Basmi Pinjol Ilegal, Kominfo Putuskan Akses Peer to Peer Lending Fintech

Ilustrasi (net/rmolsumsel.id)
Ilustrasi (net/rmolsumsel.id)

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemen Kominfo) RI melakukan langkah tegas terkait aktivitas pinjaman online (pinjol) di dunia maya. Salah satu upaya yang dilakukan dengan memutus akses peer-to-peer lending fintech dari aplikasi pinjol ilegal.


Peer-to-peer lending fintech sendiri merupakan metode memberikan pinjaman uang kepada individu/bisnis. Sebaliknya, juga untuk mengajukan pinjaman guna keperluan individu/bisnis. Intinya, P2P Lending akan menghubungkan pemberi pinjaman (Pendana) dengan peminjam secara online.

Menteri Kominfo, Johnny G Plate mengatakan, pinjol olegal telah banyak merugikan masyarakat. Sehingga perlu perlindungan khusus. “Termasuk yang paling tegas, pemutusan akses terhadap penyelenggara peer to peer lending fintech yang melaksanakan kegiatan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, kami juga melakukan upaya lain yang berkenaan dengan literasi digital,” kata Johnny G Plate dalam keterangan resminya, Jumat (19/8).

Menurutnya, pemutusan akses layanan pinjol illegal dilakukan dengan berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Regulator yang bakal menentukan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh pinjol ilegal.

“Selain pemutusan akses, Kominfo gencar berkolaborasi untuk mencegah penggunaan pinjol ilegal. Ini untuk menuntaskan permasalahan pinjaman online ilegal dari hulu hingga hilir,” ujarnya.

Tidak hanya OJK, Kominfo turut  menggandeng Bank Indonesia (BI), perbankan dan penyelengara teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) resmi untuk mengedukasi masyarakat terkait pinjol ilegal.

Salah satunya, Gerakan Nasional Literasi Digital melalui Siberkreasi di 514 kabupaten dan kota.  Kegiatan literasi digital itu menargetkan sejumlah 12,48 juta peserta per tahun.

Satgas Waspada Invetasi (SWI) sendiri telah memblokir sedikitnya 3.193 pinjol ilegal sejak 2018 hingga Juni 2021.

Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan, penghentian sulit dilakukan karena server pinjol ilegal mayoritas berada di luar negeri. Hanya 22 persen di Indonesia. Sisanya di Amerika Serikat (AS), Singapura, Tiongkok, Malaysia, dan Hongkong. 

“Bahkan, 44 persen masih belum diketahui lokasi servernya karena penawaran dilakukan secara pribadi, baik melalui media sosial maupun SMS,” jelasnya.

SWI pun menyarankan masyarakat meminjam melalui fintech resmi yang terdaftar atau berizin dari OJK. Warga juga diimbau memahami manfaat dan risiko sebelum meminjam, serta mengerti tentang ketentuan peminjaman seperti bunga, jangka waktu, dan denda.