari segi etimologis, nonalam sama dengan “buatan”, yang kemudian dapat diartikan bencana buatan. “Perlu ditinjau ulang, istilah bencana nonalam. Istilah tersebut diubah dengan istilah yang lebih umum, senada dengan istilah “Covid-19 sebagai ancaman pertahanan nonmiliter”, jika enggan menggunakan istilah terkait dengan ranah pertahanan,” ujarnya.

Ketiga, baik MS maupun AJS sama-sama menempatkan konten dan konteks sebagai analisisnya. "Kedua pendekatan ini memiliki kesamaan dalam pengejawantahannya (operasionalisasi) baik signifikansi teoritis maupun signifikansi praktis. Covid-19 sebagai sebuah konten (muatan) harus ditempatkan dalam konteks global dan juga nasional termasuk lokal, mengingat posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang membutuhkan perlakuan special,” katanya.

Keempat, kelebihan AJS terpenting adalah kegiatan merangkai-mengurai (composing-decomposing) yang melibatkan partisipasi dan kolaborasi “aktif” dari semua komponen masyarakat. Mulai dari tenaga medis, dokter, peneliti, pemerintah daerah/pusat, sukarelawan, swasta, pengusaha, pedagang pasar, toko kelontong, pelajar, hingga ojek online dalam percepatan penanganan Covid-19 yang terkoneksi satu sama lain.

Kesimpulannya, lanjut Dewan Kehormatan Asosiasi Peneliti Jaringan Sosial Indonesia (APJARSI) ini bahwa cakupan kedua keputusan strategis terhadap penanganan Covid-19, baik pada tataran konseptual kebijakan maupun pada tataran operasional, sudah saatnya ditangani dengan strategi pertahanan semesta, yang bersifat total, terpadu, terarah dan berkelanjutan sebagai suatu rangkaian yang utuh. Kemudian, sebagai kelaziman doktriner dalam buku putih pertahanan (2015-2019) penerapan strategi pertahanan semesta senantiasa dikaitkan dengan ancaman dan dalam konteks ini, maka Covid-19 termasuk sebagai jenis ancaman pertahanan non-militer yang dapat dilengkapi dengan pendekatan Manajemen Strategik (MS) dan Analisis Jaringan Sosial (AJS). Baca Juga Jatim Miliki 13 Zona Merah, 77 Orang Dipastikan Positif Corona.

“Kedua pendekatan ini secara teoritis dan praktis dapat bersinergi agar seluruh elemen masyarakat secara total, terpadu, terarah dan berkelanjutan dapat dilibatkan secara aktif dalam merealisasikan untuk dua keputusan stratejik yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mempercepat penanganan Covid-19,” demikian Syarifuddin.[ida]