Perebutan kursi Wali Kota Palembang semakin menggeliat dengan hadirnya tiga pasangan calon (paslon) yang bersaing ketat dalam pemilihan mendatang. Ketiganya adalah pasangan Ratu Dewa -Prima Salam, Yudha Pratomo-Baharuddin dan Fitrianti Agustinda-Nandriani Octarina.
- Debat Pilkada Palembang dan Pilgub Sumsel 2024, Pengamat Soroti Pertarungan Antara Elite Partai dan Srikandi
- Usai Debat Publik Pertama, Tiga Paslon Cawako Palembang Optimis Dipilih Masyarakat
- Tolak Diskriminasi Gender dalam Pilkada, Aliansi Peduli Demokrasi Gelar Aksi Damai di KPU Kota Palembang
Baca Juga
Meskipun persaingan semakin ketat, pengamat politik Sumatera Selatan, Bagindo Togar, menilai tak satupun dari ketiga kandidat itu dianggap memiliki kemampuan dalam mewujudkan visi mereka.
Menurut Bagindo kota ini memerlukan pemimpin dengan kompetensi dan visi yang kuat agar dapat menjadi kota yang lebih modern dan kompetitif, sejajar dengan ibu kota provinsi lainnya di Indonesia.
"Saat ini, tiga pasangan calon (paslon) akan bersaing dalam pemilihan tersebut, namun tidak satu pun dari mereka yang telah mempublikasikan program kerja yang konkret dan meyakinkan kepada masyarakat," kata Bagindo Togar, Jumat (30/8).
Lebih lanjut dia menilai, ketiga paslon lebih banyak menonjolkan aspek personal dengan pencitraan dibanding substansi program yang akan dilaksanakan selama lima tahun ke depan.
Kurangnya publikasi mengenai program kerja menimbulkan kekhawatiran masyarakat tentang apakah para calon memiliki inovasi, kreativitas, dan terobosan yang diperlukan untuk membawa Palembang menuju pembangunan yang modern dan partisipatif.
"Visi masa depan Palembang harus melampaui janji-janji klise seperti mengatasi banjir, kemacetan, dan masalah sampah. Palembang memerlukan terobosan nyata dalam pemberdayaan UMKM, ketersediaan air bersih, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas," jelasnya.
Bagindo menegaskan masyarakat Palembang harus lebih kritis dalam menilai calon-calon yang ada. Selain aspek intelektual dan moral, penting untuk mempertimbangkan dukungan relasi sosial serta kemampuan emosional para calon dalam menghadapi kompleksitas permasalahan kota.
"Mengabaikan faktor-faktor ini dapat berakibat pada stagnasi pembangunan, seperti yang telah dialami Palembang selama lebih dari satu dekade," katanya.
Menurutnya Selama lebih dari sepuluh tahun, Palembang tampaknya terjebak dalam stagnasi pembangunan tanpa perubahan signifikan. Pertanyaan besar yang harus dijawab adalah apakah masyarakat ingin melanjutkan kondisi ini selama lima tahun ke depan.
"Pilihan masyarakat dalam pemilihan nanti akan sangat menentukan arah kota ini. Oleh karena itu, warga Palembang harus menghindari janji-janji yang hanya berlandaskan pencitraan. Pilihan harus didasarkan pada analisis mendalam, menghindari calon yang hanya mengandalkan popularitas tanpa bukti konkret mengenai kemampuannya," katanya.
Palembang menurutnya membutuhkan pemimpin yang tidak hanya mampu berbicara tetapi juga mampu mewujudkan visi pembangunan yang modern, inklusif, dan berkelanjutan.
"Sebagai masyarakat, kita harus memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar memiliki visi dan misi yang jelas, serta komitmen untuk mengangkat Palembang menjadi kota yang layak huni, modern, dan kompetitif di tingkat nasional. Hanya dengan cara ini kita bisa berharap melihat perubahan yang nyata dalam lima tahun ke depan, mengakhiri stagnasi yang selama ini membelenggu potensi besar kota ini," pungkasnya.
- Debat Pilkada Palembang dan Pilgub Sumsel 2024, Pengamat Soroti Pertarungan Antara Elite Partai dan Srikandi
- Usai Debat Publik Pertama, Tiga Paslon Cawako Palembang Optimis Dipilih Masyarakat
- Yudha-Bahar Ingin Sulap Pulo Kemaro Seperti Sentosa Island di Singapura